Rubah, bulan, dan albino

509 67 14
                                    

A/N : sebenernya author kalo bikin judul kok ngaco-ngaco gini sih. Kehabisan ide.

"Ama-chan! Tadaima!" sahutku saat aku dan Kashitarou-senpai sampai di rumah Amatsuki. Aku membukakan pagar rumah untuk senpai bertopeng kitsune tersebut, dan kami sedang melepas sepatu kami saat pintu depan terbuka.

Disanalah Amatsuki, berdiri dengan celemek pink pink unyu yang memeluk tubuhnya dan sendok kayu di tangannya. Poni coklatnya dijepit ke samping dengan jepit bergambar kucing dalam kostum domba yang dia namain Masamune. Dia terkejut melihatku dalam kondisi basah kuyup, dan mangap lebar melihat Kashitarou-senpai yang berdiri di sampingku.

"Kujelasin nanti deh, Ama-chan. Bisakah kami ma- Hachoo!- suk sekarang?" ujarku sambil mengelap hidungku yang mulai berair. Gile, udaranya berasa dingin bener.

"Te- Tentu saja! Cepat ganti bajumu, Mafu-kun! Jangan sampai demam!"

Kashitarou-senpai hanya duduk kalem di ruang tengah sambil menontonku yang lari ke kamarku dan Amatsuki yang langsung balik ke dapur. Bahkan dari kamar aku bisa mencium bau kare yang sedap saat aku ganti baju. Bikin naga-naga yang ada di perutku berteriak saja.

Aku keluar dari kamar, sudah memakai baju baru yang kering sambil membawa tumpukan baju basahku dan meletakannya di keranjang cucian sebelum duduk di sofa yang berlawanan dengan sofa tempat Kashitarou-senpai duduk. Dia sedang memangku dagu dengan tangannya, memandang ke arah dapur, atau biar kuperjelas.

Ke arah Amatsuki.

Kenapa ke arah Ama-chan? Apa karena celemeknya yang kayak punya emak beneran?

Aku berpikir saat mendengar suara kompor yang dimatikan sebelum Amatsuki nongol dari arah dapur dan menghampiri kami di ruang tengah. Celemeknya udah dia lepas, tapi jepit Masamune-nya masih ada. Dia kemudian duduk di sebelahku dan mengarahkan pandangannya pada senpai bertopeng kitsune yang duduk di depan kami tersebut.

"Ano, aku tidak bermaksud kasar, tapi apa yang senpai lakukan disini?" tanya Amatsuki.

Kashitarou-senpai tertawa kecil.

"Mafu-san diceburin air sama kakak-kakak kelas. Senpai memberinya handuk dan memutuskan untuk mengantarnya pulang" dia memberi kami senyum cerah lainnya, "Amatsuki-san, bukan? Kau juga tidak jijik dengan senpai?"

"Jijik?" Amatsuki mengerutkan keningnya, sebelum mata merahnya yang lebih cerah dariku berkilat saat dia menangkap apa maksudnya. Dia segera menggeleng, "Tidak kok, aku nggak jijik sama senpai. Itu kan hanya tanda hubungan senpai dengan Soraru-senpai"

Kashitarou-senpai tertawa lagi, dan itu terdengar seperti musik di telinga kami berdua, "Jawaban kalian mirip ya! Kalian memang sahabat sejati!"

Kami berdua tidak berkata apa-apa lagi, karena memang kami tak tau mau ngomong apa. Tapi perkataan selanjutnya dari Kashitarou-senpai sukses membuat kami tergelak kaget.

"Senpai nggak ada hubungan apa-apa loh dengan Soraru-san"

"HAAAAHHH?!?!?!" teriak kami bersamaan.

"Ta- Tapi senpai tadi siang kan mencium pipinya!" sahut Amatsuki.

"Dan Soraru-senpai tampak seperti dia sudah biasa!" lanjutku.

"Kan dia emang sebelas dua belas sama kulkas" cengirnya, "Kami sudah bersahabat sejak kecil, tapi senpai tak punya perasaan apapun padanya. Itu senpai lakukan karena dia bilang dia muak dengan semua cewek-cewek yang menguntilnya, maka dia meminta senpai untuk melakukan sesuatu yang mungkin dapat mengusir mereka darinya" jelasnya.

"Senpai nggak takut dibuli karena itu?" tanyaku, masih penasaran.

"Dibuli? Hah!" dia langsung mendengus remeh, "Aku tidak takut dibuli. Aku dan Soraru-san cukup kuat untuk membela diri kami masing-masing. Tapi sekalinya ada mau macam-macam dengannya..." dia kembali terkekeh, tapi bagiku, ada yang terdengar berbeda di dalamnya, "Yah... Aku tak bisa jelaskan secara pasti, hihihi" ujarnya tenang, namun percaya diri.

Raut wajah itu... Nada bertekad itu... Aku kenal semuanya.

Manik merah darahku membulat saat menyadari sesuatu.

Mungkinkah... Kashitarou-senpai juga sama sepertiku?

"Senpai" aku memanggilnya, dan dia membalas dengan gumaman kecil, "Bolehkah aku berbagi nomor telepon dengan senpai?"

"He?" bahkan Amatsuki juga terlihat kaget.

"Aku... Hanya merasa ingin berbicara lagi dengan senpai, itu saja. Bolehkah?"

Dia tertawa lagi (nih senpai murah senyum banget yah) sebelum memajukan tubuhnya, merentangkan lengannya untuk mengusap-usap rambutku, "Tentu saja! Senpai juga ingin bicara lagi denganmu!"

"Senpai" Kashitarou-senpai lalu mengalihkan perhatiannya pada Amatsuki, "Maaf jika aku lancang, tapi jika senpai bilang senpai melakukannya demi Soraru-senpai, apakah artinya senpai masih lurus?"

Dia memiringkan kepalanya dan menjawab, "Apakah aku lurus? Mungkin..." dan aku bersumpah aku dapat melihat sebuah rona merah tipis muncul di pipinya saat dia melihat Amatsuki dan menggumamkan bagian selanjutnya, "Tapi sekarang aku jadi nggak yakin..."

Kayaknya Amatsuki nggak ngedenger bagian terakhir itu, karena dia hanya mengganguk-angguk sambil ber-"Ohh..." pelan.

Kashitarou-senpai pamit pada kami setelah aku menukar nomor telepon dengannya. Aku jadi makin penasaran tentangnya, dan siapa tau dengan diriku yang sudah dekat dengan Kashitarou-senpai, aku jadi bisa dapat info lagi tentang Soraru-senpai, ehehe.

~~~

A/N : Oya, oya? Apa ini? (2)

Apakah Kashitarou juga sama seperti Mafu?

OC : "Sama apanya nih?"

A : *ketawa krenyes* "Sama-sama polos!"

OC : "Mafu? Polos? Dari sudut Bumi mana anak kayak gitu polos?"

M : "Polos? Aku?"

Ama : "Jadi duta shampoo lain?"

M & Ama : *ketawa sendiri sambil guling-gulingan di atas meja* 

S : "Udah basi, baka!" *getok kepala Mafu*

K : "Emang masih jaman apa tuh candaan?"

Lama-lama seru juga ya nambahin perbincangan kecil kayak gini.

See you next time!


One, Two, Three, Slash!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang