Restart

748 61 26
                                    

Liburan musim dingin yang kutunggu selama satu semester ahirnya datang. Permukaan Charles selebar 600 meter membeku total, sehingga banyak anak muda yang bermain ski di atasnya. Lapisan es setebal ini di atas Charles sebenarnya hanya terjadi 50 tahun sekali. Aku tidak bilang beruntung bisa menyaksikannya, karena fenomena langka ini terjadi akibat serangan blizzard terparah yang bertemu dengan penurunan suhu sepuluh tahunan paling ekstrim.

Di musim dingin tahun ini, winter break dijadwalkan lebih awal. Baguslah karena besok aku tidak perlu lagi mengalami malam beku yang menakutkan. Blizzard tidak seperti badai-badai heboh di Massachusetts yang menyerang pada siang hari. Udara tertutup bubuk salju yang seperti bedak, tidak menggumpal, menghalangi pandangan seperti kabut di kesunyian malam. Kabut bedak ini bersuhu -50°C atau lebih rendah. Membekukan paru-paru hewan dan manusia yang menghirupnya.

Pada musim blizzard, anak-anak Baker House sering menemukan mayat anjing di pagi hari waktu berangkat kuliah. Kadang yang kami temukan adalah mayat manusia, terbujur dengan tubuh sekeras batu di pinggir jalan. Aku yakin bukannya orang-orang mati ini sebegitu bodohnya sengaja keluar waktu sedang blizzard. Mungkin mereka adalah tunawisma, atau orang yang kebetulan sedang sial tidak sempat mendengar ramalan cuaca.

Tidak mudah lolos dari blizzard saat sudah terjebak. Meskipun digolongkan sebagai badai, sering kali blizzard datang tanpa suara. Saat kabut bedak sudah menutupi malam, mata akan kehilangan arah, dan sesak napas yang membekukan membuat tubuh kehilangan fungsinya. Korban blizzard selalu punya cerita yang sama. Mereka mati kedinginan karena tidak bisa melihat jalan pulang.

Hari ini sedang cerah. Tidak ada badai di siang hari, dan selama dua malam berturut-turut udara malam sangat bersih. Ketika itulah warga Boston dan Cambridge kegirangan menemukan bekunya sungai Charles. Teman-teman sekelasku membuat terowongan dengan melubangi tumpukan salju yang menggunung di halaman fakultas kedokteran. Begitu tebalnya lapisan salju di tanah, sampai terowongan itu bisa dilewati sepeda. Anak-anak MIT yang dicap sebagai mahasiswa paling pintar sedunia, pasti bikin illfeel kalau terlihat dalam keadaan begini. Mereka kegirangan seperti anak SMP yang tidak pernah mendapat jatah bermain.

"SEIRUUU!! C'mon!" panggil Jim dan Heidy yang juga tinggal di Baker House. Mereka langsung panggil-panggil melihat Seiru lewat di depan fakultas kami.

"What?" teriak Seiru kurang tertarik, cuma menoleh tanpa melambatkan langkah.

Heidy melemparnya dengan gumpalan salju besar. "Have fun!"

"I don't call that fun," jawab Seiru nyelonong pergi.

Heidy menoleh padaku jadi aku berkomentar. "We indeed have different definition of having fun."

"Bullshit! He's just a total nerd," umpat Heidy.

"Are Japanese naturally boring?" tanya Jim.

Aku tertawa. "That's just Seiru. What can we expect?"

"Like we can expect you more," cibir Heidy karena bosan melihatku dari tadi cuma duduk meringkuk kedinginan.

"Have you guys packed, anyway?" tanyaku sambil merapatkan jaket.

"Yeah," jawab beberapa orang. "We'll go by night flight."

Sore itu Baker House ramai oleh para penghuni yang berduyun-duyun keluar membawa koper. Penerbangan malam di Boston Airport disesaki oleh gerombolan mahasiswa dari tiga universitas. Cuma aku dan Seiru yang masih tidur-tiduran di kamar. Kami sengaja memesan penerbangan tengah malam untuk menghindari keramaian.

Waktu sampai di bandara, Kak Garnet sudah menungguku bersama Zelin. Dia membelikan tiket pesawatku dan Seiru kemarin. Aku mengenali kemeja yang dipakainya. Kemeja Ayah.

RALDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang