Sekolah baru (2)

543 77 34
                                    

Amatsuki bilang dia mau ngaku (kalo aku bilangnya nembak ntar dimarahin lagi...) ke Hashiyan di bawah pohon beringin di dekat gerbang. Yah, hanya ada satu pohon beringin di sekolah, jadi pasti yang itu kan? Belum lagi itu kan pohon beringin yang besar dan sangat rindang. Adem bener pula. Cocok deh buat acara tembak-tembakan uhuq. 

Maka sebagai sahabat Amatsuki, aku memutuskan untuk mencari tempat nonton terbaek.

Ya di pohonnya itu sendiri :v

Aku ampe siap-siap bawa Umai*bo segepok segala ehehe.

Untung hari ini Amatsuki piket, jadinya aku bisa kabur duluan ke pohon. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menghindari para pembuli itu dan saat nyampe pohon, dengan lincah aku memanjatnya dan duduk di salah satu ranting yang paling tebal biar nggak gampang patah. Eh tapi kan aku malaikat, harusnya aku nggak punya berat badan dong.

(Geer banget sih lu, Maf)

Author bujang lapuk. Diam aja kau >:v

(Gue un-subscribe channel lu juga nih lama-lama)

Halah, padahal kerjaannya juga dengerin lagu aku terus.

(... Au ah gelap kayak isi hatiku habis ditinggalin dia)

Hilih, efek jomblo kelamaan jadinya ngehalu aja terus kerjaannya.

"Ngomong sama siapa, dek?"

Aku menoleh ke sampingku, dan melihat seorang wanita berambut hitam legam, panjang bat ampe pinggangnya, dan bajunya serba putih. Aku tertawa kecil padanya, "Nggak kok mbak, aku lagi ngomong sendiri ehehe~"

"Ouwh, gitu toh" dia terkekeh. Kok kedengerennya serem yah? Bodo amat lah, ini kan masih siang. Mana mungkin ada setan nongol di siang hari.

"Adek ngapain di atas sini?" dia pun ngajak ngobrol.

"Lagi nungguin temen, mbak. Dia mau ngakuin cintanya ke temennya"

"Heehh... SD udah mau pacar-pacaran aja ni ye..."

"Bukan aku loh, mbak. Aku mah masih polos"

"Bener nih?"

"Iya dongs!"

Aku dan mbak-mbak itu lanjut ngobrol dengan asiknya sampe-sampe aku nggak nyadar Amatsuki lagi jalan bareng Hashiyan ke bawah pohon beringin ini. Aku baru nyadar saat mbaknya nepok-nepok bahuku.

"Ssstt, dek! Itu teman adek bukan?" dia nunjuk ke bawah.

Aku menundukan kepalaku. Eh bener! Udah ada Amatsuki dan Hashiyan di bawah kami. Untung mbak-mbaknya ingetin tepat waktu. Kan bisa canggung kalo Amatsuki ato Hashiyan nanyain ngapain aku di atas sini.

Mau jawab apa emangnya? Mau nyoba jadi monyet buat sehari? Gak lah, aku kan terlalu imoet buat jadi monyet.

Aku dan mbak-mbak itu auto diem, ingin dengerin Amatsuki ngaku. Siapa tau dia salah ngomong di tengah-tengah dan aku bisa ngejek dia karena itu. Aku ngebuka bungkus Umai*bo perlahan secara diem-diem dan nyodorin satu ke mbaknya. Dia langsung nerima dan kami berdua makan tanpa suara.

"Jadi ngapain kita kesini, Amatsuki-kun?" tanya Hashiyan.

"Erm... Aku..." Amatsuki malu-malu domba. Dia menatap Hashiyan, tapi kakinya nggak bisa diem, "Kita kan sudah kenal selama beberapa saat... Aku selalu senang setiap kali menghabiskan waktu denganmu... Kau membuat tersenyum dan membuat jantungku berdebar-debar setiap kali bersamamu..."

Nyadar diri dia malah ngoceh, Amatsuki pun menarik nafas dalam dan berkata.

"Aku menyukaimu, Hashiyan-kun..."

Keadaan hening. Hashiyan cengo. Amatsuki menunduk. Aku mangap. Mbak-mbaknya naikin daguku biar aku mingkem. Author dimarahin orangtuanya biar cepet-cepet tidur.

"Pffftt..."

Aku, Amatsuki, dan mbak-mbak di sebelahku membelakan mata kami mendengar tawa dari mulut Hashiyan.

"Serius, Amatsuki-kun?! Kau sebenarnya belok?! Ya ampun, menjijikan sekali!! Hahahaha!" Hashiyan lanjut tertawa, benar-benar tidak menyadari betapa terlukanya ekspresi Amatsuki di hadapannya, "Udah gitu kenapa harus aku dah? Ish, bayangin kalo satu sekolah tau ada anak nggak lurus di sekolah! Hahaha!"

Maka Hashiyan berjalan meninggalkan Amatsuki yang mematung di tempat. Aku menatap sahabatku dengan pilu. Aku permisi ke mbak-mbak itu dan langsung turun dari pohon, menarik Amatsuki ke sebuah pelukan erat.

"Ma- Mafu-kun..." sadar bahwa yang memeluknya itu aku, bukan mahluk lain, Amatsuki langsung menguburkan wajahnya di bahuku dan kembali terisak.

"Ssshh, Ama-chan..." aku mengelus-elus rambutnya. Amatsuki sering melakukan ini padaku jika aku habis dibuli, untuk menenangkanku. Gantian sekarang aku yang menenangkannya.

"A- Aku menjijikan ya...? Menyukai sesama gender..."

"Nggak kok, Ama-chan... Kita tak bisa menyalahkan hati kita... Aku nggak berpikir kamu menjijikan kok... Cinta kan tak pandang bulu..."

Eaaa bijak banget kan aku.
//ngacauin suasana aja lu ah!

Aku mengangkat kepalaku dan bertemu dengan tatapan kasihan mbak-mbak berambut hitam yang tadi. Aku melihat mulutnya bergerak dan berkata "Mbak turut bersedih" tanpa suara. Aku balas berkata "Terima kasih" tanpa suara pula sebelum aku dan Amatsuki berjalan pulang.

Amatsuki kebanyakan nangis sore itu, jadi dia langsung tertidur saat aku menidurkannya di kasurnya. Darahku mendidih setelah sekian lama oleh ekspresi tertolak dan hancurnya itu.

Maafkan aku, Ama-chan. Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk melindungimu sejak kau mengulurkan tanganmu untukku.

~~~

A/N : Maf? Mafu? Mafeng? Mau ngapain woi? Baru nyampe rumah kok mau pergi lagi? Eh eh eh itu kamu bawa apa tajem-tajem??? Woi jangan cuekin author woi!

M : "Author berisik. Diem aja. Aku pergi dulu. Ittekimasu"

A : (auto teguk ludah) "I- Itterashai..."

Wadoh, Mafu ngambek permisah, author mau cari tempat berlindung dulu. Siap-siap buat chapter selanjutnya ya btw.

S- See you next time...

One, Two, Three, Slash!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang