Abang Letting

3.9K 327 0
                                    



Risel seperti orang ling-lung begitu ojek membawanya masuk ke gerbang belakang sebuah komplek. Bukan komplek sembarangan, tapi ini asrama TNI.

“Mas, ngapain ke sini?” tanya Risel setelah turun dari motor.
Rayyan tersenyum tipis, diam sejenak tidak langsung menjawab. Dia turun dari motornya, setelah memarkirkan motornya di halaman rumah bercat hijau.

“Yang terbaik, oke?” katanya mengacungkan ibu jari. Risel mengerutkan dahi, selalu saja dibuat bingung oleh Rayyan.

Rayyan melangkah kecil, menuju pintu bercat hijau tua itu. Risel masih di tepi jalan, tidak jauh dari tong sampah milik rumah itu.

“Ayo!” perintah Rayyan. Dengan sedikit ragu, Risel menyusul Rayyan yang sudah berada di depan pintu.

Dengan tegas, Rayyan mengetuk pintu sebanyak tiga ketukan. Namun kosong, tak ada sahutan dari dalam. Dicobanya lagi, dan tak lama ada suara perempuan menjawab salam dari  dalam. Risel bersembunyi di balik tubuh Rayyan, dengan perasaan bingung yang belum pudar.

“Weh, bawa siapa ini, Om?” ucap wanita yang tak beda jauh umurnya dengan Risel. Mungkin sekitar 25 an. Dengan kerudung hitam, tidak terlalu panjang tapi menutup dada.

“Eh, mari masuk,” tawar wanita itu yang diiyakan oleh Rayyan dan Risel.

“Minum apa, Om, Mbak?”

“Apa saja, Mbak,” kata Rayyan mewakili Risel.

Risel masih clingukan, menatap Rayyan dengan wajah penuh tanya. Tapi, sikap aneh Rayyan sudah muncul. Cuek dan sedikit dingin, seolah tak menyadari bahwa Risel sedang kebingungan.

“Mas, ngapain ini?” tanya Risel sedikit berbisik. Rayyan hanya diam, tentu dengan wajah datar tak bersalahnya itu.

“Ih, parah banget sih! Liat jam tuh liat!” marah Risel dengan berbisik. Barulah Rayyan menoleh, dan sedikit senyum. Semakin membuat Risel sebal dengan kelakuan Rayyan yang tak berubah dari jaman kecil dulu.

“Mari di minum,” kata Wanita ramah itu yang biasa Rayyan panggil Mbak Aya.

“Wah, Om Rayyan ini ganti gandengan? Kemarin kata Bang Hanif, Om Rayyan kencan sama pacarnya. Liat videonya aku,” ucap Aya setelah duduk di hadapan Rayyan dan Risel. Risel langsung menegang, pasti yang dimaksud adalah Mira.

“Nggak ada, Mbak. Saya nggak punya pacar.”

“Oh iya, kenalin ini adik saya, Mbak. Namanya Risel.”

Risel langsung memberikan senyum pada Aya dan mengulurkan tangan untuk bersalaman.

“Risel,”

“Inaya, panggil Mbak Aya aja,” kata Aya dengan senyum paling ramah.

“Assalamualaikum,” mereka semua dikejutkan oleh salam seseorang.

“Bang,” Rayyan menjabat tangan Hanif lalu dibalas oleh pukulan kecil di bahu Rayyan. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi mereka.

“Loh, siapa ini? Kemarin dokter terus ini yang kedua?” tanya Hanif dengan tawa. Risel yang mendengar ucapan Hanif langsung menunduk. Ternyata teman-teman Rayyan juga mengenal Mira. Begitu istimewa.

“Adikku, Bang!” kata Rayyan. Seperti ada yang menyumbat di pernapasan Risel. Terasa sesak, tapi sebenarnya tidak.

“Adik-adikan ya? Hahaha.” Semua tertawa, kecuali Risel. Ia masih malu dan terasa sakit ketika mereka mengenal Mira sebagai orang yang spesial untuk Rayyan.

“Maaf, saya teman masa kecilnya Mas Rayyan,” kata Risel membela diri dengan senyum kaku.

“Oalah sahabat kecil. Dari magelang juga ini?” tanya Hanif.

“Oh, bukan, Kak. Saya tinggal di Lampung Timur.”

“Oh iya, lupa saya kalau Rayyan lahir di Lampung.”

Setelah berbincang lama, mulai dari pertemuan Rayyan dengan Hanif sampai kegiatan militer yang tak dipahami oleh Risel. Rayyan dan Hanif teman dekat. Sebenarnya Hanif adalah Abang Lettingnya Rayyan. Tapi, mereka sudah seperti saudara. Dipersatukan karena Satgas di RI-Malaysia.

Aya adalah istri Hanif, yang kebetulan orang Magelang. Maka dari itu, mereka semakin dekat. Umurnya masih 25 tahun dan Hanif 28 tahun.

“Bentar ya, anakku sepertinya sudah bangun,” kata Aya meninggalkan Risel di halaman belakang rumah dinas Hanif. Sementara Rayyan dan Hanif mengobrol di ruang tamu, Aya mengajak Risel untuk mengobrol di halaman belakang yang lebih asri.

“Assalamualaikum, Tante.” Aya menirukan suara anak kecil, membahasakan anaknya.

“Waalaikumussalam, ganteng dan sholeh.” Risel menyubit gemas pipi Akbar, anak Aya dan Hanif. Bocah lelaki berusia 2 tahun yang menampakkan wajah baru bangun tidur.

Sersan, kau kembali(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang