Efflorescence 18

437 86 25
                                    

Efflorescence

Story by: Fi (@Polaris183)
Length : Chaptered

Warn! BxB area! Homophobic? Saya tidak sarankan baca!

VKook (V/Kim Taehyung x Jeon Jungkook)

V/Taehyung sentris!

BACA NOTE BAWAH CUY!

______________________

Saya tumpahkan segalanya. Perihal di mana saya ke Lotte World dengan Jungkook, sikap anehnya, dan hadirnya si kusam Mingyu yang malah memperburuk suasana.

Namjoon dengarkan setiap kata saya baik-baik, menski sekali dua kali dia harus menguap keras sebab kantuk. Saya merasa bersalah padanya, kalau tak telepon, tak mungkin lelapnya terganggu.

Klotak-klatik bunyi sendok membentur gelas menjadi peneman, saya butuh kopi untuk pertahankan kesadaran guna berpikir.

"Jadi intinya begitu lah, Kim," pungkasnya, dengan uapan buas di akhir. Dasar Namjoon, sendirinya bermarga sama tapi panggil saya dengan marga. Bukannya sama saja dia panggil diri? Saya terkikik. Hiburan kecil di tengah kantuk dan suntuk yang menguasai diri.

"Iya Joon, iya. Akan saya coba selidiki lebih dalam tentang dia. Saya akan lakukan pendekatan ke orang terdekatnya seperti saranmu. Terima kasih ya? Maaf juga mengganggu malam-malam."

Namjoon jawab dengan gumam-gumam lirih. Sepertinya dia hampir tewas tertelan ambang sadar.

"Ya, semoga besok berhasil hoaaahm--," harapnya, saya amini dalam hati sebab memang itu juga yang saya inginkan.

Beberapa jam lagi sudah pagi. Sebenarnya sekarang juga hampir pagi sih. Diri saya rasakan dua hal yang berbeda bersamaan. Takut dan antusias. Jujur saja, keberanian saya menciut memkirkan kemungkinan terburuk bagi saya esok hari bersama Jungkook. Tapi rasa antusias yang membuncah ini tak bisa saya tepis juga. Ah, sudahlah... saya bingung.

Hffft... dan iya, semoga. Semoga segalanya berjalan lancar dan jauh dari pikiran buruk saya tadi. Dan cepatlah kamu menjadi milik saya seutuhnya, Jungkook.

※Efflorescence※

Mantel panjang yang membalut tubuh saya rapatkan, karena pagi ini benar-benar dingin. Masih pukul delapan pagi, belum banyak warga kota ini yang beraktifitas sepagi ini, di akhir musim gugur begini. Udaranya menusuk dengan angin kencang yang siap meriapkan surai setiap saat.

Segelas kopi hitam manis tersaji apik di depann saya. Pelayan yang mengantarkan dengan ramah beri saya ucapan 'selamat pagi, selamat menikmati' dengan senyum manis terlampir dan tundukan kepala sebagai syarat kesopanan.

Jam tangan --lagi dan lagi pemberian si gila Jimin setelah melancong ke kota fesyen, Paris, Perancis dua tahun lalu-- yang apik melingkar di pergelangan tangan kiri saya nikmati setiap detik jarumnya melaju.

Jantung saya tak mampu dikatakan sehat kalau ada yang bertanya. Detaknya sungguh menyiksa, tapi bikin saya bahagia. Entah harus bagaimana saya deskripsikan rasa ini, jelasnya saya resah, tapi juga bergairah menanti apa yang sedari sepuluh menit lalu saya tunggu menampakkan batang hidung.

Hingga di detik ke lima puluh sekian hitungan lisan, pintu kafe terbuka dengan gerakan tergesa. Lonceng kecil di atas pintu  riuh berdenting menyambut sang tamu. Saya bertoleh dagu cepat, dan benar saja, saya kenal pada seseorang yang baru memasuki ruang itu.

Punggung saya menegang, dengan si pemompa darah yang lonjak-lonjak kegirangan di balik jeruji rusuk.

Saya naikkan sebelah alis saat dia duduk menghempas tubuh dan menghela napas lega. Penampilannya yang membuat saya mengernyit. Jeans sobek-sobek, jaket kulit, topi yang hampir sembunyikan pandangannya, kacamata, dan sehelai slayer nyentrik bergambar Cooky. Semuanya berwarna hitam, kecuali karakter yang sama seperti di bed cover saya yang mencolok berwarna merah jambu sendiri. Asli, kalau tak kenal postur tubuh, saya sudah beringsut sambil teriak teroris.

"Jungkook? Kamu..." Tak mampu berkata, uncapan saya menggantung begitu saja.

Dia tunjuk telapak tangan ke arah saya, tanda kalau saya jangan menginterupsi kegiatan ambil-hembuskan napas lelahnya. Saya iya-iya saja, memang tak perlu buru-buru bukan? Nikmati saja waktu bersamanya selagi bisa, sebab saya tak akan tahu hal apa yang akan menanti di depan sana.

"Mas,"

Dia dengan letih memanggil, melepas kacamata serta slayer nyentrik yang menutup hidung mulutnya, dan menaruh begitu saja di meja, dekat dengan cangkir kopi saya. "Iya?"

"Sebentar, aku lelah," keluhnya. Saya jadi tak tega.

"Kamu mau saya pesankan sesuatu untuk kurangi letih, Jungkook?"

Dia mengangguk atas tawaran saya. Dengan senyum yang manis tersungging, saya angkat tangan guna memanggil pelayan, memesankan satu gelas es kopi dan sepotong kue cokelat. Dia langsung memekik kegirangan.

Saya usak pucuk kepalanya, memandang begitu intens hingga dia hilangkan sendiri tawanya. Hanya kekeh-kekeh hambar yang tersisa sampai dia menunduk malu dengan wajah bersemu.

"Kemarin, kamu di mana? Ibu kamu menelepon berkata khawatir, Jungkook."

Dia terkesiap begitu saya mulai pembicaraan, tangan saya yang tadi mengusak pucuk rambut, beralih mengelus pipi gembilnya yang menirus. Dia kehilangan bobot tubuh, agaknya.

Hilang. Sorot mata berbinarnya kala bertemu saya hilang berganti raut cemas. Dia gigit bibir bawahnya gusar. Jempol tangan saya lantas tanpa sadar mengelus bagian itu, dengan kejut, dia naikkan pandang ke arah saya. Menatap lurus dengan mata yang mulai berkaca. Astaga, kenapa?

"Jungkook? Hei!" Saya menegur, tak sangka saja dia malah mulai meliruhkan apa yang sejak tadi ditahan-tahan.

"Mas Kim, kita tak mungkin bicarakan ini di sini,"

"Kenapa memang? Di sini aman-aman saja Jungkook,"

"Tidak, terlalu riskan mas. Dia bisa saja hampiri aku ke sini. Ak--"

Saya menyela dia, "Sebentar, sebentar. Dia ini siapa ya maksud kamu?"

"Nanti saja aku cerita. Yang jelas, bawa aku lari dari kota ini mas. Bawa aku sejauh yang mas bisa. Aku mohooon..." Jungkook menangkupkan tangan, wajahnya tampak putus asa sekali kala memohon. Saya mana bisa menolak kalau begini caranya.

Saya berdehem, "Ehem! Oke. Habiskan makanan kamu, dan saya antar kamu ke rumah dulu untuk ambil perlengkapan. Seperti kata kamu, Kook, saya akan bawa kamu menjauh."

Dengan semangat yang kembali terpupuk, Jungkook melahap makanannya. Dan saya di sini, harus kembali menelan rasa penasaran sebab belum juga tahu hal apa yang disembunyikan Jungkook sampai sebegininya.

Saya sabar.

Saya kuat.

Tapi saya anak ibu, bukan anak biskuat!

Ah, jadi ingin menonton Tayo rasanya.





※Efflorescence※

TbC

A/n: Hai... Maaf banget atas keterlambatan yang entah berapa hari ini... lagi super sibuk ya Tuhan, mana idenya mampet nunggu wangsit. Tetep setia ya sama Mas Kim dan Dek Jungkook ini...

Jangan lupa tinggalkan jejak, jangan suka jadi pembaca gelap, nggak baik.

Share juga biar makin banyak pembaca...

Thank you! Wish You all the best, guys!


Efflorescence |VKook/TaekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang