Meski memiliki badan yang tergolong mungil seperti anak SD, tapi percayalah, Fey tidak akan gentar oleh ombak maupun badai.
Namun siapa sangka, jika sudah berhadapan dengan Rama, cowok yang katanya naksir padanya, ia akan langsung lari terbirit-biri...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan lupa vote sebelum membaca⭐
HAPPY READING🌬
Chapter 20#
Pingsan
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-TIDAK ADA CARA LAIN SELAIN BERDIRI MENANTANG BADAI-
__
Sewaktu jam istirahat, seluruh murid yang mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi Olimpiade Olahraga Nasional diumumkan untuk hadir di lapangan olahraga sepulang sekolah.
Fey yang saat itu mendengar pengumuman dari pengeras suara hanya menghela napas gusar. Dan saat ini matanya masih mengintai, mengawasi kondisi lapangan sekolah dari balik tembok.
"Lo ngapain?"
Sedetik setelah mendengar suara itu Fey menoleh dan mendapati Devan dibelakangnya. Ia mengangkat tangan, menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Sttt... jangan berisik," ujar Fey sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada objek pantauannya.
Devan yang heran pun mengikuti arah pandang gadis di depannya itu. Terlihat beberapa murid yang berkumpul di area lapangan juga Pak Hermanto di sana.
"Lo ikut lomba, kan? Kenapa malah ngumpet di sini?"
"Gue nggak ngumpet."
"Terus?"
"Gue lagi mantau kondisi."
"Maksudnya?"
"Gue mau kabur. Males ketemu Pak Hermanto."
"Lo suka sama Pak Herman?"
Kepala Fey seketika menoleh dengan mata membulat. "Idihh, lo kalo ngomong berbobot dikit dong, mana ada gue suka sama om-om kayak raksasa gitu."
"Terus?"
"Males aja gue ketemu guru galak itu. Kalo tau pelatihnya Pak Hermanto, nggak bakal gue ikut lomba."
Di tengah-tengah percakapan mereka, terdengar teriakan heboh dari arah belakangnya dan Fey menyadari mata aneh Devan yang terarah ke lapangan. Dengan segera ia berbalik.