43. Pacar?

396 23 0
                                    

-o0o-

Manusia menjadi bodoh hanya karena mengikuti pemikiran negatifnya.

-o0o-

Air mata berjatuhan di tiap jalan yang Liona pijak. Sampai kakinya mendarat di sebuah lapangan kampus. Lio ingat sekali bagaimana detiknya ketika ia bertemu kembali dengan Zean di lapangan basket. Dan ia begitu ingat ketika ia bertanding bola bersama dengan Zean waktu itu. Lio berusaha menghapus air matanya.

"Itu bukan Zean. Ya, lo harus positif thinking Lio!" Ia bergumam menguatkan hatinya.

"Iya itu bukan Zean. Apaan sih nih air mata keluar mulu dah, sebel gue." Lio berusaha mengucak matanya. Ia terduduk di dasar tanah dengan rumput yang begitu hijau. Lio melamun dan meratapi peristiwa itu. Matanya mulai berkaca lagi.

"Gue bahkan belum sempat melunasi hutang kebaikan lo. Gue udah rencanain banyak hari buat kita main bareng lagi. Gue bahkan mencatat semua apa yang pernah kita lakuin di sepuluh tahun yang lalu. Jujur aja gue munafik sama diri gue sendiri. Dan gue bahkan belum menanggapi pernyataan lo malam itu. Tapi, apa yang harus gue jawab kalau itu bukan pertanyaan?"

Lio menundukkan kepalanya menyentuh tangan yang ia sandarkan pada lutut. Terdengar gesekan sepatu yang menghampar daun dengan tenang.

"Tinggalin gue sendiri Han, lo pulang aja duluan. Gue udah berpikir positif kok," ucap Lio tanpa melihat seseorang yang tengah berdiri di belakangnya.

"Kalau lo pikir itu pernyataan. Apa bisa gue bertanya sekarang? Lo mau jadi pacar gue?"

Suara laki-laki mengejutkan Liona. Ia segera berdiri dan menoleh dengan cepat.

"Ze ... Ze ... Zean? Lo ... lo kan ..."

"Korban kecelakaan?"

"Ta ... ta ... tapi ... tadi ..."

Mata Liona memencar menatap Zean dari ujung kepala hingga kakinya. Memang, terlihat sepercik darah di bajunya. Tapi yang Lio lihat, kondisinya sangat baik.

"Gue emang ada di peristiwa kecelakaan tadi. Tapi bukan gue yang jadi korban. Gue nolongin anak Sastra yang jadi korban itu. Sorry ya, lo pasti gak enak liat darah begini."

Mata Liona berkaca. Mulutnya mulai mengerucut.

"Ze, tangkep!" Roy melemparkan sebuah bola pada Zean dengan cepat. Ada Hani dan Roy menghampiri mereka dari jarak jauh.

"Jadi ... jadi lo ..." Lio masih terbata kaget.

"Jadi lo ... mau jadi pacar gue? Apa sekarang gue boleh anggap lo lebih dari teman?"

Zean menendang bola ke arah Lio. Bola itu tepat berhenti di depan kaki Liona.

"Kalau mau, lo bisa tendang balik itu ke gue." Zean masih terlihat menunggu jawaban Lio dengan kecemasan. Lio mengambil bola itu tanpa ia tendang balik ke arah Zean. Zean, Roy dan Hani pun melotot kaget.

"Lio bego banget sih. Nunggu apa lagi coba?" Roy sudah sangat jengkel karena sikap Liona. Lio melemparkan bola itu dan Zean dengan sergap menangkapnyan.

"Perasaan itu harusnya dilempar balik, bukan ditendang untuk menjauh." Ucapan Lio membuat Zean melotot kaget. Ia menarik senyum begitu lebar karena sudah pasti Lio menerima cintanya.

"Lo serius?" tanya Zean sekali lagi memastikan bahwa perasaannya adalah benar. Lio menganggukan kepalanya beberapa kali dengan senyum.

"YES!" Zean mengapungkan bola dan menendangnya dengan girang.

OFFICIALLY MISSING YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang