Bonus Chapter #4

444 46 41
                                    

Setelah mengeringkan seluruh tubuh Mafu, Soraru menggotongnya dari kamar mandi dan membawanya kembali ke kamarnya. Meletakkan sang albino di kasur, sang surai biru gelap mengambil baju Mafu yang tadi dia lempar ke lantai saat aktivitas kemarin malam dan berniat membantu Mafu memakainya.

"Eh, tak perlu dibantu, Soraru-san. Aku bisa kok pakai sendiri" Mafu memberinya senyum malu-malu dan memakai celananya terlebih dahulu biar gak diliatain terus oleh Soraru. Namun ketika dia hendak memakai kausnya, Soraru melangkah maju, mendekatkan wajahnya ke sang albino.

"So- Soraru-san?" Mafu tergagap, wajahnya menjadi semakin memerah.

Nafasnya tercekat saat merasakan ujung jemari Soraru menelusuri dadanya. Mafu sedikit menundukkan kepalanya, dan senyumnya seketika memudar saat menyadari bahwa jari Soraru sedang menelusuri bekas jahitan vertikal yang membentang disana.

"Soraru-san..." Mafu meraih tangan Soraru, menghentikannya, "Soraru-san daijoubu?"

Soraru mengangkat kepalanya, menatapnya dengan safir berwarna langit malam yang tak pernah gagal memerangkap Mafu dalam keindahannya. Awalnya sang albino mengira sang surai biru gelap akan mengangguk, menolak untuk memberitaukan emosinya yang sebenarnya seperti biasa. Namun tidak, Soraru menggelengkan kepalanya dan menarik nafas dalam.

"Aku... Masih sering bermimpi buruk soal itu..." akuinya dengan suara yang bergetar.

Hati Mafu berdenyut kesakitan melihat ekspresi takut Soraru. Dengan lembut, Mafu menyuruh Soraru untuk duduk di kasur. Setelah itu, Mafu beranjak dari tempatnya dan duduk manis di pangkuan Soraru, menghadapnya yang sedikit merona oleh aksinya.

"Apa yang bisa Mafu lakukan untuk membuat Soraru-san merasa lebih baik?" Mafu bertanya, tersenyum lembut pada seniornya, "Mafu tak suka melihat Soraru-san bersedih, apalagi jika itu karena Mafu. Jadi katakan apa yang harus Mafu lakukan, Soraru-san"

Soraru menggigit bibir bawahnya, tampak tak yakin apa yang harus dia ucapkan sebagai balasan. Pada akhirnya dia mengalungkan lengannya di pinggul Mafu dan menariknya mendekat, menguburkan wajahnya di bahu sang albino.

"Sora... Hanya ingin Mafuyu ada di sisinya, itu saja... Bolehkah...?"

"Tentu saja jika Soraru-san memintanya"

Mafu balas memeluk Soraru, mengecup pucuk kepalanya dengan lembut. Dia teringat ketika Soraru menciumnya pada akhir tiap ronde. Setiap kali Soraru menciumnya, dia dapat merasakan kehangatan dan kasih sayang yang dia tumpahkan padanya. Hal itu membuat Mafu merasa tenang dan sangat senang, bahwa ada yang mencintainya di saat dia tidak mencintai dirinya sendiri.

Tubuh Soraru yang semula tegang pun rileks secara berangsur-angsur saat tangan Mafu mulai mengelus surai biru gelapnya. Dia menghela nafas lega yang bergetar di bahu sang albino, berharap bahwa mereka bisa menetap di momen ini selamanya, dimana Mafu ada di sisinya dan menunjukkan kasih sayang yang sama besarnya pada Soraru.

Setiap kali Soraru melihat bekas jahitan yang sudah memudar di tubuh Mafu, dia tak bisa mencegah dirinya sendiri dari merasa bersalah. Penyebab rantai kejadian ini adalah tidak lain dari kejadian Soraru yang menembak kepala Mafu. 

Sebenarnya apa alasan dia menembak kepala adik angkatnya kala itu? Apa itu karena dia tak bisa meraih senjata lain untuk menyingkirkan Mafu darinya? Bukankah dia bisa saja merebut gunting itu dari tangan Mafu? Mungkin pilihan itu terlalu beresiko. Nyawa Soraru hanya punya waktu beberapa menit lagi. Menembak Mafu adalah satu-satunya pilihan.

Namun lihatlah apa akibatnya. Lihatlah rantai kejadian yang mulai membentang dalam takdir mereka yang penuh dengan darah.

Satu keluarga marah besar padanya, dan Soraru tidak diperbolehkan ayahnya untuk menemui Mafu ketika dia dirawat di rumah sakit. Soraru mengunci dirinya di kamarnya, tidak keluar selama beberapa minggu sama sekali. Sekolah ditinggalkan, dan dia tak hadir di pelatihan karate Kirihara. Dia makan hanya ketika tengah malam, ketika semua orang sudah tertidur dan tak akan ada yang menyadarinya. Tangisannya akan selalu menggema di sekitarnya, dan rasa bersalahnya akan terus merambat di tulangnya.

One, Two, Three, Slash!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang