-o0o-
Aku seperti orang bodoh. Tak mengerti apa yang aku rasakan saat ini. Kenapa ini sangat mengganggu?
-o0o-
Sampai di penghujung malam, Delisa dan Zean keluar dari resto.
"Tunggu Ze!" Delisa menghentikan langkah Zean memasuki mobilnya.
"Ada apa? Gue udah menuhin permintaan lo buat dinner sesuai kesepakatan kita."
"Apa lo gak mikirin perasaan gue sedikit aja? Selama ini gue selalu ada buat lo Ze. Gue berusaha supaya lo anggap. Tapi apa? Lo mau ngelakuin apapun buat Liona gak di Drop Out dari kampus karena dia sempat nampar senior. Lo rela memohon ke senior itu demi Liona. Padahal, Liona udah terlapor ke pihak kampus dan Suardana sebenarnya gak terima ada mahasiswanya yang berbuat onar macam Liona. Dia cewek biasa, gak bisa apa-apa, dan terlebih lagi dia anak sosiologi."
"CUKUP! Udah? Bahas tentang Liona? Kenapa lo selalu ngerasa lebih tinggi dari orang lain? Dan gue cukup tau Del, kalau selama ini lo juga terlibat dalam kasus fitnah video itu!"
Mata Delisa seketika melebar dan tangannya mulai gemetar tak karuan.
"Udah cukup drama lo selama ini Del. Ya, lo emang selalu baik sama gue tapi cara yang lo lakuin itu salah."
"Gue gak-- gue gak--"
"APA SALAHNYA SIH LO NGAKU?" Zean menggubris Delisa dengan nada keras meninggi membuat Delisa seketika mengeluarkan air matanya tak habis pikir.
Akhirnya, Zean membongkar perlakuan Delisa padanya. Selama ini, ia sebenarnya mencari waktu untuk mendesak Delisa dengan memenuhi segala ajakan Delisa padanya. Ya, Zean diberitahu malam itu bahwa Delisa pun terlibat dalam kasus itu. Sungguh wanita cerdik yang bisa menutupi kesalahannya dengan sangat apik.
"Lo udah buat Rizal keluar, tapi asal lo tau, sebelum Rizal benar-benar pergi dia sempat ngomong sama gue kalau lo adalah dalang semua ini tapi Rizal rela buat lo tetap ada di kampus ini karena asal lo tau, Rizal cinta sama lo Del."
Delisa melotot tajam mendengar perkataan Zean.
"Tapi gue lakuin semua ini supaya gue bisa deket sama lo Ze. Gue cinta sama lo!"
"CINTA?" Zean emosi, nada bicaranya kasar. Zean mendekati Delisa, menatap wajah meringisnya ingin dikasihi. Namun semuanya adalah palsu bagi Zean.
"Gue, gak pernah cinta sama orang munafik dan licik macam lo DELISA!" Zean pergi meninggalkan Delisa yang terkapar jatuh karena kaget dengan sentakan Zean tiba-tiba.
Sampai di rumah, Zean membanting kasar tasnya ke kasur. Ia lantas duduk memegangi kepalanya yang begitu terasa nyeri. Ponsel berdering.
"Gimana Ze? Udah lo ungkap tentang Delisa?"
"Semua udah kelar. Tapi ada satu hal yang buat hati gue belom lega."
Sambungan telepon dari Yuda membuat Zean malah mengeluarkan air matanya.
"Besok, gue sama Gion harus tau. See ya bro."
Zean melempar perlahan ponselnya ke kasur. Sial, kepalanya digerayangi dengan perkataan Raja untuk Liona. Kenapa hal itu membuatnya merasa begitu aneh. Padahal, harusnya yang ia pikirkan adalah kasus itu yang menyangkut Delisa, perempuan yang selalu mengikutinya setiap saat itu. Tapi, bagi Zean saat ini, pertemuannya dengan Liona dan Raja lah yang membuatnya cemas tak bermaksud.
Sekitar jam 20.30, Liona tak kunjung pulang. Bu Lani mulai cemas dan menelpon semua teman Liona termasuk Roy dan Hani. Mereka menelpon Raja, bahkan Raja pun tak tahu menahu. Setahunya, Lio memang melarikan diri dari dirinya sejak ungkapan perasaannya itu. Raja cemas dan berujung untuk ikut mencari Liona. Bahkan mereka bertiga ke kampus malam-malam hanya untuk mencari Lio.
"Anjir, ujan. Gimana ini cuy?" Mata Roy memicing karena air hujan mampu membuat penglihatannya sedikit tidak baik.
"Lo berdua tunggu di minimarket, gue mau ambil mobil."
"Lo bilang kan, lo parkir jauh dari sini Ja," ucap Hani yang sudah begitu cemas.
"Paling 7 menitan lah. Belum tengah malam juga."
Di pertengahan hujan, Roy dan Hani terlihat meneduh di minimarket.
"Lio anjir dah. Segala ilang kek bocah. Nyusahin aja. Mana dingin lagi."
Hani masih berpikir, siapa orang yang memang dekat dengan Lio akhir-akhir ini yang bisa dihubungi untuk mengetahui keberadaan Liona sendiri.
"Zean!" Ucapan Hani membuat Roy yang bibirnya sudah membiru menoleh cepat padanya.
"Telpon telpon cepet. Pengen cepet tidur nih gue," tukas Roy.
"Gue gak ada nomornya."
"Ah bodoh banget sih! DM DM!"
"Lamaaaaa."
"Gue do'ain Zean lagi megang hp," jawab Roy.
DM dari Hani pun berhasil. Benar saja, Zean tengah asik mengitari aplikasi bernama instagram malam itu.
"Hanihaniya? Siapa nih? Temen Lio?"
Beberapa detik kemudian, Zean mulai membuka DM dari Hani.
"APA? LIO HILANG? GAK BERES NIH." Zean lantas mengambil jaket kulitnya berwarna hitam. Ia mengambil kunci mobil dengan tergesa.
"Ze, mau ke mana?" tanya Bu Rosi cemas melihat Zean begitu tergesa.
"Ada perlu Ma bentar."
"Kan di luar hujan."
"Oh iya. Pinjem payung ya Ma." Zean mengambil payungnya dan lantas melangkah keluar.
Sampai Zean di minimarket tempat Hani dan Roy berteduh.
"Lo bilang Raja juga lagi cari? Di mana dia?"
"Tadi dia nelpon kalau mobilnya mogok kena banjir di persimpangan jalan itu," jawab Hani.
"Gue liat Lio di resto doang."
"Lo tau kalau Lio dinner sama Raja?" Pertanyaan Roy digubris Hani.
"Gue udah cari di sekitaran sana gak ada."
Zean mulai membuka payungnya dan hendak melangkah.
"Heh ketua BEM. Mau ke mana lo?" teriak Roy.
"Kalau cari pake mobil gak bakal ketemu."
"Bener sih, siapa tau Lio ke1cemplung di got, gak keliatan. Wah bisa jadi tuh."
"Uh lo! Bisa-bisanya lo ngelawak di situasi kayak gini."
Hani terus mendumal dan mentakol kepala Roy.
VOMENT GESS THANK U
KAMU SEDANG MEMBACA
OFFICIALLY MISSING YOU
Teen FictionHilang dan Rindu. Dua kata berbeda, tapi memiliki makna yang sama. Kehilangan. Itulah yang dirasakan Liona, mahasiswi Sosiologi yang tengah merasakan kilas balik saat bertemu dengan mahasiswa calon dokter bernama Zean. Pingsannya Liona di lapangan b...