-oOo-
"Bahkan jika pertemuan itu hanyalah lelucon. Aku mungkin sudah tertawa sekarang. Tapi kenapa aku tertawa karena aku bahagia, bukan karena sebuah lelucon?"
-oOo-
Angin berhembus melewati kaca jendela seorang lelaki yang tengah terlelap. Ia memakai kaos oblong menampaki deretan otot lengan yang terlihat menggunung. Hembusan angin membuat indra perabanya terhempas dan ia bergidig bangun. Setelah merapihkan dirinya dan merasa sudah terlihat tampan, ia masuk ke mobil dan melaju ke kampus.
Hari itu memang hari minggu. Tak ada kegiatan di kampus selain anak UKM olahraga pilihan dari tiap fakultas. Zean turun dari mobil. Terlihat kedua kurcacinya, Gion dan Yuda sudah menunggunya dengan melipat kedua tangan mereka ke dada.
"Anjir telat! Tumben?" Yuda melirik senyum Gion, mereka memang tengah mengejek Zean yang baru kali ini terlambat.
"Bantu Mama dulu gue. Ayo ke ruang ganti."
Tas besar Zean soren di pundak, mereka melangkah menuju ruang ganti pakaian.
"Gi, besok ada tanding basket antar fakultas. Lo tau kan, saingan berat kita setahun ini anak sosiologi."
Zean sibuk mengikat tali sepatunya.
"Ah lo, jangan bilang lo takut sama anak sosiologi."
"Hey melek dong. Kita pernah dimaluin mereka, kita pernah kalah."
Perdebatan antar Yuda dan Gion membuat Zean mengerutkan dahinya.
"Anak sosiologi?"
Zean terdiam, matanya terfokus ke lantai dan sepertinya ia memikirkan sesuatu.
"Oh iya Ze, gimana urusan lo sama cewek jersey itu?" Pertanyaan Yuda membuat Zean malah terkekeh.
"Kenapa lo? Jangan-jangan lo ke sambet sama dia, iya gak Gi? Hahaha."
"Lo kira dia kunti ke sambet. Tapi bener sih, dia galak banget gila, kayaknya tuh hidupnya penuh prinsip. Tapi prinsipnya dia itu yang bikin jengkel."
Setelah berbicara panjang lebar, mereka mulai memasuki area lapangan. Kali ini bukan untuk tanding, tapi mereka juga adalah salah satu pengajar eskul sewaan kampus. Pelatih eskul Suardana memang terbatas dan mengharuskan Zean, Gion juga Yuda ikut turun mengajar anak semester awal atau semester sama seperti mereka. Mereka adalah calon-calon dokter, tapi mereka bisa memperioritaskan waktu mereka sebaik mungkin untuk bisa memajukan kampus.
Mereka memang tercatat sudah banyak meraih piala-piala ajang olahraga kampus bergengsi. Mereka juga pernah ikut perlombaan uji kimia perwakilan fakultas mereka. Pantas mereka digandrungi para mahasiwa-mahasiswi berbagai fakultas.
Terlihat Hani, Roy, Denis juga Liona memasuki area lapangan aktif untuk ikut sosialisasi sebelum eskul berlangsung. Roy dan Denis memisahkan diri ke lapangan sepak bola tempat eskul pilihan mereka. Sementara, Hani ke kubu badminton dan Liona sendiri ke kubu tenis. Sungguh, ia ingin mengikuti seluruh olahraga yang dieskulkan, tapi hanya bisa satu untuk memilih.
"Baik, setelah kita pemanasan, sekarang kita belajar untuk memegang raket. Setiap pukulan tentunya tidak mudah tergantung juga bagaimana tehnik atau cara kita memegang raket." Ucapan sang coach membuat Lio terfokus dan mengikuti setiap gerakan yang diajari.
Sementara, di kubu basket banyak mahasiswi yang malah kegirangan setelah tahu pengajar mereka adalah ketiga calon dokter tampan kampus Suardana. Mata Liona memicing fokus pada kubu basket. Terlihat memang Zean begitu ramah ketika ia mengintrupsi mereka.
"Untuk mahasiswi, silakan kalian bisa masuk ke kubu sebelah sana. Dan untuk mahasiswa, nanti gua ajarin tehnik shooting yang benar juga mendribling bola yang benar."
"Siap bang."
Tak sadar, Liona terkena pukulan bola kasti saat ia melamun.
"Aduh, maaf ya kak maaf." Seorang perempuan yang tengah diajar adalah sang pemukul bola yang jatuh ke kepala Liona.
"Liona, kalau belajar itu yang fokus. Kalau kamu niatnya melamun, gak usah ikut eskul. Sini kamu!"
Coach memarahi Liona saat itu juga, ia langsung diberi raket oleh Coach Husni.
"Apa Coach?"
"Saya dengar kamu bisa segala macam olahraga, ayo tanding sama saya."
"Apa coach? Maaf siapa yang bilang ya?" "
"Noh temen kamu di kubu football."
Liona melotot tajam pada Roy yang berada di lapangan sepak bola, agak jauh dari pandangannya.
"Sialan, Roy malah jebak gua," batinnya.
Liona maju ke lapangan untuk tanding dengan coach, memang ini sangat memalukan tapi ia tak ingin ditendang diawal karena sudah membangkang.
"Anjir, tugas presentasi gue aja belum kelar. Gue masih punya memar gara-gara Muay Thai, kalau gue kepukul bolanya coach Husni, gue pasti babak belur karena diomelin ibu." Mata Lio terfokus pada Pak Husni.
Mereka memulai pertandingan, tak ada kata sulit untuk Lio bertanding dengan Pak Husni, ia memang sudah menggemari tenis bahkan sejak ia SMP.
"Bagus. Pukulan bagus." Pak Husni mengajarinya seraya terus menimpali pukulan Liona.
Di ujung mata memandang, kedua mata menatap Liona tengah bermain dari kejauhan.
"Itu bukannya si cewek jersey? Jago juga dia ya, bisa lawan coach Husni yang orangnya keras ke kumis-kumisnya." Gion memegang pundak lebar milik Zean.
"Cewek bermulut duri." Ucapan tak sadar Zean membuat Gion dan Yuda menoleh padanya.
"Apa lo bilang?"
"Oh nggak kok. Apaan sih kalian malah ngintipin cewek, ayo lanjut."
"Anjir lo bilang begitu. Lo kan yang pertama liatin si cewek jersey itu. Gue tau dia bukan banget tipe lo. Noh urusin aja si Delisa!"
Zean memang banyak digosipi dekat dengan rekannya. Namanya Delisa. Delisa juga mahasiswi Kedokteran, ia begitu cantik, bertubuh langsing, juga mempunyai marga yang bukan dari kalangan biasa. Maka dari itu, banyak yang bilang bahwa Zean adalah pasangan yang cocok untuk Delisa.
Jangan pelit Vote.
Voment Geis thx💛💛💙
KAMU SEDANG MEMBACA
OFFICIALLY MISSING YOU
Teen FictionHilang dan Rindu. Dua kata berbeda, tapi memiliki makna yang sama. Kehilangan. Itulah yang dirasakan Liona, mahasiswi Sosiologi yang tengah merasakan kilas balik saat bertemu dengan mahasiswa calon dokter bernama Zean. Pingsannya Liona di lapangan b...