42. Dia atau bukan?

398 25 0
                                    

-o0o-

Aku berharap semua akan baik-baik saja.

-o0o-

Masih di area kampus. Gion dan Yuda hendak mampir ke sebuah cafe dekat gedung sosial kampusnya. Tiga orang berjalan dengan santai menuju tempat yang sama. Kedua orang terlihat terus bertengkar sepanjang jalan. Siapa lagi kalau bukan Roy dan Hani. Mereka saling mengganggu satu sama lain. Roy sibuk untuk mencabut sehelai rambut Hani yang jengkel atas sikapnya. Sementara, Liona hanya tertunduk fokus untuk berjalan.

"Wey!" Sambutan Gion membuat mereka terhenti kaget.

"Hei bro! Mau ke mana lo pada?" tanya Roy begitu sumringah.

"Ngopi dulu kita, ngantuk banget ini dari pagi."

"Njir, sama lah. Btw, most wanted ke mana?"

"Most wanted? Maksud lo Zean?" tanya Yuda terkekeh karena pertanyaan Roy.

"Zean ke Thailand. Mau ada urusan keluarga katanya."

"Anjir. Tuh anak kenapa gak ngajak-ngajak gue dah. Wah harus minta oleh-oleh nih gue kalau dia pulang," ucap Roy.

Hani lantas mentakol kepala Roy.

"Apaan sih lo! Gak jelas banget." Hani menyenggol Roy, dan matanya melirik Liona aneh. Lio sendiri, ia hanya terdiam.

"Mending kalian join aja sama kita. Gue traktir," ucap Gion membuat mata Roy begitu melebar bahagia.

"Kuy kuy kuy." Roy sendiri berjalan cepat untuk segera memasuki cafe. Sementara, Liona masih terdiam ditemani dengan Hani.

"Lo gak masuk?"

"Oh, ayo masuk."

Beberapa orang tengah bercanda, saling melempar pernyataan, pertanyaan juga membahas perihal kampus bersama. Dan hanya ada satu orang yang terdiam dan sibuk untuk menggoyangkan cangkir kopinya. Ya, dia Liona.

"Lo kenapa diem sih?" bisik Hani.

Yuda sedari tadi memang sudah memperhatikannya. Ia pun tahu maksud dari hal itu. Yuda tersenyum lebar ketika melihat Hani yang terus berbisik pada Liona.

"Yon, boleh gue pesen satu gelas lagi gak?"

"ROY! Malu-maluin doang ngajak lo!" Hani merasa sudah jengkel dengan pemburu gratisan seperti Roy.

"Oh gak apa-apa, pesen aja brew. Selagi kita bisa ngobrol-ngobrol. Jam kosong masih lama juga kan?"

Ditengah perjalanan pulang, Roy bersiul menganggu gendang telinga Lio.

"Berisik lo, bisa diem gak sih?"

"Mulut-mulut gue! Emm, kira-kira si Zean pulang kapan ya? Gue kan udah nitip oleh-oleh sama dia."

"Bisa gak sih, lo buang jauh sikap celamitan lo itu untuk hari ini aja?"

"Dan lo bisa gak sih jangan bohongin perasaan lo terus-terusan. Kasian anak orang."

"Beda konsep! Jangan ngomong apapun."

Roy menyeringai senyum menatap Lio lewat spion motornya.

Di kamar, Lio resah sendiri. Ia terus menatap layar ponselnya dengan tenang.

"Kenapa gue ngerasa cemas ya? Kenapa hati gue ngerasa gak enak gini? Kenapa gue terus kepikiran sama Zean? Lio, Abi dan Zean emang beda tapi dari kedua nama itu memiliki raga yang sama. Dan ternyata, hatinya masih sama. Gue begitu takut, kalau gue akan ngacak-ngacak urusan hidup lo dan menganggu lo tiap saat seperti dulu. Tapi, kepergian lo dulu benar-benar bikin gue sedih dan masih gue rasain sampai sekarang. Kenapa lo pergi saat ini rasanya sama seperti ketika lo pergi ninggalin gue 10 tahun yang lalu?" Lio bergumam seraya terus menatap monitor ponselnya malam itu.

OFFICIALLY MISSING YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang