Dia menatap benci padaku. Lalu mendekatiku. "Hai Angel, kau masih ingat denganku?" Aku menatapnya datar. Apa maksudnya? Dia terlalu banyak basa-basi.
Tiga orang tadi yang mengejarku tiba dengan yang lain. Mereka membawa senjata masing-masing. Takut? Sama sekali tidak ada definisi takut dalam hidupku.
"Fredly, apa yang kau inginkan dariku?"
"Good girl. Pantas saja jika kau diberi gelar si jenius. Aku suka otakmu." Dia tersenyum jahat.
"Kenapa kau ingin melukai putraku?" Tanyaku, aku berusaha mengulur waktu agar aku bisa berpikir bagaimana caranya aku dan Al bisa selamat dari sini.
"Huh? Putra?" Tiba-tiba seseorang muncul dari balik tembok. Aku yakin dia Clara. "Dia adalah putraku Angel! Kau tidak berhak untuk memanggilnya seperti itu!" Teriak Clara.
Aku berdecak. "Mana ada ibu yang mau melukai anaknya sendiri," ujarku dengan sinis. Clara mengepalkan tangannya. Dia melangkah mendekatiku, namun Fredly menghentikannya.
"Diam Clara!"
"Angel, bukankah kamu jenius? Kalau begitu turuti permintaanku!" Aku mengerutkan keningku. Untuk apa Fredly melakukan ini semua.
"Untuk apa kamu melakukan ini? Bukankah kau bilang kau adalah sahabatku?"
Tiba-tiba Fredly tertawa. Lalu dia menatap tajam padaku. "Apa kau bilang? Sahabat? Sahabat mana yang menghancurkan kehidupan sahabatnya yang lain?!"
"Apa maksudmu?" Dia mendengus. Lalu tertawa kecil.
"Apa maksudku? Kamu bodoh! Kamu tak pantas untuk diberi gelar jenius. Patutnya aku yang mendapatkan gelar itu tiga tahun yang lalu. Andai saja kau tidak ikut andil dalam penciptaan alat itu, ini semua tidak akan terjadi padaku!"
Aku mengerutkan keningku, apa yang Fredly maksud? Tentang alat yang menghapus ingatan itu? Menurutku itu adalah alat paling bodoh dan tidak berguna.
Jujur saja aku tidak tahu apapun tentang kehidupannya.
"Apa maksudmu? Katakan lebih jelas!" Wajah Fredly memerah. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Aku sangat membencimu. Kamu tahu? Alat itu diakui seluruh dunia, tapi sayangnya bukan atas namaku, tapi atas namamu! Perusahaan keluargaku hancur karena mu!"
"Lalu, apa maumu?"
"Tunggu Fred, aku ingin setelah Angel menandatangani surat itu, aku ingin membunuhnya!" Clara melipat kedua tangannya di depan dada.
"Bagaimana dengan putramu itu, Ra?" Tanya Fredly. Aku hanya bisa diam, apakah mereka saling kenal?
"Aku akan membawanya, lalu mengarang cerita seakan aku yang menyelamatkannya."
"Dan kau akan membiarkan seakan aku yang bersalah? Hm?" Potong seseorang.
Dia berjalan mendekati kami. Aku kenal suara ini. Kiren. Dia membawa berkas di tangannya. Apa yang ingin mereka lakukan? Mengubah seluruh aset perusahaanku menjadi nama mereka?
Kenapa? Kenapa harus Kiren?
"Kenapa Angel? Kau terkejut?" Aku menatap datar pada Kiren. Dia mendekatiku.
"Kamu belum tahu, kan siapa kami?" Aku membuang muka.
"Aku nggak perlu tahu siapa kalian, aku cukup bilang kalau kalian itu PENGHIANAT!" Aku menekankan kataku di kata terakhir.
Kiren terlihat santai. Dia hanya menatapku datar. "Hm ... Bagaimana kalau aku memberitahumu? Ah, itu ide bagus. Aku akan memberitahumu segalanya, bahkan termasuk juga tentang kenyataan. Hm ... Ide bagus."
"Ayolah, Kak. Jangan bertele-tele," ujar Clara. Aku membelalakan mataku. Kakak? Jadi Kiren adalah kakak Clara?
"Kenapa? Kau terkejut? Aku tidak tahu kalau kau sebodoh ini, Angel." Tanganku terkepal.
"Kau tahu? Fredly adalah sepupuku. Aku dan dia menghapus marga Jonshon dalam nama kami. Aku adalah wanita yang mandiri, aku tak menggunakan marga keluargaku. Tidak sepertimu! Kau mengandalkan nama keluargamu untuk melakukan semua yang kau inginkan! Huh, aku membencimu! Kau membunuh Steven. Kau membunuh cintaku!"
Dadaku sesak, mengapa selama ini semuanya tersembunyi dengan sangat rapi? Aku bodoh!
"Kenapa kau tak pernah memberitahuku kalau kau mencintai Steven?" Aku menitikkan air mata, apakah Kiren pantas untuk ditangisi? Dia pantas.
"Sahabat itu akan tau tanpa perlu diberi tahu, Angel. Kau terlalu egois, selama kuliah kau tak pernah memperdulikan aku. Kau hanya menganggap ku teman. Kau hanya peduli pada Berina, Merina, dan Araina. Kau mengacuhkan aku. Sahabat kecilmu!"
Aku menangis, kenapa? Kenapa aku tak pernah tau?
"Lemah! Kenapa kau menangis?!" Ujar Kiren. Aku hanya bisa menunduk. Merasa bersalah.
"Aku tahu aku salah. Karena itu maafkan aku. Selama ini kau tak pernah memberitahuku apapun. Kamu memendam semua perasaanmu sendiri. Please, aku bukan Tuhan Kiren. Aku hanyalah manusia biasa." Kiren membuang mukanya. Dia mendekatiku perlahan lalu menamparku.
Rasanya sakit dan memilukan. Aku memegang pipiku yang memanas.
"Cih! Lemah! Bertahun-tahun aku memendam perasaanku agar kau bisa bahagia bersama Steven. Tapi takdir berkata lain, dia tak mengizinkan kau bahagia bersama dengannya. Aku bahagia, meski adikku yang harus jadi korban." Kiren tersenyum sinis. Apakah dia Kiren yang selama ini aku kenal?
"Kenapa tidak dari dulu? Kau bisa melakukannya dari dulu Kiren." Kiren tersenyum devil.
"Kau pikir aku akan membalas dendam semudah itu? Aku ingin melihatmu menderita dulu Angel. Kau membuat keluarga ku hancur! Maka aku menghancurkanmu!"
Dia mengeluarkan sebuah belati. Lalu menodongkan nya tepat di leherku.
"Tapi sebelum itu, aku ingin mengubah semua aset perusahaan menjadi namaku." Aku masih tetap meneteskan air mataku. Aku menatap sendu pada Kiren.
"Apakah ini yang kamu mau?" Kiren mengangguk. "Ya, ini yang aku mau. Aku tahu, perusahaanmu banyak menanam saham di perusahaan besar lainnya. Aku menginginkannya."
"Jika ini membuatmu bahagia, aku akan memberikan segalanya. Aku akan memberikan semuanya," ujarku. Kiren tersenyum. Dia membuka berkas penandatangan pengalihan nama. Apakah aku akan memberikannya begitu saja? Kerja kerasku selama 2 tahun?
Apa yang harus aku lakukan?
___________________________________________________________________________
Hayo, apa yang harus Angel lakukan? Kirim komentar ya guys, apa yang harus Angel lakukan? Menyerahkan semua aset perusahaan nya begitu saja? Atau justru melawan? Atau menunggu bantuan? Udah mati duluan deh😒
Haha, see you di next chap😘😘
Thanks buat yang kemarin koment. Komen kalian berharga banget deh buat author.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Mother is CEO
Roman d'amour𝘼𝙣𝙜𝙚𝙡 𝙇𝙖𝙡𝙞𝙨𝙖 𝘽𝙚𝙧𝙩, wanita karir paling sukses di usia 24 tahun yang lama men-jomblo karena sifatnya yang 'sangat pemilih', namun tidak ada yang bisa menandingi kehebatannya soal mengelola perusahaan. Pertemuannya dengan seorang anak...