Rald hampir menangis lagi karena rambut di kepala kakaknya hitam semua. "Yang mana?"
"Tekan apa ajaaa!! Buruaaan!!"
PLAK! Garnet kena timpuk.
"Bundaaa... Lald mau pipiiis," teriak Rald sambil lari masuk rumah. Garnet yang pusing berjongkok kesakitan sambil memegangi telinga. Setan kecil! Gendang telinganya juga bisa pecah kalau ditimpuk keras begini!
Bau adonan yang dipanggang tercium dari jendela dapur. Sambil memiringkan kepala memegangi telinga, Garnet berjalan masuk ke rumah. Senandung lagu Grow Old With You-nya Adam Sandler mengalun pelan dari dapur. Bunda sering bersenandung lagu itu sampai diulang-ulang karena suka tapi tidak hafal liriknya.
"Bisa naikin sendiri celananya?"
"Bisa," jawab Rald sambil bersusah payah.
"Piiinter anak Bunda. Sun dulu, Sayang!"
Garnet mengangkat kendi air tinggi-tinggi dan menuang isinya ke mulut seperti pancuran. Meskipun Ayah baru beli kulkas, dia lebih suka minum air dari kendi tanah liat karena rasa sejuknya pas.
"Bikin apa, Bunda?" tanya Garnet mengintip isi oven yang ditaruh di atas kompor.
"Bikin salt-cake," jawab Bunda bersemangat sambil menggendong Rald ke kursi meja makan. Garnet lalu duduk di meja makan, menonton Bunda menyiapkan olesan sambil lanjut bersenandung. Dia suka nonton Bunda bikin kue. Mungkin karena Bunda cantik sekali waktu sedang senang. Bunda selalu kelihatan senang waktu sedang masak.
"Salt-cake?" Garnet merasa asing. "Dikasih garam kuenya?"
"Iya. Resep baru Bunda. Coba nanti kamu jadi testernya."
"Kalo bikin resep yang bener, Bunda. Masa kue dikasih garam?"
"Mungkin aja bisa gurih-gurih enak. Keju kan juga asin, tapi bisa bikin kue jadi enak."
Bunda tidak sengaja melihat telapak kaki Rald yang berdarah. "Lho, ini kenapa?" kata Bunda cepat-cepat meninggalkan meja. Garnet yang baru ingat langsung lari ke ruang praktek Ayah. Dia panik mencari antiseptik, betadin, dan perban. Gawat plesternya kelupaan!
"Nih, Bunda. Tadi Rald nginjek duri besar di telaga," Garnet berlutut di sebelah Bunda.
"Kamu sama Rald dari telaga?" Bunda kaget. "Kamu bolos?"
Garnet tidak menjawab. Dia sibuk menuang antiseptik ke kapas.
"Kenapa, Sayang?" tanya Bunda sabar. Garnet tidak berniat untuk bercerita.
Ketegangan terusik waktu tiba-tiba Rald menjerit-jerit kesakitan kena antiseptik. Dia menendang-nendangkan kaki sehingga Garnet kesulitan membersihkan lukanya.
"Shshshsh, nggak apa-apa, Sayang," Bunda mengekang lutut Rald. "Itu ada cicak!"
"Nggak ada cicaaaak..." Rald meronta liar.
"Itu cicaknya dipojokan. Lucu Sayang cicaknya, ekornya nggak ada," hibur Bunda.
"Telulnya kan udah dibakal sama Ayah! Mana ada cicak di lumah?" protes Rald yang ternyata masih ingat aksi pembasmian cicak Ayah dua minggu sebelumya. Garnet menahan tawa. Bunda memang amatir dalam memperdaya Rald.
"Kan yang ini induknya, Sayang. Tuuuh, gede banget induk cicaknya."
"Bunda ga boleh bo'ong bial nggak masuk nelaka!" semprot Rald.
Garnet kelepasan tertawa melihat Bunda kehabisan kosa kata. Dia lalu mengambil alih. "Rald, mau nggak makan kebab?"
Rald langsung berhenti bergerak. Ingusnya meler ke bibir tanpa dipedulikan karena dia sudah terhipnotis oleh tawaran kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RALD
Teen FictionKadang terlalu sempurna berarti abnormal. Berkali-kali top-5 di #Keren #Psikologi