"Tak ada yang perlu disesali, semuanya sudah terjadi"
Dimas menatap kepergian Fira dengan sendu. Apakah ini berlebihan? Ataukah dia harus bersyukur karena sudah mengatakan hal yang seharusnya dikatakan sejak dulu?
Sejak kepergian Raka, Fira selalu bergantung pada Dimas, seolah tak mempercayai dirinya sendiri.
Disaat Dimas dan Fira berbeda pendapat, Fira akan mengalah dan melupakan begitu saja pendapatnya.
Fira yakin kalau dia benar, tapi dia tidak yakin kalau pendapatnya lebih baik dari orang lain.
Dimas muak dengan sikap Fira yang seperti ini. Biar bagaimanapun Fira harus bisa berpegang pada prinsipnya, demi kebaikan dirinya sendiri.
Dimas tidak menyesali perkataannya, yang dia sesali adalah waktu. Kenapa disaat masalah menghujani Fira? Astaga, sesuatu yang buruk pasti akan terjadi.
Dimas mengejar Fira yang entah akan pergi kemana. Arahnya bukan ke kelas ataupun kantin. Ini sangat aneh, biasanya Fira hanya akan mengunjungi kantin atau ruang musik. Tapi sekarang kemana dia akan pergi?
Dimas mencekal tangannya saat bisa menggapainya.
"Fir"
Fira berhenti dan menghempas kasar tangan Dimas dari tangannya. Lihatlah begitu banyak orang yang melihat ke arah mereka. Suara-suara dari sekitar yang menyakitkan kuping pun terdengar oleh Fira, dia berusaha menahan amarahnya yang mungkin akan keluar begitu saja jika dia tidak berusaha menahannya.
"Fir, please" Dimas menatap sendu Fira yang sedari tadi menatapnya tajam. Banyak pasang mata yang menatap Dimas tidak tega, karena ini kali pertama mereka melihat tatapan sendu Dimas. Mereka pikir Dimas adalah korban disini, dan seketika Fira memiliki banyak haters di sekolah.
"Bang Dimas yang udah nentuin kan? Jadi please, aku mau sendiri" Fira berucap lirih, tatapannya pun melemah. Dia tak sanggup lagi berlama-lama disitu dengan tatapan sendu Dimas, pertahanannya bisa goyah.
Fira melangkahkan kakinya ke taman, tatapannya yang selalu kedepan, tanpa menoleh kebelakang sedikit pun barang hanya melihat keadaan Dimas, seolah langkahnya pasti untuk meninggalkan sesuatu yang ada di belakangnya.
*Semoga hal ini tak kulakukan suatu saat nanti, semoga tak ada lagi aksi meninggalkan dan ditinggalkan yang tercipta di kehidupanku.
Sepanjang jalan keluar berbagai umpatan dari mulut para siswi yang tertuju pada Fira, hatinya benar-benar sakit mendengar itu, tapi dia berusaha bersikap biasa saja.
"Songong amat sih, sok jual mahal"
"Cantik kagak, songong iya"
"Tanggung jawab lo udah buat Dimas gue sedih"
"Eh lo dulu ngeship mereka kan?" Tanya salah satu siswi pada temannya.
"Gak lagi deh, depan umum aja dia berani bikin Dimas kayak gitu, gimana dibelakang kita-kita? Pasti disiksa deh Dimas"
"Kan udah gue bilangin dari awal, lo nya aja yang gak percaya sama gue"
"Eh mbak, jangan salahin gue ya kalau Dimas gue buat luluh. Gue pastiin Dimas jatuh ke tangan gue"
Ucapan terakhir itu membuat Fira lebih berusaha menahan perasaannya, air matanya, dan ketakutannya.
Tapi apa yang bisa dia perbuat? Bahkan kata-kata Dimas tadi seolah menyuruh Fira untuk menjauh dari dirinya.
Dimas sampai ditaman belakang yang terbilang sangat sepi, tak ada siapapun disini. Kecuali petugas kebersihan, itu pun mereka akan datang saat sekolah berakhir atau sekolah dimulai, sekedar hanya untuk membersihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Comeback To Me [End/Selesai]
Teen FictionTerkadang perubahan seseorang membuat kita menjadi lebih dewasa. Tapi ada dua kemungkinan konsekuensi yang akan kita terima, baik dan buruknya. Baiknya, kita dapat kembali lagi bersama-sama dengannya. Dan buruknya, kita akan kehilangannya. #2 in tee...