FIFTY TWO

11.6K 529 63
                                    

Arvin mengikuti Malvin yang sedang melajukan motornya dengan sangat cepat menuju sekolahnya untuk bertemu dengan Dony.

Sebelumnya Malvin sudah sempat membuat sebuah kebohongan kecil untuk mengajak Dony ke sekolah dengan alasan ada barang penting yang tertinggal di kelas. Malvin sengaja memilih sekolahnya sebagai tempat untuk memberi pelajaran pada Dony karena suasana disana yang pasti sepi karena tidak ada kegiatan belajar mengajar di hari Sabtu.

Malvin memarkirkan motornya di lapangan dengan asal lalu berjalan ke belakang sekolah dengan langkah besar. Sedangkan Arvin setia mengikuti Malvin dari belakang.

Sesampainya di belakang sekolah Malvin mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana kemudian menelpon Dony.

"Lo dimana?"

"Sabar, gue masih di jalan. Dikit lagi juga sampe."

"Cepet."

Malvin langsung memutuskan sambungan teleponnya. Tiba-tiba ia menendang tumpukan kursi yang sudah tak terpakai lagi hingga menyebabkan tumpukan kursi itu jatuh berantakan.

Arvin mendengus.
"Perasaan dia lagi nggak enak badan. Tapi kenapa sangar nya malah ngalahin gue yang sehat wal'afiat gini," gumam Arvin.

Tak lama berselang suara motor sport samar-samar terdengar. Malvin tersenyum miring, ia yakin itu pasti suara motor Dony.

"Inget Tam, lo harus tetep kontrol emosi lo. Jangan kebablasan, lo masih perlu dia dalam keadaan sadar buat jelasin semuanya" ucap Arvin yang tak mendapat sahutan apapun dari Malvin.

Dony muncul dari balik tembok dan berjalan menghampiri Malvin.

"Lah ada Arvin juga?" tanya Dony.

Belum sempat Arvin menyahut, Malvin sudah lebih dulu mengeluarkan suaranya.

"Dari mana dulu lo? Perasaan jarak rumah lo kesini nggak jauh-jauh amat," tanya Malvin seraya menyandarkan tubuhnya di tembok.

"Gue abis dari rumah Galang," jawab Dony.

Malvin tertawa.
"Abis ketemu sama Caramel maksudnya?"

"Apaan sih, Vin? Udah ayo cepetan ambil barang lo yang ketinggalan itu. Gue nggak bisa lama-lama." Dony hendak berjalan tapi tiba-tiba pergelangan tangannya dicengkram dengan sangat kuat oleh Malvin dan sedetik kemudian sebuah tonjokan mendarat mulus di rahang Dony.

"Kalo gue nanya dijawab," ucap Malvin dingin.

"Lo apa-apaan bangsat?!!" sentak Dony seraya mengelap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.

"Lo anjing yang apa-apaan masukin gue ke dalam drama brengsek lo itu!" seru Malvin dengan suara yang menggelegar.

Dony membuang wajahnya dari Malvin kearah lain.
"Lo ngomong apaan sih, Vin? Gue nggak ngerti."

Tangan Malvin mengepal semakin kuat, emosinya semakin meningkat setiap kali mendengar suara yang keluar dari mulut Dony.

"Nggak usah pura-pura bego. Lo yang udah jebak gue kan?! Lo yang ngasih obat perangsang di minuman gue pas di kelab waktu itu!!"

"Lo nggak usah nuduh gue yang enggak-enggak deh Vin," balas Dony.

Malvin mencengkram leher Dony kencang.
"Mending lo ngaku sama gue sekarang juga kalo emang lo masih masih sayang sama nyawa lo sendiri," desis Malvin.

Arvin yang menyaksikan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. Ia sudah paham betul tabiat Malvin ketika kehidupannya diusik oleh orang lain. Malvin pasti tidak akan segan-segan menghabisi orang itu.

CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang