Maaf ya kalo terkesan maksa banget jalan ceritanya.
Sepulang dari kegiatan Persit, aku merapikan seisi kamar. Bukan sekadar merapikan, tapi aku menjamah setiap benda yang ada di sini. Aku tertarik dengan laptop hitam milik Abid. Semalam, dia bilang kita harus saling mengenal lebih dalam. Bahkan, dia pun membebaskanku untuk membuka barang pribadinya.
Mengingat hal itu, membuatku tak berpikir panjang untuk membuka laptopnya. Monoton sekali, wallpapper di layar utama hanya logo windows. Aku membuka semua file yang ada di laptopnya. Kubuka satu persatu album foto kecil. Ada foto Umi dan Abah di situ.
Abid kecil terlihat bahagia di dalam foto itu. Dia dulu sedikit gemuk, gembul mungkin aku menyebutnya. Rambutnya sedikit gondrong. Itu ketika ia masih TK. Kulihat foto di sebelahnya, dia mengenakan seragam SMP. Kurasa ini pertama kalinya dia pakai seragam putih biru. Aku tersenyum, saat SMP dia tidak lagi gembul.
Slide berikutnya menampilkan foto Umi yang sedang terbaring di rumah sakit. Pandangannya sayu menatap ke kamera. Wajahnya sangat pucat. Selanjutnya, aku menemukan foto keluarga lengkap ada Abid, Umi, Abah, dan Mbak Retno. Mbak Retno masih remaja. Umi masih terlihat muda, tampak cantik dengan khimar ungu mudanya itu. Abah juga masih segar, dengan kacamata bening di matanya. Alis Abid mirip dengan Abah, tebal dan tajam.
Deretan foto itu, ada folder yang berisi semua video keluarga. Aku membukanya satu persatu. Video itu ada Umi yang sedang dipeluk oleh Abid. Lalu Abid menyanyikan lagu Bunda untuk Umi. Aku terharu melihatnya. Aku bisa merasakan betapa terlukanya Abid saat ditinggal Umi.
“Abid, janji sama Umi ya! Jangan jadi anak nakal, jadi anak yang sholeh biar bisa doakan Ibu. Abid kalau cari pasangan, cari yang sholehah, yang lembut tak gampang menuntut.” Begitulah kata Umi dalam video itu. Abid memeluk Umi dari samping sambil berkata di depan kamera, “Abid nanti cari istri yang sholeha seperti Umi. Pakai kerudungnya kayak umi, cantik dan anggun. Abid juga nggak mau pacaran ah, Mi. Kasian nanti jodoh Abid kalau Abid suka pacaran.” Aku tersenyum melihat Bocah berseragam SMP itu bisa merangkai kalimat begitu.
Dari yang kulihat di foto dan video, sosok Umi terlihat baik dan ramah. Ah, betapa bahagianya jika aku bisa membahagiakan Umi Abid.
Aku keluar dari folder yang dinamai family itu. Aku menggerakkan kursor untuk membuka folder bertuliskan Rayyan. Di dalamnya banyak file. Foto, video, dokumen, dan audio suara. Aku membuka beberapa foto mereka. Dari jaman SMP sampai Rayyan memakai baju loreng, semua ada di folder ini. Video mereka memetik gitar, memukul gendang dengan tawa terbahak sampai membuatku ikut menertawakan mereka.
Ada satu folder lagi di dalam folder berjudul Rayyan itu. Aku membuka folder reason itu. Isinya banyak foto dan audio. Ah, ini hanya tangkapan layar ruang chat dengan seseorang. Aku kembali ke menu utama karena tak tertarik dengan gambar tangkapan layar tadi.
Tunggu. Kenapa nama foldernya reason? Alasan? Alasan apa? Aku semakin penasaran, akhirnya aku membuka lagi folder itu. Kubuka tangkapan layar itu. Chat Abid dengan Rayyan. Aku langsung sesak membaca pesan demi pesan itu. Aku seperti membuka kotak pandora, sekali kubuka, akan timbul bencana setelahnya.
Rayyan:
Lo tau kan gue cinta sama dia? Tapi gue nggak bisa ngungkapin. Bentar lagj gue nikah sama Mira.Abid:
Lo emang nggak pernah bisa tegas memilih. Terlalu konyol tau gak sih? Lo inget nggak dulu Lo lolos Akmil bareng gue malah lo tolak? Lo milih jadi Sersan dengan segala alasan aneh Lo itu.Rayyan:
Ya gimana, gue janji bakal jadi tentara kayak Pak Imron, bintara di desa gue. Yaudah, gue nepatin masuk bintara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sersan, kau kembali(Completed)
Storie d'amore"Aku pengen jadi pejuang, pembela, dan pahlawan." ~Azzam Ar-Rayyan~ "Kalo aku pengen jadi guru, Mas. Keren gak?" "Kerenan tentara lah. Kamu tau Pak Imron yang pernah ke balai desa gak? Tentara tu kayak dia itu. Dia suka membantu orang-orang. Tenta...