Rayyan ...

5.4K 413 1
                                    



Aku memilih di sini, di tempat yang menenangkan untuk Risel. Sengaja aku kemari, agar aku bertemu dengan Risel, adik manisku. Sudah menjadi kebiasaan setiap sore, Risel pasti duduk di tepi sungai. Ketika kutanya mengapa, dia hanya menjawab untuk menghilangkan lelah.

Benar saja, sosok wanita berhijab sedang duduk di tepi dungai, menduduki batu besar. Matanya memandang jauh ke air sungai, hingga tak menyadari kedatanganku.

“Assalamualaikum, Bu Guru!”

“Eh, Waalaikumussalam. Ngapain Kak?”

“Menemuimu lah!”

“Hah?” dia membelalakkan bola matanya kaget.

“Tidak, aku ingin membuang lelahku.”

Dia kembali diam. Sepertinya dia lebih banyak diam sedari kemarin.

“Oiya, besok tim kesehatan datang kemari.”
M
“Loh, kok baru datang? Ini udah jalan 6 bulan  di sini.”

“Iya, tadinya pakai tim kesehatan dari TNI. Tapi, pergantian tugas. Kemarin di Nduga, baku tembak.”

“Kamu?”

“Aku kan di sini.”

“Bang, Tim kesehatan udah dateng,” kata Iqbal mengagetkanku.

“Lah, bukannya besok ya?”

“Nyolong start, Bang.”

Aku segera meninggalkan Risel tanpa pamit dan langsung nenyambut kedatangan tim kesehatan. Ah, Mira. Pasti dia gabung juga.

“Bang Rayyan!” Aku langsung menoleh ke suara yang memanggil namaku. Ya, nama Rayyan hanya dipanggil oleh orang terdekatku saja. Di satuan, aku lebih akrab dipanggil Azzam.

“Hey, Mira. Ternyata kamu gabung juga.”

“Iya, dong. Mau nemenin Abang.”
Mira Khoirunisa, sahabatku di Magelang. Dia seorang dokter, yang bekerja di RSUD Magelang. Aku mengenalnya saat SMA, dan berpisah ketika aku menjadi TNI. Kami hanya saling memberi kabar melalui ponsel.

“Oiya, Mir. Sepertinya tiga bulan lagi saya pulang.”

“Yah, kok duluan sih?”

“Ya wajar dong, udah 6 bulan di sini.”
“Aku nih yang masih lama di sini.”

“Hehehe, semangat ya bantu Ibu pertiwi!”

“Pasti dong, mau nurutin apa kata Bang Rayya dulu.”

Saat perpisahan SMA, aku bilang padanya agar ia mengabdi pada pertiwi supaya apa yang dia miliki tak terbuang sia-sia begitu saja.
“Kak Azzam, maaf, dipanggil Pak Bagas,” ucap Risel yang tiba-tiba datang menghampiri kami.

“Oh, oke. Mir, aku nemuin Pak Bagas dulu, ya!”

“Oke, Bang Rayyan hati-hati, ya!”
“Rayyan?” tanya Risel yang membuatku menghentikan langkah kaki.

“Kenapa? Ada apa?” tanyaku padanya.

“Siapa Rayyan?”

“Aku. Panggilan dari orang terdekatku. Ah, aku duluan ya nggak enak di tunggu Pak Bagas.”

Risel POV
.
“Oke, Bang Rayyan hati-hati, ya!” ucap wanita itu.

“Rayyan?” Aku bingung, siapa Rayyan.

“Kenapa? Ada apa?” tanya Kak Azzam.

“Siapa Rayyan?”

“Aku. Panggilan dari orang terdekatku. Ah, aku duluan ya nggak enak di tunggu Pak Bagas.”

Panggilan dari orang terdekat? Dan wanita itu memanggilnya dengan sebutan ‘Bang Rayyan’, siapa wanita itu? Mengapa rasanya sedikit sesak.
“Ehm, Mbak ada yang bisa saya bantu?” tawarku pada wanita yang memanggil Rayyan.

“Nggak ada. Salam kenal ya, saya Mira Khoirunisa, teman terdekatnya Bang Rayyan.” Allah ... mengapa ada rasa sesak mendengar ucapan wanita ini.

“Oh, saya Risel. Relawan pengajar di sini.”

“Saya duluan, permisi.”

Aku masih berdiri dengan rasa sesak. Kak Azzam apakah dia pujaan hatimu?

Allah, mengapa rasanya sesak? Benarkah aku menyukai Kak Azzam?

“Oy, Ris! Ngapain berdiri di sini. Ayo ke rumah, udah mau maghrib.”

Aku segera mengikuti Riri menuju rumah tempat kami singgah.
Selepas shalat maghrib, aku bercerita dengan teman-temanku. Kami menyimak cerita lucu dari Ema. Kami melepas tawa di ruangan ini. Tapi, tak lama. Ingatanku memutar kejadian sore tadi. Dokter cantik yang memanggil Azzam sengan Sebutan ‘Bang Rayyan’.

“Ri, nama lengkap Kak Azzam siapa sih?” tanyaku pada Riri yang duduk di sebelahku.

“Mana aku tau.”

“Kamu tau nggak, dokter yang baru saja datang, manggil Azzam dengan sebutan ‘Rayyan’.”

“Mungkin namanya Azzam Rayyan atau Rayyan Azzam. Emang kenapa sih kepo banget? Oh, kamu suka ya sama dia? Cieeee.”

“Ih, bukan gitu. Menurutmu mungkin nggak sih kalau Kak Azzam itu adalah Mas Rayyan?”

“Hah? Mana gue tau. Aku aja nggak kenal Rayyan. Kamu yang seharusnya tau.”

Aku menggaruk puncak kepalaku yang tak gatal. Ah, benar-benar misteri.

Sersan, kau kembali(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang