Chapter 38| 🦕

423 45 34
                                    

Ddrrt

Ddrrt

Sebuah bunyi panggilan dari handphone nya kembali berdering memecahkan suasana yang berada di ruangan tersebut.

Woojin yang memegang handphone nya langsung melirik nomer yang berada di layar handphonenya.

'Nomer yang sama ... nomer siapa ini ?' benak Woojin mengerutkan dahinya.

Sungguh ia tak pernah mengenal nomer itu sebelumnya.

Dengan sedikit ragu Woojin pun mengangkat telefon tersebut.

"Hallo"

"..."

"Kau !!"

"Diamlah ... berisik ... dengarkan aku baik baik jangan membantah ataupun menyelak perkataan ku ..., kau tak usah bertanya padaku mengenai dari mana aku mendapatkan nomermu, yang perlu kau ketahui hanya lah informasi ku setelah ini,"

Woojin terdiam, sekilas ia menatap Jihoon yang ternyata sedang memerhatikan raut wajah dirinya.

'Tenanglah Woojin ... kau harus mampu mengontrol wajahmu,' monolog Woojin dalam benak.

Seulas senyuman di paksakan Woojin perlihatkan pada Jihoon berusaha membuat Jihoon tidak cemas ataupun khawatir.

Degupan jantung Woojin sebenarnya ingin memberontak.

Jauh di dalam lubuk hati Woojin, ia sangat merasakan kegelisahan mengenai apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh orang diseberang telefonnya.

Tak lama sebuah informasi yang bisa dikatakan 'penting' benar benar terdengar jelas ditelinga Woojin.

Ingin rasanya Woojin mengumpat dan memaki orang diseberang telefonnya, jika saja ia tak mengingat bahwa Jihoon masih berada di samping nya terduduk manis, dengan tangannya yang menggenggam dirinya.

Sesekali Woojin berusaha tersenyum, menahan nafasnya menatap Jihoon.

Tak lama setelah orang yang di seberang telefon tersebut memberitahukan hal panjang dan sangat penting, orang itu memutuskan sepihak telefon tersebut, tanpa sempat Woojin berkata apapun.

'Sial ... —' umpat Woojin menggantung dalam benak, sambil melirik jam yang bertengger di tangan kiri nya.

'Dua jam lagi,' benak Woojin sambil meneguk saliva nya kasar.

Dengan sedikit kalut yang ia tutupi sendiri, Woojin mengusap tangan Jihoon lembut, dan memeluk Jihoon secara tiba tiba.

Awalnya Jihoon kaget dengan perlakuan Woojin yang tiba tiba, belum lagi dengan wajah nya yang bersemu merah, namun tak lama Jihoon sudah terlena, dan merasa nyaman dengan posisi itu.

Sepertinya pelukan Woojin sekarang menjadi sedikit candu untuk Jihoon saat ini.

'Ugh ... aku menyukai pelukan Woojinie ..., tapi ada apa dengan Woojinie ? Mengapa tiba tiba memelukku setelah selesai menelfon seseorang ? Apakah ada kabar buruk yang menimpa keluarga nya sehingga ia ingin menutupi kesedihannya dengan memelukku ?' Polos Jihoon dengan segala pemikiran singkat nya, tanpa berfikir sedikit pun bahwa telefon itu memungkinkan sebagai bentuk sebuah ancaman menyangkut dirinya.

Dengan gerakan pelan Jihoon mulai mengusap punggung Woojin pelan, seolah dirinya sedang menenangkan Woojin.

"Woojinie ... sedang sedih ya ? Apakah tadi telefon dari keluargamu ? Jangan sedih Woojinie ... disini ada hoonie...," ucap Jihoon.

Mendengar ucapan Jihoon spontan membuat nya sedikit terhibur. Ia tak menyangka bahwa Jihoon sangat polos dan tak memahami sekeliling yang sebenarnya sedang ia hadapi, seolah keadaan disekeliling nya dalam keadaan benar benar aman tentram.

Woojin sedikit mendengung dan berbisik di telinga Jihoon pelan bahwa dirinya tahu bahwa Jihoon akan selalu ada untuknya, dan tak lupa Woojin mengucapkan terimakasih pada Jihoon akan hal tersebut.

Lagi lagi wajah Jihoon yang putih kembali berubah warna bersemu merah dibuatnya.

Sejenak Woojin menetralkan deru nafasnya dan melonggarkan pelukannya menatap Jihoon dengan tatapan sedikit serius, namun tentunya tidak membuat Jihoon menjadi cemas ataupun khawatir, yang walaupun keadaan sebenarnya memang membuat Woojin sendiri tak yakin akan keadaan sebenarnya yang telah ia dengar dari si penelpon tersebut.

"Hoonie ... boleh kah aku meminta izin padamu setengah jam untuk keluar dari ruangan rawat inap mu ? aku memiliki sedikit keperluan ... tapi kau tenang saja ... kau akan tetap aman selama setengah jam aku tak bersamamu, sebab hyung mu telah menyiapkan bodyguard diluar ruangan ini," ucap Woojin tenang namun serius menatap manik Jihoon.

Jihoon terdiam, pandangan maniknya kini benar benar menatap manik Woojin lekat mencari kebenaran serta keseriusan perkataan Woojin.

Setelah ia merasa yakin, barulah Jihoon menganggukan kepalanya perlahan dan mengatakan pada Woojin bahwa ia mengizinkan Woojin meninggalkan dirinya setengah jam kedepan, namun tentunya tidak lebih dari itu.

Jihoon tak ingin lama lama ditinggal sendirian disana, walaupun ia sadar bodyguard dari Jungkook pasti akan menjaganya, namun tetap saja penjagaan Woojin padanya lebih membuat dirinya jauh merasa lebih aman, sebab sejujurnya sampai saat ini Jihoon masih saja teringat akan trauma penculikan yang pernah terjadi padanya, yang mengakibatkan ia harus berpisah dengan orang orang yang ia sayangi.

"Terimakasih sayang !" pekik Woojin senang sambil mengecup kening Jihoon.

Seketika Jihoon kembali terdiam dengan degupan jantung nya yang saling bersaut sautan satu sama lain.

'Apa ? Sayang ? Aku tak salah mendengar bukan ?' benak Jihoon dalam hati.

'Bodoh ! mengapa aku jadi tak bisa mengontrol diriku sendiri seperti ini ?' ucap Woojin dalam benak merutuki kebodohannya.

Ia tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya yang selalu merasa Jihoon seolah memang sudah menjadi miliknya.

Dengan cepat Woojin beranjak dari bangku nya, meninggalkan Jihoon yang masih membeku bergeming di tempatnya.

Baru saja Woojin melangkahkan kaki nya beberapa langkah menjauhi Jihoon, Woojin menghentikan langkah kaki nya dan kembali berbalik menghadap Jihoon yang masih setia duduk di ranjang nya itu.

Langkah kaki Woojin tiba tiba saja berubah menjadi berlari kecil menghampiri Jihoon sambil memeluk dan mengecup bibir Jihoon cepat.

"Tunggu ... aku !" ucap Woojin singkat yang setelah nya langsung meninggalkan Jihoon yang masih terdiam belum dapat mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Butuh beberapa menit bagi Jihoon untuk mencerna apa yang sedang terjadi.

Tangan Jihoon yang bebas kini bergerak mengusap bibir nya perlahan, dan mulai mengingat tindakan apa yang dilakukan oleh Woojin selama dirinya berada di rumah sakit.

"Huaaaa !!! Hoonie bodoh ... Woojinie sepertinya sudah mengatakan perasaannya padaku ... mengapa hoonie baru sadar ... huhuhu," pekik Jihoon keras dengar suara nya menggelegar terdengar memenuhi ruangan rawat inap nya.

"Ada apa Tuan ?" tanya salah satu bodyguard yang tiba tiba saja masuk kedalam ruangan rawat inap Jihoon setelah panik mendengar pekikan keras dari suara Jihoon.

Seolah tak mendengar suara bodyguard tersebut, Jihoon hanya sibuk menangkupkan wajah nya sambil tersedu sedu menangisi kebodohannya.

"Huaaaaa ... hoonie bodoh .... Woojinie ...," isak Jihoon merutuki dirinya sendiri.

..........

TBC

Chapter ini seya buat khusus moment 2PARK ya .... 😊😊😊

Semoga kalian suka 😁😁😁

See you next chapter

Leave comment and vote ....

.
.
Seya

CRYPT [2PARK][END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang