46. Rei Ex part 2

74 12 5
                                    

Suatu ketika Jin dan Rei sedang duduk di pojok ruangan menunggu semua orang datang. Untuk latihan penampilan saat tour nanti, perusahaan menyewa sebuah ruangan studio yang lebih besar. Selama beberapa hari para member berlatih di sini.

Karena berangkat lebih dulu, Jin dan Rei jadi orang yang lebih dulu sampai di sini. Mereka duduk bersandar di lantai sambil menjulurkan kaki ke depan. Jin dan Rei duduk bersampingan sambil menatap diri mereka sendiri di depan cermin.

"Haah... Rasanya tenang sekali ya, aneh," gumam Rei tanpa bergerak.

"Benar, tenang tapi... sepi, tidak biasa," sahut Jin, juga tanpa bergerak.

"Benar hyung, kalau begini terus aku bisa tertidur,"

"Oh, Rei?" Jin tiba-tiba saja menoleh.

"Hm?" Rei juga menoleh ke arah Jin.

"Bagaimana dengan mantanmu itu? Apa urusannya sudah selesai? Sudah lama sih, dari kemarin aku ingin menanyakan tapi selalu lupa."

Oh benar saja. Sejak di part 37, kini semua orang sudah tahu tentang mantan Rei. Dia tampak bengong karena Jin tiba-tiba menanyakan, hingga kemudian tertawa. 

"Aku bahkan sudah lupa hyung, kenapa kau tiba-tiba menanyakan?" kekeh Rei. 

"Tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba teringat," kata Jin sambil menunjukkan posert sebuah film.

Pada gambar tampak dua orang laki-laki dan perempuan yang berpelukan layaknya sepasang kekasih. Rei tertawa setelah melihat poster yang ditunjukkan Jin. Matanya lalu kembali menatap ke depan dan menerawang. 

"Semuanya baik-baik saja, hyung. Untungnya saat itu aku curhat padamu, walau sekarang semua orang malah tahu, Hahaha," kekeh Rei.

Jin pun ikut tertawa, "Ah itu. Percayalah, mereka hanya khawatir,"

"Aku tahu, mereka benar-benar lucu," 

Rei mengingat, setelah kejadian tempo lalu selama beberapa hari teman-temannya menanyakan kabar Rei. Padahal ya, mereka juga bisa melihat langsung. Jin tertawa pelan, sepertinya ingat juga kalau saat itu dia yang menanyakan Rei secara intens. 

"Saat itu... ketika mantanku ngechat tiba-tiba, dia akan datang ke Jogja. Bbenar saja dia ingin mengajakku bertemu. Tapi aku menolaknya dengan singkat dan jelas. Aku bangga pada diriku sendiri hyung," Rei terkekeh.

"Wah, itu bagus sekali. Selamat ya Rei," deretan gigi Jin terlihat, sambil tertawa.

"Ini semua berkatmu hyung. Dan yang lainnya, tentu saja."

"Tetap saja itu usahamu, aku senang kau bisa mengatasinya," tanpa bercanda, kini Jin mengatakannya dengan serius penuh rasa bangga.

 "Aku harus berterima kasih pada kalian. Apa lagi kalian sukses membuatku sibuk, sejak saat itu hahaha" Rei terkekeh. "Padahal itu masalah sederhana, tapi aku malah uring-uringan sepanjang hari," sambung Rei, merutuki kebodohannya.

"Tidak apa-apa, aku maklum kok. Kan itu hal yang wajar, apalagi kalau  jika mencintai seseorang,"

Rei menoleh pada Jin, wajahnya tampak sedang mengingat sesuatu yang sangat penting. Rei menyimak, menunggu kalimat Jin berikutnya.

"Aku... sangat paham. Aku juga, sangat mencintai grup ini hingga aku tidak bisa melepaskannya. Kadang aku merasa takut jika membayangkan 'bagaimana ya, jika seandainya suatu saat nanti kita semua akan berpisah. Kurasa aku akan sangat terpuruk jika itu benar-benar terjadi,"

Rei tersenyum seakan paham. "Kalian tidak akan pernah berpisah hyung, aku yakin itu,"

"Benarkah?" Jin menoleh pada Rei.

"Tentu saja, kalian adalah tim terhebat yang pernah kutemui. Saling mengisi, saling menjaga, mau saling mengerti. Selama semuanya terus begitu, kalian tidak akan pernah berpisah. Aku yakin, semua orang merasakan hal yang sama seperti yang kau rasakan hyung," tanpa disadarinya Rei tersenyum membayangkan teman-temannya.

Jin menatapnya dan kemudian ikut tersenyum,.Sepertinya mereka membayangkan orang-orang yang sama. "Kau bicara seakan-akan kau paham segalanya,"

"Tentu, karena aku juga sangat mencintai grup ini. Bukan hanya aku, seluruh staff di sini juga merasakan hal yang sama," ujaar Rei yakin.

"Oh Rei, itu benar-benar manis. Terimakasih," senyum Jin.

"Astaga hyung, sekarang aku bisa paham kenapa para wanita tergila-gila padamu," Rei tiba-tiba bergurau hingga keduanya tertawa.

Rei benar-benar merasa lega dan luar biasa senang. Entah mengapa, tanpa alasan yang jelas dia merasa berada di tempat yang tepat.

"Sepertinya moodmu sangat bagus belakangan ini," kata Jin.

"Oh iya, benar hyung. Belakangan ini aku sangat senang karena perlahan-lahan aku bisa membayar utang orangtuaku,"

"Utang? Apa orangtuamu punya utang? Kau tak pernah cerita," Jin kaget mendengar informasi yang mendadak jadi berat.

"Yaah, tentu saja punya. Mereka harus berutang agar aku bisa sekolah. Selama bekerja dulu aku sama sekali tidak bisa menabung untuk membantu mereka. Tapi sejak di sini, aku bisa. Itu sebabnya aku sangat senang," Rei tersenyum lebar, merasa bangga.

"Jadi itu sebabnya kau sering begadang dan mengerjakan banyak hal?"

"Um... yaa semacam itu, tapi itu lebih karena sesuai dengan passion, jadi aku sering mengerjakannya karena aku suka,"

"Lalu kau sering mengabaikan penampilanmu, padahal gadis seumuranmu dengan gaji seperti itu semestinya sudah membeli beberapa pakaian cantik dan perawatan wajah,"

"Ah, itu.. aku tidak tega mengeluarkan uang untuk hal seperti itu," Rei terkekeh canggung.

Jin terdiam sambil menatap Rei yang malah menyengir. "Kau ini memang," Jin mengulurkan tangan dan mengacak rambut Rei. Rei hanya terkekeh.

"Lain kali pergilah beli baju yang bagus. Suatu saat nanti kau pasti akan membutuhkannya. Kalau perlu bantuan, aku akan menemani,"

"Baiklah, terimakasih hyung," Rei tersenyum lagi. "Belakangan juga Yoongi tiba-tiba memberikan banyak skin care. Katanya dia tidak pakai,"

"Oalah, pantas saja belakangan ini skin care Yoongi bisa habis. Biasanya semuanya dia tak pernah pakai bahkan sampai kadaluarsa," tawa Jin. "Baguslah, sekarang 'kan semuanya tak terbuang percuma. Tapi tetap saja, kau harus lebih perhatian pada diri sendiri ya," Jin mulai mengomel. Rei hanya tersenyum sambil mengiyakan.

Tak lama setelah itu, terdengar suara senandung yang semakin lama semakin keras. Semua orang tahu suara itu milik siapa, Jungkook tentu saja. Dia muncul dari balik pintu, berakting seakan sedang berada di tengah konser kemudian dia mengakhiri lagunya dengan dramatis dan duduk berpose di antara Jin dan Rei.

"Hyung!" seru Jungkook sambil setengah ngos-ngosan. Kemudian dia menepuk paha Jin hingga mengeluarkan suara yang cukup keras.

"Aishh!" Jin mengerang kesakitan, sementara Jungkook malah tertawa.

Rei ikut tertawa. "Masa-masa tenang kita tinggal kenangan, hyung,"

"Benar. Haah, memang anak ini..." kata Jin kesal sambil menggelengkan kepala.

Jungkook hanya tertawa. Kemudian dia melanjutkan lagunya sambil menciptakan koreografi yang aneh-aneh sampai Rei tertawa terbahak-bahak.

Tak lama setelah itu Jimin dan Taehyung masuk sambil berkejaran. Mereka sedang memperebutkan sesuatu. Kehadiran tiga orang ini sudah sangat cukup mengacaukan suasana.

Dalam sekejap ruangan yang tadinya hening penuh ketenangan berubah menjadi arena yang ricuh. Rei tertawa, dia selalu kagum pada tiga orang ini yang selalu bisa membuat kacau suasana apapun.

Setelah tiga angin ribut ini, giliran Yoongi yang masuk ke ruangan. Dia langsung berbaring di dekat Rei dan Jin yang masih duduk tenang. Sementara tiga angin ribut, jangan ditanya deh.

Lalu giliran Namjoon yang datang bersama Hobi, seperti orang normal kebanyakan. Tapi ketika melihat tiga anak itu, mereka hanya bisa berdiri sambil menggeleng-gelengkan kepala. 

Persiapan tour tak pernah mudah, jadwal akan semakin padat. Tapi lelah pun kadang tak terasa, karena mereka bersama dengan orang-orang yang tepat.

7 Dwarfs & The Moon SpiritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang