Surat Untuk Siapa?

4K 322 1
                                    

.
.

Semalam, Ani menelepon Mira untuk tiba di rumahnya. Katanya ada hal penting. Mungkin menyangkut pernikahannya yang batal.

Belum sempat Mira mengetuk pintu, Ani sudah menyambutnya dengan senyum. Dituntunnya Mira untuk duduk di ruang tamu. Lalu ditinggal pergi oleh Ani.

“Ini, surat Rayyan.”

Ternyata Ani masuk untuk mengambil sebuah amplop bewarna putih.

“Buat Mira, Bu?”

“Iya, Sayang. Kemarin setelah pemakaman, temannya ngasih ke Ibu. Katanya, itu ditulis sebelum Rayyan pergi tugas.

“Buat Ibu?”

“Tanpa menulis surat, Ibu tau dia sayang sama Ibu.” Mira membalas senyum Ani.

“Kalau gitu, buka bareng ya, Bu? Siapa tau isinya juga buat Ibu.” Ani mengangguk, lalu Mira merobek amplop itu.

Dibukanya lipatan kertas itu, lalu menarik napas untuk membacanya.

‘Dari Azzam Ar-Rayyan, Sersannya Mama tercinta.
Assalamualaikum, Ma. Maafkan semua kesalahan Rayyan. Mama ikhlasin Rayyan ya? Ketika membaca surat ini, Rayyan udah pergi Ma. Kata Papa, pahlawan sejati itu rela berkorban segalanya. Perlu Mama tau, Anumerta itu impian semua prajurit, Ma. Mati karena membela pertiwi. Seemoga Mama dan Papa bangga.

Ini juga untuk Mira, calon istriku. Berat untuk jujur semuanya. Tapiaku harus katakan semuanya, aku tak mau pergi sedangkan ada orang yang merasa terbohongi.

Jujur, aku tak mencintaimu.’

Mira menatap Ani, air matanya jatuh. Ternyata semuanya pahit. Ani mengangguk, mengisyaratkan untuk melanjutkan.

‘kamu itu teman dekatku. Kamu yang ngenalin aku isi Magelang. Sama seperti Abid, kamu itu teman yang baik. Oh iya, salamkan maaf dan terima kasihku untuk Abid.

Lamaran itu, bukan kehendakku. Mama mendesakku untuk segera menikah. Aku pun bilang kalau aku sudah ada calon. Tapi, Mama salah paham. Mama kira yang kumaksud itu kamu, Mir. Aku tak menyangka, Mama bergerak cepat. Menemui orang tuamu untuk meminangmu, tanpa kehadiranku. Aku meemang terlalu lemah untuk memutuskan. Aku ingin menghentikan lamaran itu, tapi ini bukan tentang diriku saja. Ini menyangkut harga diri orang banyak. Keluargaku dan keluargamu. Aku mencoba imhlas menerima, mungkin aku bisa mencintaimu karena kita sudah lama kenal. Tapi, nyatanya cinta itu bukan buat kamu. Aku minta maaf, Mir. Semoga kamu mendapat lelaki yang lebih baik. Minimal, seorang perwira lah yang cocok dengan dokter sepertimu. Aku benar-benar minta maaf padamu, Mir.

Mir, bukan maksud aku menambah luka hatimu. Aku minta tolong, berikan surat ini pada orang yang kucintai. Yaitu Risel.

Orang yang kumaksud adalah Risel, sahabatku kecil dulu. Bertahun-tahun aku mencoba mencari kabar tentangnya, hingga akhirnya bertemu di Papua kala itu. Ada yang lain di diriku. Perasaan ini lebih dari perasaan kepada sahabat atau adiknya, ini perasaan lelaki dewasa kepada lawan jenis. Ya, aku mencintainya. Sangat.

Tolong kamu sampaikan ini semua pada Risel. Jangan kamu marahi dia, aku yang salah di sini. Dia tidak tau apa-apa. Dia juga sama terluka, seminggu sebelum keberangkatanku, dia sama sekali tak membalas pesanku. Sepertinya dia menghindar. Bahkan, kata temannya dia sudah kembali ke Bandung. Jelas saja, untuk menghindar dariku. Aku salah, perlakuanku pakai cinta untuknya. Tapi akhirnya aku mau menikahimu. Mungkin dia kecewa.

Risel gadis baik, sopan, dan sholeha. Dia pasti mendapatkan jodoh yang terbaik. Sekali lagi aku mibta tolong, berikkan surat ini padanya.

Sel, Mas minta maaf. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku ingin menjadikanmu bidadariku. Tapi, takdir berkata lain. Jangan lupakan aku, Mas Rayyan yang selalu merindukanmu. Boleh kau hapus wajahku dari otakmu, tapi jangan hapus kenangan kita. Sebagai sepasang sahabat. Semoga kamu bahagia.

Azzam Ar-Rayyan
NRP. 11734*******’

“Bu, ini lebih sakit dari berita kepergiannya. Aku nggak nyangka, dia tega!”

“Nak, Ibu sebagai Mamanya Rayyan minta maaf. Lupakan kesalahannya. Biar dia tenang. Dia juga tak pernah menghianatimu setelah kalian resmi menjadi calon suami-istri. Dia masih tanggung jawab untuk mengurus semuanya. Bahkan dia juga tetap bersikap baik.”

Mira menundukkan kepalanya, menatap lantai ruang tamu. Bagai jatuh tertimpa tangga. Sakitnya jadi mengganda setelah kedatangan surat ini.

“Kamu mau memberi surat itu pada Risel?” tanya Ani.

“Kalau nggak bisa, biar Ibu yang kasih ke dia,” sambungnya lagi setelah tak ada jawaban dari Mira.

“Aku yang kasih. Bang Rayyan amanahin ke aku.” Ani hanya mengangguk kemudian mengelus punggung Mira.

“Sabar ya, Nak. Kamu pasti dapat yang lebih baik dari Rayyan.”

“Aamiin. Aku pamit, Bu.”

Keduanya berpisah setelah saling peluk. Ani memandang mobil Mira yang keluar dari halaman rumahnya. Ia menghela napas, begitu rumit kisah anaknya itu.

Sersan, kau kembali(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang