DUA PULUH ENAM

2.2K 99 13
                                    

08 Januari 2020

DUA PULUH ENAM

Author kelas 12 jadi tolong mengertilah jika lambat up, tugas author di sekolah itu banyak dan yang harus author prioritaskan adalah sekolah:)

"Ayah maafkan Pandu, Pandu tidak bisa menjaga amanah dari ayah. Pandu bahkan menyepelekan ucapan ayah kini Pandu sadar bahwa semua ucapan dari ayah maupun ibu itu benar jika Cala itu wanita yang tidak baik. "Pandu menyesali perbuatannya di depan ayahnya yang tengah berbaring.

Walau tak bisa berucap tapi ayahnya masih bisa mendengar ucapannya. Setetes air mata Estu terjatuh begitu saja melihat Pandu yang saat ini berbeda seperti sebelumnya. Tubuh anaknya itu sangat kurus, pipinya makin tirus, mata pandanya makin terlihat jelas dan ia menebak jika anaknya sedang sakit juga kala merasakan tangan anaknya suhunya panas ketika menggenggam tanganya.

"Ayah Pandu usahakan bakal bawa Zena balik bersama cucu kembar ayah. Pandu sebenernya merasa malu melihat perbuatan Pandu dulu terhadap Zena tapi gimana pun juga Pandu harus minta maaf padanya, Pandu juga merindukan Zena dan anak Pandu. Pandu akan berusaha untuk berubah setelah kejadian memalukan yang lalu. "Pandu mencium punggung tangan ayahnya lalu beranjak pergi.

" Bu, yah Pandu fokus mencari Zena dan si kembar. Untuk pabrik biar paman saja yang mengurus percuma kalau Pandu bekerja tapi pikiran Pandu memikirkan Zena dan si kembar. "Pandu menatap sendu pada ibunya serta ayahnya.

"Lalu kamu akan mencari Zena kemana? Emang kamu tau dimana keberadaan Zena!" seseorang datang masuk ke dalam kamar Estu dan Anggun. Ialah Irene yang tengah berdiri diambang pintu sambil menatap nyalang pada adiknya.

"Mbak Irene. "Pandu menundukan kepalanya ke bawah, ia tau pasti kakaknya itu sedang marah besar padanya.

" Sini kamu! "Irene menarik tangan adiknya untuk keluar dari kamar orang tua mereka.

Setelah keluar dari kamar orang tua mereka, dengan perasaan marah yang sudah membucah, Irene menampar salah satu sisi pipi Pandu hingga sudut bibir Pandu mengeluarkan sedikit darah. Pandu meringis karena merasakan perih disudut bibirnya.

"Mbak malu punya adik seperti mu! Dulu mbak sabar melihat kelakuan kamu yang suka menyakiti hati perempuan, playboy dan sulit diatur semasa sekolah. Kini kamu berulah lagi dan ini yang membuat mbak marah besar padamu."

"Mbak, Pandu min--"

"JANGAN MENGUCAPKAN KATA MAAF!" bentak Irene dengan suara kerasnya sampai membuat bibir Pandu terbungkam melihat kemarahan kakaknya itu.

"Irene! Kenapa kamu membentak adikmu? "tanya Anggun yang baru saja keluar dari kamarnya dan melihat jika anak sulungnya itu tengah memarahi Pandu.

" Irene tau kalau ibu selalu memanjakan Pandu sedari dulu tapi sekarang jangan ibu bela anak ini! " jari telunjuk Irene menunjuk tepat di depan wajah adiknya.

Anggun diam karena perkataan Irene sangat benar adanya. Pandu memang sedari kecil ia manja bahkan kesalahannya pun mudah dimaafkan olehnya sedangkan Irene sedari kecil memang belajar mandiri karena itu bimbingan dari Estu yang sudah ditanam sejak kecil menjadi kebiasaan disaat dewasa.

"Kamu sudah jadi ayah Pandu, seharusnya kamu bersyukur memiliki istri yang baik, sabar menghadapi keegoisanmu bukan malah memilih Cala yang kamu beri uang bahkan berjuta-juta uang kamu berikan pada pacarmu itu sedangkan Zena, ia selalu curhat sama mbak kalau dia hanya ingin diberi perhatian saja itu sudah cukup tak perlu kamu beri hadiah semahal seperti Cala. Zena bahkan hampir mengalami baby blues kalau saja tidak pernah mengutarakan isi hatinya pada mbak, Zena hampir keguguran itu juga karenamu sebab ia stress memikirkanmu yang selalu sibuk dan jarang bersamanya. Orang hamil itu butuh perhatian apalagi jika punya suami, yang membuat mbak makin marah sama kamu adalah saat kamu tak menemani Zena tengah melahirkan. Zena itu melahirkan si kembar secara normal, kamu tidak tau betapa sakitnya seorang ibu melahirkan anaknya di dunia karena kamu laki-laki. Mbak tau mbak belum pernah mengalaminya tapi mbak sudah sering melihatnya. Peristiwa dimana ibu atau anak yang meninggal seusai melahirkan pun mbak pernah melihatnya sendiri, melihat Zena yang menangis bahkan meraungkan namamu saat kontraksi itu makin menyayat hati mbak. "

Because Of You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang