Holkay dateng gaes!

428 69 16
                                    

Yosh! Karena kondisiku udah baikan, sudut pandangnya balik ke aku lagi! 

Amatsuki seneng banget saat tau demamku udah turun kemarin malam, makanya hari ini aku udah bisa sekolah. Walaupun aku benci sekolah, namun mengetahui bahwa sekarang aku udah punya teman-teman yang bersedia membantu, tampaknya kehidupan SMA-ku tidak akan seburuk yang kukira.

Mm? Perkiraanku tentang kehidupan SMA-ku? Yah... Pokoknya lebih buruk daripada keadaanku sekarang. Mungkin kalau Amatsuki nggak menyelamatkanku dulu saat SD, kalian mungkin akan melihatku berhiaskan kalung dari tali tambang, ehehe~.

Cukup basa-basinya, mari kita balik ke cerita sebelum authornya mulai belajar online.

Saking senangnya diriku, kami berdua berangkat ke sekolah 30 menit lebih awal dari biasanya, dimana langit fajar masih terlukis rapi di langit dengan semburat oranye dan hitam disapukan di atas sana, membentuk suatu pemandangan yang mengikat pandangan.

A cie si author bahasanya.

Baru saja kami hendak memasuki gerbang, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan gerbang, menghentikan langkah kami. Seorang lelaki pirang keluar dari pintu penumpang, dan kami dapat melihat badge kelas XI di lengannya. Dia melambaikan tangannya dengan senang pada sang supir sebelum memasuki gerbang bersamaan dengan perginya mobil itu.

Kami berjalan di belakangnya, dan karena sekolah masih sepi, kami memutuskan untuk tidak berlarian memasuki gedung, ntar kalo ada "penjaga" yang terganggu kan bisa berabe urusannya. Saat senpai itu ingin memasuki kelas XI-B, seorang gadis bersurai ungu cerah sebahunya datang dari arah lain dan menyapanya dengan ceria.

"Kradness-kun, ohayou!" ujar gadis itu sambil melambaikan tangan.

"Ohayou, Reol-kun!" balas lelaki pirang tersebut sama cerianya.

Aku tak dapat mendengar percakapan mereka selanjutnya karena mereka sudah keburu memasuki kelas. Amatsuki yang ada di sebelahku terkesigap saat mendengar nama sang lelaki pirang disebut, "Mafu-kun, itu dia orangnya!"

Aku memiringkan kepalaku ketika kami berdua memasuki kelas kami, "Maksud Ama-chan?"

"Ingat ceritaku kemarin tentang tiga orang yang ditakuti Lon-senpai? Kradness-senpai itu salah satunya! Itu lelaki terkaya di sekolah, makanya Lon-senpai gak berani macem-macem sama dia!" jelas Amatsuki.

Aku ber-"Ohh..." dan mengganguk-anggukkan kepala, "Iya juga ya. Tadi aja dia datangnya pake mobil sedan hitam kayak gitu. Kok berasa kayak mobil mafia aja" kekehku.

Amatsuki ikut tertawa, "Gak mungkin lah ada mafia di sekolah ini! Serem amat!"

Aku lanjut mengobrol dengan Amatsuki sampai bel berbunyi walaupun aku tau ada sepasang mata yang mengintip dari balik pintu kelas kami. Tapi untuk sekarang, aku akan membiarkannya dulu.

.

Di kantin, aku dan Amatsuki lagi ngantri saat tiba-tiba sahutan seseorang membuat satu kantin terdiam di tempat. Rupanya itu Kradness-senpai, dan dia lagi berdiri di atas salah satu meja kantin! Mau ngapain dah dia? Nyinden dadakan? 

"Dengarkan semua!" dia memulai, "Kalian tau gak kalo hari ini adalah hari peringatan berdirinya sekolah ini yang ke-32? Pasti kalian gak tau, hehehe!" tawanya, "Karena itu, aku mau bilang bahwa untuk hari ini, semua makanan di kantin gratis! Silakan jajan sepuasnya!!"

EH DEMI APA KITA DITRAKTIR HORKAY?!?!

Sorakan murid-murid menggema di gedung kantin, dan seketika saja keadaan jadi rusuh. Banyak anak berebut makanan dan minuman, sampai teriak-teriakan dan dorong-dorongan pun ada. Bahkan sampai ada yang naik ke atas meja dan parkour demi gak kehimpit di lautan manusia. Berasa medan perang aja...

"Mafu-kun! Ayo!"

Aku memekik kaget saat Amatsuki menarik lenganku dan membawaku keluar dari kerumunan murid yang menggila oleh kata gratisan. Kami berdua menghela nafas lega saat berhasil keluar dengan keadaan sehat wal'afiat.

"Kok tiba-tiba gini sih...?" gumamku, masih terengah-engah.

"Yah... Setidaknya kita udah dapat makan siang" Amatsuki menunjukan sebungkus makanan dan minuman yang sudah dia beli dengan ekspresi bangga.

"Hahaha! Sukses besar!!"

Kami menolehkan kepala dan dapat melihat Kradness-senpai merangsek keluar dari kerumunan dengan keringat bercucuran dan seringai puas di wajahnya, "Rupanya sekolah ini rakus juga huh! Denger kata gratisan langsung menggila! Hahaha!"

Dia memutar kepalanya ke arah kami, dan melambaikan tangannya, "Yo, kouhai-kouhai! Kalian hebat ya bisa bebas dari kerumunan itu dan tampak aman-aman aja!" pujinya sambil menghampiri kami, "Memangnya kalian gak tertarik dengan gratisan?"

"Mau gimana lagi, senpai. Lagipula kalau maunya gratisan mulu ntar gedenya takut jadi mata duitan" ujar Amatsuki dengan senyum bersalah.

"Hee~, tipe anak yang gak serakah ya? Aku suka itu!" Kradness-senpai mengacungkan jempolnya pada kami, "Keren, keren! Patut dicontoh! Namaku Kradness! Tapi kalian berdua pasti udah tau kan? Lalu siapa nama kalian berdua, jika aku boleh tau?"

"Namaku Amatsuki, dan ini sahabatku, Mafu" ujar Amatsuki, memperkenalkan kami berdua.

Pancaran mata Kradness-senpai melembut saat dia mendengar namaku. Tubuhku sedikit menegang saat tangannya menepuk-nepuk surai saljuku, namun melihat senyum yang terlukis di wajahnya membuatku kembali tenang.

"Albino yang dibuli itu, hmm? Kau tidak terlihat seburuk gossip orang-orang" dia menurunkan tangannya dari kepalaku, "Stay strong, yes? There's still someone out there who loves you, got it?" dia mengedipkan matanya padaku.

Heeehh... Bahasa Inggris-nya lancar juga ya! 

"I understand! Thank you, senpai!" aku menyunggingkan senyum lebar padanya.

Dia mengacungkan jempolnya pada kami sekali lagi, sebelum berlari meninggalkan kantin.

Amatsuki menyikut lenganku perlahan, meraih perhatianku.

Dia menyeringai lebar padaku, "Two done..."

Mengerti maksudnya, aku membalasnya dengan seringai haus darahku, "One to go"

Dih si author bisa-bisanya nyelipin Bahasa Inggris disini. Biar dikata keren kali.

.

Kradness menyenderkan tubuhnya di balik tembok sekolah, memerhatikan saat dua pucuk coklat-putih itu bercakap riang saat memasuki gedung sekolah. Senyum yang ada di bibirnya perlahan menghilang, dan dia memutar tubuhnya mendengar langkah seseorang mendekatinya, "Apa albino itu orang yang kau maksud?"

"Ya. Surai salju dan manik merah darah itu hanya satu-satunya di sekolah ini"

Kradness menghela nafas berat, "Aku mengerti tentang itu, tapi kenapa harus dia? Jika saja aku tidak tau akan namanya yang terdengar lembut itu dan suaranya yang feminim itu, dia memang terlihat mengerikan di mataku"

"Hei, bicarakan yang buruk-buruk tentangnya, maka kau tau apa akibatnya"

Kradness tertawa, tak tampak khawatir sama sekali mendengar nada dingin dalam suara lawan bicaranya, "Jadi kau masih peduli padanya? Setelah sekian lama? Aku kagum~"

"Emosi sebesar itu tak mungkin hilang hanya karena waktu, Kradness-kun"

Dengusan kagum terdengar dari sang surai pirang, "Baiklah. Sudah diputuskan" dia menjentikkan jari saat mengucapkannya, sebuah gestur khasnya, "Dia sudah mendapat kepercayaanku, dan jika dia berhasil mendapatkan kepercayaan Kain, maka seluruh masalahnya akan hilang, seperti yang kau inginkan, bukan?"

"... Dari nada suaramu, tampaknya kau juga menginginkan sesuatu"

Kekehan pelan Kradness sengaja keluarkan untuk lawan bicaranya, "Kau mengenalku dengan cukup baik, tapi kali ini aku ikhlas" dia menolehkan kepalanya ke pintu gedung sekolah yang tadi dua adik kelas itu masuki, dan matanya melembut sekali lagi.

"Anak manis sepertinya berhak mendapatkan yang lebih baik"

~~~

A/N : AUTHOR GAK SEKOLAH DONG. TO KOTA DIBATALIN. ENTAH INI BISA DIHITUNG SEBAGAI BERKAH ATO NGGAK HAHAHAHAHA.

See you next time!

One, Two, Three, Slash!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang