Suasana malam hari tengah dipenuhi rasa cemas. Beberapa penjaga telah tersebar di tempat-tempat yang memungkinkan Adara singgahi.
Kaki kecil gadis itu tidak mungkin dapat berjalan jauh, terlebih Adara tidak membawa apa pun dari rumah Gio.
"Sudah malam, cari tempat istirahat yang dapat terhindar dari hujan dan panas." Intruksi Gio pada seluruh anak buahnya melalui earpiece.
Gio turun dari mobil, jam sudah menunjukkan pukul 03:00, artinya sudah 2 jam Gio tidak kunjung menemukan titik terang tentang keberadaan Adara.
Langkahnya menuju bangunan tua yang terlihat aman dari hujan dan panas, cahaya yang cukup terang membuat Gio tanpa sadar memasuki bangunan tersebut.
"Maaf."
Gio tersentak mendengar sebuah suara dari rooftop bangunan tingkat 3 tersebut. Gio mendongakkan kepala, matanya menelisik jauh yang ternyata terdapat seorang gadis tengah duduk di pinggir perbatasan rooftop sambil terisak.
Adara! Ya. Gio yakin, ia bisa mengenal Adara dengan jelas meskipun hanya dari siluet gadis itu.
Gio menekan earpiece. "I found it," ucap Gio memberi kabar anak buahnya.
Gio berlari menuju rooftop lantai 3 tanpa suara, ia mencoba meminimalisir suara langkah kaki agar Adara tidak menyadari kedatangan Gio. Saat sampai di belakang Adara—Gio melangkah mendekat.
"I shouldn't have left you then." Adara menangis, air matanya telah membentuk anak sungai dengan kelopak yang sudah bengkak.
"All of this is my fault," racau Adara lagi.
Melihat Adara seperti itu membuat hati Gio seperti tertusuk, ia merasa sangat menyakitkan ketika mengetahui bahwa ternyata selama ini Adara terluka.
"Aku tidak pernah menyalahkanmu," seru Gio dari belakang.
Tubuh Adara tersentak, ia segera menoleh ke belakang hingga mendapati Gio yang tengah berdiri tak jauh di sana. Gio melangkah mendekat, kemudian langkahnya terhenti di samping Adara.
"Kita tumbuh di lingkungan berbeda. Jika memaafkan hal biasa untukmu, lain hal untuk harga diriku," ungkap Gio akhirnya.
Adara menatap mata itu—mata sendu yang kembali ia lihat sejak terakhir kalinya. Adara menyeka air mata, telinganya terbuka lebar untuk mendengarkan semua yang ingin Gio katakan.
"Jangan terus menyalahkan diri sendiri, garis Tuhan memang sudah jalannya seperti ini. Di pertemukan kembali pasti ada alasannya, aku hanya mempertahankan apa yang aku punya. Aku tidak mau kejadian kehilangan dua puluh tahun yang lalu kembali terulang," jelas Gio.
"Jika ingin melarikan diri—dan tidak ingin mengenalku lagi—aku akan membawa kedua orang tuamu dan dirimu ke sebuah tempat terbaik di dunia ini. Hiduplah bahagia, tanpa aku," lanjut Gio.
Adara tersentuh, ia semakin merasa bersalah pada pria di sebelahnya. Perkataan Gio yang seolah trik hipnotis mampu membuat Adara turun dari pembatas rooftop.
"Benar, seperti yang aku bilang di awal. Kita tumbuh di lingkungan yang berbeda, jadi aku mencoba memahami bahwa kamu tidak akan cocok berada di sebelahku dengan kehidupanku yang seperti ini. Aku akan mengurus semuanya, kepindahanmu bersama orang tuamu." Final Gio.
"Kamu melakukannya karenaku, karena mereka menyakitiku," tutur Adara dengan nada lebih rendah. Kepalanya sedikit mendongak agar dapat melihat iris mata milik Gio dengan jelas.
"Aku menjaga apa yang seharusnya aku jaga. Kehilanganmu untuk kedua kalinya adalah mimpi buruk yang tidak akan kubayangkan, Adara," ucap Gio.
"Pencarian selama dua puluh tahun rasanya sebanding dengan pertemuanmu kembali meskipun harus menyingkirkan orang-orang itu," lanjutnya tidak menyesal.
"Kamu berubah," ucap Adara singkat.
Gio mengangguk membenarkan. "Hm. Pandanganku terhadap dunia memang sudah berubah, Gio yang lama telah mati. Hidup seperti ini terasa lebih menyenangkan."
"Mengetahui bahwa ibu panti tewas mengenaskan juga anak-anak panti asuhan meninggal terbakar dengan pelaku yang tidak bisa di adili membuat aku mengetahui bahwa pembalasan dendam memang terkadang diperlukan tanpa perlu campur tangan hukum negara," kata Gio.
"Hidup bersama Mama dan Papa untuk mencari dalang di balik semua kejadian panti asuhan dan mencari keberadaanmu, menemukan bahwa Kartika—orang yang selama ini aku percaya bahwa dia akan membantuku menemukanmu, justru orang yang menyiksamu selama dua puluh tahun ini," ungkap Gio menjelaskan betapa fucked up nya ia selama ini.
"Kamu kecewa aku meninggalkanmu saat itu?" tanya Adara ingin tahu.
Gio mengangguk. "Aku menolak semua yang ingin mengadopsiku agar aku bisa hidup bersamamu. Saat anak-anak lain menganggapku aneh, hanya kamu yang menganggapku sebagai anak baik. Aku menyukaimu, saat kita bermain rubik bersama di pojok ruangan."
Gio maju selangkah, menarik pinggang Adara dan memeluknya dengan erat. Wajahnya terbenam di ceruk leher Adara, sedangkan Adara menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Gio.
"Tetaplah disini. Aku benar-benar takut kehilanganmu," ucap Gio putus asa.
"Jangan pergi lagi. I only have you. Jadilah remote control atas diriku, maka aku akan menuruti semua perintahmu," ujar Gio.
Meminta Adara untuk mencari cara agar menjadi remot pengendali atas diri Gio, maka Gio akan bersikap seperti anjing yang setia.
Adara mengusap punggung Gio dengan lembut, ia bisa merasakan betapa pedulinya Gio yang pria itu coba tunjukkan.
Meskipun dengan caranya yang menurut Gio benar, tapi Adara akan mencoba menjadi remot pengendali pria itu.
"I won't go again," ucap Adara akhirnya.
Gio melepaskan pelukan, ia menatap Adara dengan senang. "Really? You promise?"
Adara mengangguk dengan senyuman lebar. Gio yang mendengarnya turut senang, ia kembali memeluk Adara dengan erat, berterima kasih pada Tuhan atas apa yang telah terjadi dan akhir yang baik.
FOLLOW nadaagr KARENA BEBERAPA PART TELAH DI PRIVATE! TEKAN TOMBOL BINTANG DI SAMPING KIRI BAWAH, TYSM!
KAMU SEDANG MEMBACA
しぬ SHINU (COMPLETED)
Misterio / Suspenso❝Maaf berarti kalah, dan yang kalah harus mati!❞ Semua orang mengenalnya sebagai monster pembunuh. Namun bagiku, dia adalah sosok pelindung. Manusia pencabut nyawa itu terperangkap dalam prinsipnya sendiri. Akankan Adara dapat menaklukkan monster te...