Di ahir bulan Oktober waktu daun-daun yang kuning sudah berubah jadi merah, suhu turun drastis menjadi sepuluh sampai enam derajat. Secara instingtif aku makan daging lebih banyak dan mendadak suka minum seduhan jahe merah. Jaket Northface-ku yang tebal jadi sering terpakai siang-malam.
Waktu pagi masih gelap, aku bersepeda menyusuri bikepath di pinggiran Charles. Pada hari minggu begini, beberapa jam lagi daerah sekitar Charles yang dekat kampus pasti ramai oleh orang dari segala usia yang berkumpul untuk jogging, bersepeda, dan bersepatu roda. Meskipun di hari-hari biasa aku suka jogging sampai ke teluk di muara Charles, hari ini aku mencoba rute ke arah hulu yang lebih sepi.
Setelah melewati BU Bridge, Charles berbelok dan menyempit drastis menjadi selebar 300m. Jembatan di daerah ini pendek-pendek sesuai dengan lebar sungai. Gedung-gedung masih menyala terang seperti waktu malam, sehingga berkas cahayanya tercermin panjang di air. Pohon-pohon ginko yang tumbuh di tengah jalan raya sudah berubah warna dari kuning-lemon menjadi kuning tua seperti kulit pisang. Warna kuningnya semakin pekat karena disinari lampu jalan.
Aku melewati John Weeks Bridge yang terkenal. Penampakannya persis seperti di tv meskipun lebih terlihat biasa saja. Jembatan ini sering muncul di movie Hollywood karena berada di jalur terpendek yang menghubungkan dua kampus Harvard; kampus utama yang berada di Cambridge dan fakultas kedokterannya yang ada di Boston.
Charles River makin menyempit seiring dengan berkurangnya jumlah rumah penduduk. Pepohonan Cambridge jadi sama lebatnya dengan sisi Boston. Rumput hijau ada dimana-mana. Guguran daun merah, jingga, dan yang sudah kering bertaburan seperti meses di atas kue kokopandan. Pelan-pelan hari menjadi terang meskipun matahari belum kelihatan.
Kubuka buku catatan Zelin dan berusaha membaca tulisan cakar bebek ala dokter. Isinya luar biasa; peta lengkap persebaran edible weeds yang tumbuh di sekitar Boston. Catatan ini dibagi dalam tiga bagian; Spring, Summer, dan Fall. Bab Spring adalah yang paling tebal, karena halaman beberapa gedung dan perumahan juga masuk ke peta. Tanaman liar yang bisa dimakan di musim semi sangat banyak sampai tumbuh di pinggir-pinggir jalan. Beberapa jenis bunga seperti mawar, violet, dan primrose ternyata bisa dimasak dan jadi minuman enak.
Kubuka bagian terahir yang memetakan edible weeds musim gugur. Menurut catatan Zelin, ada hutan yang banyak panenannya di hulu sekitar perbatasan Needham dan Newton. Aku kesana dengan memotong jalan ke hulu Charles mengikuti GPS. Daerah itu cuma 10 km dari sini jika melewati jalan pintas.
Daerah tepi Charles di perbatasan Newton berupa hutan homogen. Warna merah pohon maple memenuhi pandangan. Kadang di sela-selanya tumbuh pohon oak dan pinus yang daunnya berbeda warna. Jalan setapak yang kulewati sunyi senyap karena di udara sedingin ini tidak ada jangkrik, katak, atau tonggeret. Charles yang penampakannya sudah menjadi sungai selebar 50m ini kelihatan horor karena dikelilingi semak-semak liar.
Aspal terputus ke jalan tanah waktu matahari sedang terbit. Sinar keemasannya menembus kabut pagi yang tipis, sehingga membentuk tirai-tirai cahaya halus di antara barisan pohon yang berjajar di sepanjang tepi sungai. Aku berhenti untuk menaruh tanganku yang kedinginan di bawah sinar matahari yang hangat. Kukeluarkan lagi catatan edible weeds dari saku jaket untuk membacanya.
"When the road ends to soil path, there you can start hunting weeds."
Aku melihat kanan-kiri, mencari ciri-ciri tanaman yang tercantum dalam catatan. Yang pertama ketemu adalah selada air yang tumbuh di sela-sela batu di bagian sungai yang paling dangkal. Kukeluarkan kantong plastik dari saku untuk menampung batang-batangnya yang masih muda. Ada juga burdock, talas, mustard, chickweed, sorrel, dan dua jenis jamur yang bisa dimakan. Kupetik semuanya untuk dimasukkan ke kantong plastik, lalu lanjut menyusuri sungai.
KAMU SEDANG MEMBACA
RALD
Teen FictionKadang terlalu sempurna berarti abnormal. Berkali-kali top-5 di #Keren #Psikologi