Secret Admirer

594 84 6
                                    


Pukul 6.30 aku sampai di sekolah bersama Alan. Waktu sampai di kelas, kulihat kotak berbungkus kertas kado merah polos bertengger di atas mejaku. Di sisi atasnya terukir namaku dengan tinta hijau timbul.

"Ciyeee...yang punya secret admirer!" ledek Mita.

"Serius, woy?" Alan membolak-balik kado dengan antusias.

"Cool banget tuh, coy!" seru Yoga. "Merrahhh! Simbol cinta!"

"Dari siapa?" tanyaku.

"Dari pagi itu kado udah nongkrong di situ," jawab Steven yang hari ini piket kelas.

Ara yang baru datang ikut-ikutan nimbrung karena penasaran. "Kenapa, kenapa?"

"Si Rald punya secret admirer."

Ara tertawa geli. "Emang ada yang mau sama Rald? Kasian banget."

"Buka dong, Rald!" desak Mita. Kurobek bungkus merahnya dan mengangkat tutup kotak yang terbuat dari karton. Bau khas yang bikin perut kenyang jadi keroncongan pun merebak ke udara pagi. Sebuah kebab jumbo dengan asap mengepul tergulung manis di dalam kotak tersebut. Lengkap dengan saus pedas dan mayones yang dibungkus plastik.

"Gila stalker-nya Rald jago masak," Ara menyimpulkan, karena kebab hanya dijual di atas jam tujuh malam. "Wangi banget, sumpah. Bentuknya perfect. Ga mungkin beli kan masih anget jam segini?"

"Mau icip?" kusodorkan kebab itu pada Ara. Dia hobi sekali masak dan bikin kue, tapi punya kebiasaan buruk mengutili pojokan kue punya orang lain yang kelihatan enak untuk dibongkar rahasia bahan dan resepnya.

"Idih jangan-jangan dikasih ramuan cinta," tolaknya.

"Mau dong, mau dong," serobot Alan dan Mita. "Kita rela-rela aja kena ramuan cinta. Gratis! Enak!"

Dan begitulah, kebab jumbo itu ludes sebelum bel masuk berbunyi.

Pelajaran Bahasa Inggris.

"Bulan depan musim lomba, ya?" tanya Pak Radit. "Ada yang mau ikut lomba debat nasional?"

Enam orang mengangkat tangan. Pak Radit tampak terkesima. "Tanggal berapa prelimnya?"

"Tanggal 27, Pak," jawab Yoga. "Jadi ga tabrakan sama turnamen karate dan lomba-lomba lain."

"Tapi bukannya tanggal segitu Rald mau ke Delft, yak?"

"Ya juga ya, gimana dong, Rald?"

Pak Radit menoleh padaku.

"Biasanya Rald yang jadi third speaker kita, Pak Radit," Ara menjelaskan. "Soalnya ga ada yang mau."

Dalam Asian Parliamentary System, atau sistem debat Bahasa Inggris bergaya Asia, setiap tim beranggotakan tiga orang. First Speaker tampil pertama untuk memaparkan mosi dan themeline. Posisi ini harus dibawakan oleh debater yang mahir memaparkan kasus secara detail dan jelas. Second Speaker bertugas membawa argumen penguatan kasus yang disebut themesplit, sekaligus melakukan debat perlawanan terhadap themeline tim lawan. Tapi tugas Third Speaker sangat ringan, cuma perlu adu rebutle tanpa disuruh bawa themeline dan themesplit. Karena itu jarang ada Third Speaker yang tampil dengan membawa tumpukan catatan.

Setidaknya begitulah menurutku. Third Speaker adalah penyelamat sekaligus penentu nasib hidup-mati tim. Karena tanggung jawabnya paling besar, jarang-jarang ada yang mau dijadikan Third Speaker.

"Berapa orang dari kelas reguler yang ikut lomba debat?" tanya Pak Radit.

"Tiga tim, Pak. Udah lengkap anggotanya. Tinggal tim kelas aksel yang belum ada third speaker-nya," jawab Alan.

RALDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang