FORTY SEVEN

10.5K 495 32
                                    

Tiga hari lamanya Caramel berada di apartemen Arthur, dan selama itu pula Caramel sudah tidak masuk sekolah. Selama itu juga Arthur sudah terus menerus membujuk Caramel agar ia mau masuk sekolah dan kembali pulang ke rumahnya.

Karena biar bagaimanapun Arthur tetap merasa tak enak hati dengan keluarga Caramel jika gadis itu menginap di tempatnya dengan waktu yang lama. Walau sebenarnya Arthur sudah membicarakan perihal Caramel yang menginap di apartemennya pada Surya dan Galang. Namun tetap saja Arthur merasa tak enak.

Dan saat ini Arthur tengah sibuk berkutat dengan laptopnya sedangkan Caramel tengah serius membaca buku pelajaran Bahasa Inggris sambil bersandar dipunggung Arthur.

Ya, Akhir-akhir ini Caramel memang sangat rajin mempelajari materi-materi yang akan keluar di olimpiade.

Tiba-tiba perasaan khawatir kembali merasuki hati Caramel membuat gadis itu kini menurunkan buku yang sedang ia baca ke pangkuannya dan beralih menatap kosong kedepannya.

"Menurut lo, gue bakal bisa menangin olimpiade itu nggak sih?" tanya Caramel.

"Jelas bisa," jawab Arthur mantap.

"Tapi gue ragu, Thur. Gue takut gue gagal, dan kalo gue gagal nanti gue nggak bisa bikin Malvin balik lagi kaya dulu," ucap Caramel dengan nada bicara yang terdengar sangat sedih.

Arthur hanya bergeming membuat Caramel menegakkan tubuhnya dan berbalik menatap punggung Arthur kesal.

"Lo dengerin gue nggak sih?!" seru Caramel.

Arthur menghembuskan napasnya pelan lalu ikut membalikan tubuhnya agar ia bisa menatap Caramel.

"Ra, bunuh rasa khawatir yang ada dihati lo itu, jangan biarin rasa khawatir itu menguasai diri lo dan ngebuat lo jadi nggak percaya diri kayak gini. Lo pintar, lo mampu menangin olimpiade itu. Gue yakin dan percaya sama lo." Arthur memberi jeda pada ucapannya.

"Dan lo harus inget hal ini, cinta nggak pernah menuntut sesuatu, cinta itu tulus. Kalo emang Malvin bener-bener cinta sama lo dia pasti balik lagi kaya dulu tanpa lo harus susah payah menangin olimpiade itu," sambung Arthur.

Caramel menundukkan kepalanya.
"Gue takut Malvin udah nggak sayang lagi sama gue," lirih Caramel.

"Hey, angkat kepala lo. Tatap mata gue."

Caramel mengangkat kepalanya, menuruti perkataan Arthur.

Arthur memegang lembut kedua bahu Caramel seraya menatap dalam kedua bola mata gadis itu.

"Gue mau nanya, kemana sih Caramel yang punya kepercayaan diri tinggi itu? Kemana sih Caramel yang nggak pernah ngebiarin orang lain menang ngelawan dia?"

Caramel diam tak menjawab pertanyaan dari Arthur.

"Ra ayolah.. Lo nggak boleh terus-terusan murung kaya gini. Gue kangen banget sama lo yang ceria dan bawel. Lo harus bangkit ya? Gue bantu lo buat buktiin ke Malvin kalo lo itu bukan Caramel yang nakal kaya dulu."

"Janji ya lo bakal bantuin gue," ucap Caramel.

Arthur menganggukan kepalanya.
"Iya. Apapun itu gue bakal lakuin asal lo bisa kembali ceria kaya dulu lagi," ucapnya dengan nada yang lembut.

Caramel tersenyum.

"Nah gitu dong senyum, kan jadi tambah manis," goda Arthur seraya mengacak puncak kepala Caramel.

"Ah Arthur, rambut gue kan jadi acak-acakan..!" seru Caramel seraya merapikan tatanan rambutnya kembali. 

Arthur hanya terkekeh.

"Besok sekolah nggak?" tanya Arthur.

"Males," acuh Caramel.

"Hmm.. Gimana kalo besok kita jalan-jalan? Ya itung-itung refreshing otak lo buat olimpiade lusa. Siapa taukan lo jadi lebih semangat pas abis jalan sama gue," ucap Arthur dengan senyum tengilnya.

CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang