BAB 14 | Tentang TaBara

9.3K 474 51
                                    

"Bahagia itu sederhana, mencintai seseorang yang mencintai kita dengan tulus."

-Sarah Ayudia Pramono-

***

Seorang perempuan duduk di meja makan dengan raut wajah cemberut. Derap langkah kaki mendekatinya.

"Dek, lo kok belum siap-siap ke sekolah?"

Bara yang melihat sang adik belum bersiap-siap mengernyit. Pasalnya sang adik tidak pernah seperti ini. Apalagi melihat dari ekspresi wajahnya yang kesal.

"Malas gue! Nanti gue jadi bahan tertawaan."

Bara pun menjadi bingung mendengar perkataan adiknya yang tidak seperti biasa, adiknya pemberani dan selalu dikenal tukang bully.

"Lo kenapa? Seorang Tiara Arfani Sandjaya takut ke sekolah hanya karena takut ditertawakan?" cibir Bara duduk di samping adiknya.

"Lo bisa ngomong doang, coba lo jadi gue. Gue aja nggak tahu mau di letak dimana muka gue," cerocos Tiara mendelik kesal pada Bara.

"Muka lo tetap di depan lah, Dek, lagian kenapa muka lo asem gitu? Kayak gembel nggak dikasih makan tahu."

"Sialan lo Bang," umpat Tiara, "gue kesal gara-gara anak mantan napi itu gue dipermalukan kak Selina," gerutu Tiara.

"Anak mantan napi? Selina?"

Tiara mengangguk semakin membuat Bara penasaran. Selina yang dimaksud Tiara itu mantan pacarnya kah atau Selina yang lain.

"Iya, anak mantan napi itu namanya Arabella. Dia musuh gue sewaktu junior high school. Gue benci banget sama dia Bang. Gara-gara dia nyuruh gue teriak, bilang Selina jahat kayak nenek lampir kedengaran sama kak Selina jadinya gue dihukum. Lo tahu hukumannya apa? Gue disuruh lari keliling lapangan sambil joget nggak jelas," terang Tiara.

"Seriusan lo Dek? Eh, Selina itu orangnya tinggi, cantik, rambut pirang bukan?"

"Iya, tahu darimana lo, Bang?"

"Iyalah, dia kan mantan gue, karena dia yang mutusin gue," sewot Bara.

Tiara yang mendengar nada bicara abangnya kesal tertawa mengejek.

"Ahahaha! Seorang Bara Putra Sandjaya diputusin cewek? Kalau gue jadi lo, gue ngerasa jadi cowok lemah banget!"

Tiara masih sibuk dengan tawanya, sedangkan Bara mendengkus.

"Terus yang namanya Ara yang lo bilang tadi tuh orangnya cantik, agak tinggi, rambutnya lurus dan bodynya goals dari Selina?" cecar Bara.

"Iya, lo cenayang Bang?"

"Dasar bego lo Dek, jelas lah gue tahu kan, dia yang buat gue mendekam di penjara," kata Bara.

"Enak aja lo bilang gue bego! Ya mana gue tahu kalau Ara yang itu ,kan, waktu itu gue liburan sama teman teman gue," balas Tiara sewot.

"Dasar, Abangnya lagi susah, lo malah seru-seruan liburan," desis Bara.

Tiara menyengir lebar mendengar perkataan Bara yang lagi-lagi bernada jengkel.

"Ya maaf Bang, gue kira waktu itu masalah lo, masalah biasa doang."

"Masalah biasa apanya? Orang tua Ara laporin gue ke polisi atas kasus pelecehan seksual. Untung aja masalah beres mengingat bokap nyokap orang terpandang. Ya, meskipun mereka nggak pernah ada waktu dan perduli sama kita. Lagian waktu itu gue cuma mau nakut-nakutin dia aja. Dianya aja yang ketakutan," ungkap Bara.

"Nakut-nakuti gigi lo Bang! Lo kan, kalau lihat cewek bohay dikit aja udah deh iler lo netes," ejek Tiara.

"Sialan lo Dek," umpat Bara menjawil pipi Tiara.

"Kan emang iya nggak? Lo, kan, nurun sifat papa mata keranjang," tambah Tiara.

"Nggak lah, gue beda sama papa," elak Bara.

"Ngaku aja deh Bang, iya kan?"

Tiara menaikturunkan alis nya menggoda sang abang membuat Bara semakin jengkel.

"Kalau gue bilang nggak itu, ya nggak!"

Tiara terdiam mendengar nada bicara Bara naik satu oktaf. Bara yang melihat perubahan wajah sang adik merasa bersalah.

"So-sorry Dek gue nggak maksud."

"Gue ngerti kok, Bang."

Bara semakin merasa bersalah ketika melihat mata Tiara berkaca-kaca. Bara langsung memeluk adik semata wayangnya itu.

"Lo kok jadi mellow gini Dek?"

"Gue kangen sama papa, mama ...," lirih Tiara.

Bar menghela napas. Mereka memang berasal dari keluarga kaya raya . Tapi papa dan mama mereka sangat sibuk dengan urusan mereka sendiri . Tiara dan Bara bukan lah orang jahat, mereka terkadang seperti itu hanya ingin mendapat perhatian yang tidak pernah mereka dapat kan dari kedua orang tua mereka. Namun, mereka salah jalan. Karena itu lah mereka terlihat baik-baik saja namun dibalik itu semua mereka memendam rasa rindu terhadap papa dan mamanya, tidak seperti keluarga yang lain harmonis, meskipun hanya sederhana.

"Lo jangan sedih lagi Dek, biarkan mereka menyesali nanti . Sekarang lo jadi Tiara yang gue kenal ya. Jangan jadi Tiara yang lemah dan cengeng kayak gini," peringat Bara.

"Iya."

Tiara mengangguk dan mengusap sisa air mata dan ingusnya ke seragam Bara.

"Ish! Lo jorok banget Dek. Kan gue mau ke sekolah gimana sih lo!"

Tiara menyengir lebar membuat Bara semakin jengkel.

"Lagian lo ngapain rajin ke sekolah?"

"Ganggu Ara."

"Apa sih cantiknya Ara? Cantik kan gue," kata Tiara percaya diri.

"Iya lo cantik, tapi cantik kalau dilihat dari lubang pipet," ejek Bara berdiri cepat sebelum dapat amukan dari Tiara.

"AWAS LO BARA!"

****

From Andra
Jangan lupa bro besok malam datang ya kita reunian bareng .Ajak anak lo juga sama Sarah. See you next tomorrow.

Rian menghela napas membaca pesan dari Andra . Sarah melihat ekspresi sang suami seperti memikirkan sesuatu penasaran.

"Kamu kenapa, Mas?"

"Andra ajak reunian bareng."

"Oh, gitu ya, kamu pergi aja."

"Andra bilang bawa kamu sama Ara, Ma." Rian memandang Sarah.

"Kok gitu?" Dahi Sarah mengerut.

"Ya, kayaknya reunian bareng keluarga sama anak-anak deh," tebak Rian.

Sarah terdiam terlihat memikirkan sesuatu yang tak luput dari pemandangan Rian.

"Kamu kenapa Sayang?"

"Aku takut Mas, nanti kehadiran aku malah nambah masalah."

"Jangan takut Sayang, ada aku suami kamu."

Sarah tersenyum dan Rian pun juga ikut tersenyum

"Makasih ya Sayang."

Rian mengangguk dengan masih tersenyum. Rian menatap Sarah lekat membuat Sarah merona. Rian duduk mendekati Sarah. Rian mendekatkan wajahnya membuat Sarah menutup mata. Rian menempelkan bibirnya ke bibir Sarah. Rian memagut bibir Sarah yang dibalas Sarah. Rian melepaskan ciuman mereka dan mereka saling pandang.

"Pa, Ma Ara berangkat ya."

"Iya, Sayang hati-hati," balas Sarah.

"Assalammualaikum Pa, Ma." Ara menyalami tangan orang tuanya.

"Waalaikumsalam."

"LIPSTIK MAMA NEMPEL DIBIBIR PAPA!"

Ara berteriak keras melangkah keluar rumah membuat Rian meraba bibirnya yang dipenuhi lipstik Sarah. Sarah tergelak melihat ekspresi wajah suaminya seperti kucing yang minta dimanja menggemaskan.

A & A [TELAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang