Harvard

379 54 0
                                    

Hari Sabtu, aku keluar pagi-pagi untuk menghadiri konferensi mahasiswa di Harvard. Hanya saja aku tidak datang sebagai peserta, tapi sebagai tamu undangan. Aku jalan menyusuri bikepath Charles ke barat, melewati asrama-asrama MIT yang lain. Karena aku belum pernah blusukan ke Harvard yang kampusnya terpisah-pisah, GPS terpaksa kunyalakan agar tidak kesasar. Seminar ini diadakan di Fakultas Psikologi Harvard yang terletak di Cambridge.

Waktu sampai di ruang konferensi, kursi peserta yang disusun mirip tribun masih kosong. Tapi di meja pemateri yang bentuknya panjang melengkung, sudah duduk delapan orang berpakaian rapi di antara sepuluh panitia yang berlalu-lalang menyiapkan acara. Di belakang mereka menyala lampu reklame redup yang membentuk tulisan di bawah logo Fakultas Psikologi Harvard.

International Student Conference

Meeting People with LLI

Laki-laki beruban setinggi 183cm yang duduk di samping moderator pastilah Profesor Altman. Enam orang di ujung lain meja adalah penderita LLI yang diundang sepertiku. Mereka tidak ngobrol meskipun duduk bersebelahan dengan lengan kursi yang hampir bersentuhan. Keenamnya hampir selalu menunduk ke meja, sibuk dengan hape atau pura-pura mengotak-atik sesuatu untuk berusaha kelihatan tenang.

Kak Garnet duduk di dekat Profesor Altman. Dia menoleh waktu melihatku datang. Wajahku mengeras waktu kebetulan kami bertemu pandang. Aku berjalan lurus ke sisi lain meja, melewati belakang kursi enam undangan lain untuk menempati satu-satunya kursi kosong di sebelah kanan moderator.

Dari umur dan ciri-ciri gangguan psikologis yang bisa diamati, aku mengenali enam orang di sebelah kiriku sebagai Mark Tresh, Haneda Seiru, Ava Brew, Alexis Bryce, Jace Collins, dan Carla Meyer. Kecuali data respondennya ada yang salah ketik, aku tidak mungkin salah mengenali mereka seperti mereka yang langsung mengenaliku.

Delapan menit kemudian, peserta konferensi datang memadati ruang seminar. Awalnya kukira yang akan datang adalah mahasiswa pasca-sarjana psikologi biasa. Orang-orang ini datang dari Eropa sampai Australia dan tidak saling mengenal, jadi aku agak kaget melihat mereka berpenampilan hampir serupa. Pakaian mereka dari atas ke bawah berwarna gelap dan polos. Kupikir aku akan senang melihat homogenitas seperti ini, tapi ternyata malah aneh karena mereka jadi mirip iring-iringan jenazah.

Mereka masuk dengan langkah yang diatur, sehingga meskipun bergerombol, suaranya tidak begitu ribut. Tidak ada bau keringat, deodoran, parfum, maupun pelicin pakaian. Dan meskipun hampir semuanya kelihatan agak histeris karena baru pertama kali masuk ke ruang seminar Harvard, mereka berusaha menahan diri untuk tidak bikin keributan. Orang-orang ini sudah lebih dari siap untuk bertemu dengan responden yang 'sakit' LLI.

Konferensi itu diawali dengan kuliah singkat oleh Profesor Altman sebagai narasumber. Tapi baik aku maupun undangan lain tidak ada yang peduli.

"Finally, we've come to the questioning session," kata si moderator pirang yang sengaja mengurangi keformalan gaya bicaranya. Muka audiens yang sejak tadi memang sudah antusias, mendadak jadi lebih tidak sabar. "Each person that would be standing before us is a real Low Latent Inhibition sufferer, and everyone would get the best chance for their questions to be properly answered. The first questioning session would be for Mrs. Bryce."

Hadirin bertepuk tangan pelan, berusaha tidak membuat perempuan kurus itu merasa tidak nyaman. Tapi waktu Bryce disuruh maju ke standing mic, dia kelihatan tidak siap. Reaksinya ini malah jadi santapan penonton yang lapar oleh rasa penasaran. Bryce sadar benar situasinya, tapi tidak bisa berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan.

"I think everyone wouldn't mind if she stays where she is while answering the questions," celetuk Profesor Altman.

Penonton jadi paham kalau tuntutan mereka membebani Bryce. Mereka semua bertepuk tangan pelan sebagai jawaban persetujuan.

RALDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang