Meski memiliki badan yang tergolong mungil seperti anak SD, tapi percayalah, Fey tidak akan gentar oleh ombak maupun badai.
Namun siapa sangka, jika sudah berhadapan dengan Rama, cowok yang katanya naksir padanya, ia akan langsung lari terbirit-biri...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Karena yang kamu anggap buruk tak selamanya buruk.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah momen pemutusan yang gagal total itu, Fey jadi pusing sendiri memikirkan segala macam cara untuk bisa lepas dari pria itu. Jika bisa, Fey tidak ingin sekedar lepas, tapi juga bebas tanpa hambatan apapun.
"Rama nggak seburuk yang lo pikir."
Bahkan sampai keesokan harinya, saat Fey baru saja terbangun, kata-kata Gerald langsung menghantui dan terus saja terngiang di kepala. "Nggak seburuk yang lo pikir," gumamnya. Ia berdecih. "Nggak buruk katanya? Diliat dari kelakuannya aja udah kayak macan yang mau nerkam, gimana gue nggak berpikiran buruk. Apalagi liat badannya yang gede kayak kingkong. Haduuhh! Nambah serem, deh, tuh orang." Fey bergidik ngeri membayangkan ekspresi marah Rama.
"Semakin lo berontak, itu akan semakin buat Rama gencar buat dapet lebih dari lo. Pacaran aja nggak bakal buat Rama cukup. Karena itu cuma status biar bisa mengikat lo."
"Gue saranin lo jangan berontak, ikuti kemauan Rama. Coba perlahan lo terima Rama. Gue pastiin lo bakal aman."
"Ihhh!" Fey memukul kepalanya karena setiap ucapan Gerald kembali terekam jelas. "Ini otak gue kenapa, sih? Lagi error kali, ya." Fey semakin mengacak-acak rambutnya frustrasi.
"Oke. Stop. Tenang." Ia menarik dan membuang napas secara perlahan berulang-ulang. Guna menenangkan pikirannya yang semakin kacau akibat kata-kata Gerald.
Namun, detik berikutnya, kepala Fey tertunduk lesu. Menghela napas berat. Pikirannya berkecamuk. Kenapa harus dirinya yang menjadi incaran Rama?
Wajah Fey mengernyit menyayangkan masa SMA-nya yang tidak seindah bayangannya. "Kenapa, sih, gue harus ketemu sama cowok kayak Ramaa," geramnya kesal. "Jadi males ke sekolah, kan guee. Ih kesal! Kesal! Kesaall!!"
Fey termenung sejenak, memikirkan beberapa spekulasi. "Apa gue pindah sekolah aja ya?" Ia tersenyum puas dengan ide brilliant itu. Ya, ia akan meminta bantuan Mama untuk bisa pindah sekolah. Dan setelah itu, ia akan bebas dari Rama.