Kisah penutup

446 52 48
                                    

San Francisco. 13.30 p.m.

Kakeru memasuki rumahnya dengan helaan nafas berat. Dia baru saja pulang dari sebuah transaksi yang berlokasi di Washington D.C, dan ya ampun, pegel gak tuh seluruh tubuhnya gegara duduk di jok mobil kelamaan.

Beruntung istri tercintanya mengerti kondisinya dan sudah menyiapkan sup hangat untuknya. Kakeru mau nangis bahagia saat dia meneguk sup tersebut yang penuh dengan rempah-rempah, kehangatan, dan cinta//eaaa. Sang istri kemudian menyuruh Kakeru untuk istirahat saja di kamar sementara dia akan membersihkan rumah.

Kakeru menurutinya dan membanting diri di kasur mereka. Sebelum dia benar-benar tertidur, dia memutuskan untuk mandi saja dulu setelah perjalanan panjang tersebut. Satu langkah keluar dari pintu kamar mandi dengan kondisi lebih segar, Kakeru mendengar ringtone tablet-nya berbunyi dari meja kerjanya.

"Hm? Siapa? Klien baru kah?" membiarkan handuknya nemplok di atas kepalanya, Kakeru duduk di kursi di hadapan meja kerjanya dan melihat layar tablet-nya. Manik merah cerahnya membulat melihat siapa yang mengontaknya.

Tanpa keraguan, dia menerima video call tersebut.

"Good afternoon, Father!"

"My little moon!"

Terlihat Amatsuki sedang ada di sebuah ruangan yang familiar bagi mata Kakeru. Tentu saja putranya sedang ada di rumahnya sendiri sekarang. Kakeru tersenyum lebar dan melambaikan tangannya, "Tumben kau yang nelpon, biasanya Osora-san atau mungkin Kirihara-kun. Ada apa, Amatsuki?" tanyanya riang.

"Aku ingin cerita banyak hal yang terjadi sejak aku terakhir mengobrol dengan ayah!"

"Silakan, bulan kecilku. Kau tau aku selalu senang mendengar ceritamu"

Amatsuki kemudian bercerita tentang dia, Kashitarou, Luz, dan Soraru yang berdiskusi soal rencana awal mereka untuk mempalsukan informasi yang akan diberikan pada Akatin sehari setelah ayah-anak itu berbincang lewat telepon. Kakeru tertawa saat Amatsuki sampai ke bagian dimana dia membentak dua pria yang menyusup ke rumahnya hanya karena telah membuat lantai rumahnya kotor.

Lalu suara Amatsuki berubah menjadi gugup saat dia menyeritakan penyiksaan Kashitarou yang menggunakan gergaji dan melibatkan seekor Rubah Merah Jepang. Sang pengedar senjata dibuat sedikit mual oleh betapa detailnya Amatsuki menjelaskan setiap detik penyiksaan. Amatsuki sendiri juga tampaknya gak kuat, dan dia cepat-cepat pindah cerita.

Amatsuki lalu menyeritakan betapa bahagianya dirinya saat Mafu sudah sadar kembali, dan bagaimana Mafu dengan iseng mencium bibir Soraru sebelum sembunyi di belakangnya. Ceritanya berlanjut ke bagian dimana dia dan sahabat-sahabatnya berdiskusi lagi untuk kedua kalinya mengenai pemalsuan informasi tersebut.

"Penyerahan informasi tersebut berjalan lancar, namun yang terjadi pada keesokan harinya bukanlah hal yang menyenangkan sama sekali" ujar Amatsuki lirih.

Kakeru tersenyum pilu pada putranya, "Aku sudah dengar dari Osora-san. Soraru-san, Mafu-san, dan Tomohisa-san terkena kecelakaan bukan? Soraru-san dibawa pergi, Tomohisa-san dalam kondisi kritis, dan Mafu-san baru sadar pada malam harinya"

Amatsuki mengangguk pelan, sebelum menggeleng cepat untuk menyingkirkan bayangan putus asa itu dari kepalanya, "Kemudian besoknya, aku, Mafu-kun, Luz-senpai, Kashitarou-senpai, dan Ruko-san berkumpul lagi untuk menerka-nerka keberadaan Soraru-senpai. Berkat pemikiran cerdik Ruko-san, kami menemukan lokasinya, yaitu di pelabuhan.

Aku berniat ikut, tapi aku yang tidak terlalu baik dalam close combat ini berpikir bahwa sebaiknya aku memberi mereka assist dari belakang saja. Maka setelah Mafu-kun, Kashitarou-senpai, Ruko-san, Osora-san, Hikari-san, dan Kirihara-san berangkat menuju pelabuhan, aku meminta Luz-senpai untuk membawaku ke rumah dan mengambil hadiah ulang tahunku"

One, Two, Three, Slash!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang