Efflorescence
Story by: Fi (@Polaris183)
Length : ChapteredWarn! BxB area! Homophobic? Saya tidak sarankan baca!
VKook (V/Kim Taehyung x Jeon Jungkook)
V/Taehyung sentris!
______________________
Saya tidak tahu lagi bagaimana saya harus berdeskripsi. Keadaan di depan mata sungguh membuat bahagia, bermacam masalah pun sampai terlupa rasanya.
Dimana ibu saya terlihat begitu bahagia saat bisa bercakap panjang lebar dengan Jungkook yang malu-malu menjawab dan turut terkikik kecil menanggapi setiap kalimat ibu saya.
Wanita yang lima tahun lagi menginjak setengah abad itu memanglah pandai mengangkat topik pembicaraan. Tak akan ada yang namanya canggung atau mati gaya ketika seseorang berbincang dengannya, omong-omong, hal itu juga yang membuat ayah saya terpincut hingga sekarang ini.
Saya dan ayah sendiri memilih duduk berdampingan di sofa ruang tamu, berseberangan posisi dengan Jungkook dan ibu yang tampak bahagia membicarakan acara berkebun sampai merembet ke aib saya masa kecil dulu. Ibu beberkan semuanya seperti talang bocor, karena ember sudah biasa, saya kan mau yang luar biasa.
Yang paling memalukan, adalah cerita ibu tentang saya yang sewaktu kecil pernah termakan omongan bodoh tetangga. Saya ingat betul paman usil dua rumah dari rumah saya itu. Dulu sekali, sewaktu umur saya entah lima atau enam tahun. Saya obok-obok saluran pembuangan air kotor di belakang rumah, gara-gara hasutannya yang berkata ada ikan besar yang hidup di sana, kalau dimasak pasti enaknya luar biasa, katanya. Awalnya saya bawa pancing ayah dan saringan santan ibu, tapi karena tak kunjung berhasil, ya saya ceburi got bau itu. Dan saat jeweran ibu terasa di telinga, barulah sadar kalau saya sudah masuk perangkap serigala.
Memalukan. Dan sekarang ibu ceritakan dengan riang pada Jungkook. Ya ampun, dosa apa saya di kehidupan sebelumnya...
Saya langsung mendusal sembunyikan muka di bahu ayah saat Jungkook curi pandangan nakal mengejek ke arah saya. Muka saya panas memerah, ditambah ayah yang turut menertawai saya sampai terpingkal alih-alih membantu saya menghentikan ibu. Lengkap sudah. Untungnya Eonjin sudah dibawa Jeonggyu bermain lagi ke luar rumah. Sebab kalau tidak, nyawa saya mau melayang saja sebab anak itu pasti menjadikan saya bulan-bulanan di malam-malam saya selanjutnya.
"Nak Jungkook,"
Saya mendongak takut-takut saat ayah memanggil kesayangan saya itu.
"Iya, paman?" Dengan anggun, Jungkook menjawab. Dia tampak tenang, tak ada raut tegang walau ayah gunakan suara dalam saat memanggil. Saya cuma bisa curi lirik, saya masih malu dan muka saya mungkin saja masih memerah.
Tangan kiri saya terulur meraba-raba meja, hendak ambil cangkir teh saya yang sudah tandas setengah, sementara tangan kanan saya gunakan untuk menutup samping muka. Saya butuh minum, tenggorokan saya mendadak garing. Dan teh madu buatan ibu memang paling cocok untuk suasana dingin-dingin hangat begini.
"Kalau boleh tahu, sejauh mana hubungan nak Jungkook dengan si sinting ini?"
Bruushhh!! Teh saya langsung tersembur begitu ayah tanyakan hal keramat yang sampai sekarang masih menjadi misteri itu. Mana lagi saya disebut sinting, Tuhan... dosa masa lalu saya mungkin menumpuk setinggi gunung yang kakinya saya tinggali ini.
Saya terbatuk hebat.
Ayah yang mukanya kena sembur langsung berjengit-jengit. Beliau pasang raut jijik dengan lidah menjulur-julur dan tangan yang usapi wajah. Seakan semburan teh saya serupa semburan virus. Padahal itu air suci, sebab saya berdo'a dulu sebelum minum. Haduh!
Saya lihat Jungkook menunduk lunglai. Saya tahu dia bingung mau menjawab apa, dia tak pernah tahu apa jawaban pertanyaan itu. Dibilang kekasih, dia dulu yang menolak saya. Dibilang hanya hubungan dosen-mahasiswa, apakah memeluk dan saling mengecup termasuk ke dalamnya? Dan dibilang sahabat pun, kadang kami masih saling canggung. Hubungan kami tak jelas. Saya dan Jungkook jelas tahu itu.
Sebagai seorang dominan, mestinya saya yang tegas menjawab. Tapi kalau dilihat dari adab kesopanan, tidaklah baik menyela atau menjawab pertanyaan yang tidak seharusnya tertuju kepada saya.
"Mas..." dia panggil saya dengan lirih gelisah. Kakinya bergerak-gerak tak mau diam. Saat itu lah saya tahu, bahwa ini saat yang tepat bagi saya untuk mengambil alih pembicaraan. Persetan dulu dengan adab kesopanan, keselamatan Jungkook lebih penting.
"Maaf, ayah... biar saya yang menjawab," celetuk saya. Ayah yang tadinya intens memperhatikan Jungkook beralih pandang ke arah saya. "Ya? Jadi?"
"Hubungan kami... em... belum sampai mana-mana, yah," saya berceletuk gugup.
Ayah langsung tepuk dahi, beralih menepuk keras tengkuk saya tanda jengkel dan kecewa, "Lhaaah... kupikir kau bawa Jungkook sebagai calon mantu, bagaimana sih?! Dominan bukan?" Ayah saya memancing. Beliau pertanyakan kejantanan saya, untung saya tak jadi tersedak ludah.
"Loh! Saya dominan, yah!" menyangkal sembari tegakkan punggung, saya dihadiahi kikikan geli ibu, dan dengusan kesal ayah.
Beliau mulai menarik kail, "Buktikan, dong!"
"Y-ya... t-tunggu sebentarlah... Saya juga perlu waktu, tahu?!"
Melihat kegugupan saya, ayah mengernyit jijik melebihi ketika beliau kena semburan air suci beberapa menit lalu.
"Hilih!" gidiknya.
※Efflorescence※
Entah apa yang dipikirkan ayah dan ibu. Mereka mengunci kami --saya dan Jungkook, di dalam kamar yang sangat saya rindukan suasananya ini.
Kami cuma duduk saling canggung. Dia duduk di tepi ranjang, dan saya pilih duduk di kursi meja belajar. Jungkook melengos kala saya tatapi. Jemarinya saling rajut di atas paha, sementara kakinya gemetar tak mau diam. Wajah pucatnya tak semengerikan tadi, saya tersenyum sebab itu.
"Jungkook sa--"
Ucapan yang hendak terlontar dari mulut terinterupsi grasak-grusuk suara dari depan pintu. Seperti suara orang yang mendebatkan sesuatu dengan terlampau penting sampai tak ada salah satu yang mau mengalah. Saya tahu itu ayah dan ibu. Berterimakasih pada bisikan kasar ibu yang menyuruh ayah mengalah dan memberinya kesempatan menguping.
Nah, ini patut menjadi tanya. Mereka menguping apa? Kenapa kiranya kamar saya yang mereka ingin curi dengar?
Saya benar-benar tak paham. Tapi saya mulai mengerti darimana sifat aneh kami --saya, Jeonggyu dan Eonjin-- berasal. Gen memang tak akan membodohi siapapun. Seperti kata pepatah, buah tak akan jatuh jauh dari yang dagang.
Sudah, tak usah protes. Kan sudah saya bilang saya maunya yang luar biasa. Jatuh dari pohon itu sudah terlampau maklum bagi buah.
Grasak-grusuk di depan pintu itu belum juga berhenti. Justru semakin menjadi. Saya dengar suara ibu lagi,
"Aduh, yah, kok Jungkooknya belum mendesah?""Iya, ya... kapan ditusuknya sih?! Jangan-jangan Taehyung gagal ereksi!"
Aduuh... sumpah saya tidak kenal sama yang baru berbisik keras-keras frontal itu. Entah dia orang tua siapa. SAYA TIDAK KENAL!!!
Saya sampai harus mendehem canggung sembari garuk tengkuk begitu Jungkook tatap saya cepat dengan muka merah dan raut bertanya. Dia tunjuk diri sendiri, berkata 'aku' cuma dari gerakan bibir. Saya yang meringis tahan malu.
※Efflorescence※
TBC.
Cuma mau ketawa aja
WkwkwkJangan lupa jejakmu sayang...
KAMU SEDANG MEMBACA
Efflorescence |VKook/Taekook
FanfictionEfflorescence (V.) Blooming, flowering "Mendapatkannya yang seindah bunga mekar itu seperti mencari jarum dalam jerami. Sulit. Peluangnya hanya satu di antara sekian ribu." -kata saya pada diri saya sendiri. BTS Fanfiction. VKook/Taekook [Kim Taeh...