17. Karena Dia?

482 43 8
                                    

-oOo-

"Dengan mata kau asing, tapi tidak dengan perasaan."

-oOo-

Kedua mata terlihat menutup. Sedangkan ponsel terus berdering begitu nyaring di atas nakas. Sebuah nomor tanpa nama terihat di monitor ponsel Liona. Dengkuran halus masih terdengar dari Liona walau waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi.

"Lio HP kamu bunyi terus tuh, siapa tau yang nelpon penting." Bu Lani masuk membawakan segelas teh hibiscus untuk Liona.

Kecemasan Bu Lani perihal kesehatan puteri satu-satunya sangat besar. Maka dari itu, Liona sering sekali dibuatkan herbal untuk menjaga kesehatannya. Sungguh, orang yang bermarga ibu adalah orang yang paling peduli dengan anaknya walaupun sering sekali dibuat kesal.

"Hoaammmm. Paling juga Roy, kalau gak Hani bu," ucap Lio. Ia membangunkan tubuhnya, rambutnya masih terlihat kucal.

"Mandi, turun cepet. Ibu udah siapin sarapan. Minum tehnya jangan lupa."

"Emmm, makasih ibuku cantik." Liona tersenyum menampakkan seluruh giginya depan sang ibu.

Beberapa menit kemudian, ia sudah terlihat rapih untuk semuanya. Sarapan telah diselesaikannya. Sebenarnya, Liona masih sangat trauma untuk datang ke kampus. Semalaman ia dilema, antara harus minta maaf atau hanya berdiam menatap wajahnya terus terpampang di blog universitas dan Dekan pasti akan memanggilnya hari ini. Seperti biasa, Lio berangkat dengan Roy, ojek setia yang selalu siap untuknya.

"Roy, gue ..."

"Mau bolos?"

"Ah elah, kenapa sih lo tau pikiran gue?" Liona mengerutkan dahinya kesal di belakang Roy yang tengah mengendarai motornya.

"Hadapin aja Li. Jangan takut."

"Lo mau temenin gue?"

"Males!" Roy terkekeh membuat Liona semakin kesal.

Sampai di kampus, Liona terus bersembunyi dibalik badan Roy.

"Apaan sih lo! Gue mau ke kelas nih. Nilai absen gue setengah terus gara-gara telat!"

"Temenin gue ke si Marion Roy!" Liona mengguncang lengan Roy dengan manja.

"Minta temenin si Hantu noh. Gue serius dosen gue udah di kelas, gue cabut!" Roy berlari meninggalkan Liona yang masih menyembunyikan wajahnya di sepanjang koridor.

Di ujung sana, terlihat Hani yang berlari menghampiri Liona dengan terus memanggil nama gadis berambut panjang yang tertunduk sedari tadi.

"Li .. Li gue punya berita terbaru." Hani terengah-engah seraya memegangi ponselnya yang masih menyala.

"Apaan sih lo. Jangan panggil gue keras-keras. Udah tau gue lagi menghindar." Lio terlihat risih.

"Nih, berita tentang lo udah dihapus dari blog kampus." Ucapan Hani membuat Liona melotot kaget. Ia lantas mengambil paksa ponsel di tangan Hani, memeriksa apakah benar perkataan yang Hani lontarkan. Lio menatap pekat monitor ponsel Hani.

"Iya bener. Marion yang lakuin? Gue kan belum minta maaf." Lio masih kebingungan, padahal beberapa hari sebelumnya ia diasingkan satu fakultas. Tapi hari itu, tak ada satupun mahasiswa yang menatapnya sinis ataupun menyindirnya dengan kata yang kasar.

"Liona. Lo dipanggil Marion tuh di deket taman." Salah satu mahasiswi menghampirinya.

"Marion? Di taman?" Liona bertanya serius.

"Mau gue temenin?" Hani cemas.

"Gak usah. Biar gue sendiri."

Lio melangkah pergi menuju taman. Matanya memencar ke sekitar, tak ada satu pun mahasiswa-mahasiswi yang berlalu lalang. Terlihat satu orang gadis berdiri membelakanginya dengan kedua tangan terlipat di dada. Marion berbalik badan menatap datar seorang Liona yang terlihat canggung.

OFFICIALLY MISSING YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang