Rosè rasa ada yang ia lewatkan semalam. Entah mengapa ia merasa suasana makan pagi kali ini terasa jauh lebih dingin. Ia tahu sang ayah memang membangun tembok tak kasat mata antara dirinya dengan sang adik yang hingga sekarang baik Rosè maupun Lisa tak tahu alasannya.
Tetapi sungguh rasanya pagi ini sangatlah aneh. Lisa yang selalu menunduk dan sang ayah yang biasanya akan sesekali mencuri pandang ke arah Lisa—tanpa sang adik ketahui– kini begitu fokus pada tabletnya. Rosè juga sempat mendengar suara isak tangis samar dari dalam kamar Lisa semalam tetapi gadis itu lebih memilih memberikan Lisa waktu seorang diri. Adiknya tak pernah suka jika seseorang melihatnya dalam keadaan lemah.
Rosè yang sudah tak tahan pun hendak membuka suara namun kalah cepat dengan suara Namjoon yang terdengar sangat dingin, "Kau sudah menganti pilihanmu Lisa?"
Lisa terlihat tersentak baru sekitar lima detik kemudian ia menganggukan kepalanya, "Sudah ayah" ucapnya sambil menyodorkan selembaran pada Namjoon.
Namjoon lantas menerimanya lalu menandatangani kertas tersebut. Pria itu lalu mengembalikan kertas itu kembali pada Lisa. Mata tajamnya memandang dingin ke arah Lisa yang hanya mampu membeku di tempatnya. Tatapan Namjoon seolah menguliti Lisa hidup-hidup hingga tanpa sadar tubuhnya gemetar ketakutan.
"Bagus kau mendengar apa kata ayah. Kau harus fokus untuk belajar. Kau tak akan memiliki masa depan yang cerah jika nilaimu terus jelek. Otakmu tak akan berubah jika kau tak berusaha. Kau paham itu Lisa?"
"Paham ayah"
"Kau paham tapi nilaimu tak pernah berubah?. Kau hanya dapat memalukan nama keluarga Kim"
"Ayah," ucap Rosè, "Ayo kita berangkat sekarang" lanjutnya sambil menatap ke arah Lisa yang mulai mengigit bibir bagian bawahnya. Jika sudah seperti itu Rosè sangat tahu Lisa sudah ingin menangis namun menahannya mati-matian.
Namjoon tersenyum, mengusap lembut rambut Rosè, "Ayo sayang. Lisa ingat pesan ayah padamu tadi" ucap Namjoon melengang duluan.
Rosè pun langsung menghampiri Lisa, memeluk sang adik sejenak, "Kau tak apa-apa Lisa?" tanyanya cemas.
"Aku tak apa. Eonnie cepat pergilah, ayah sudah menunggumu"
"Baiklah, semangat adik kecil" ucap Rosè sebelum pergi meninggalkan Lisa.
Setelahnya Lisa benar-benar sudah tak kuasa untuk menahan tangisnya. Gadis itu menelungkup di meja makan dan mulai menangis. Hatinya terasa teremat sakit akibat kata-kata sang ayah. Belum sembuh lukanya semalam, sekarang ia harus kembali menerima luka serupa dan dari orang yang sama.
Sebuah tepukkan lembut membuat Lisa mendongak. Ia menemukan sosok asisten Go yang menatapnya dengan cemas. Gadis itu dengan terburu-buru menghapus air matanya dan tersenyum.
"Bibi Go?, tak berangkat bersama ayah?" tanya Lisa.
"Ah itu, Tuan Kim melupakan dokumen penting di ruangannya jadi saya di minta kembali ke rumah untuk mengambilnya. Anda tak apa-apa nona Lisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
D I V E R G E N T
FanfictionTerlahir kembar bukan berarti mereka akan seiras Terlahir kembar bukan berarti afeksi yang di terima akan sama rata Terlahir kembar bukan berarti mereka akan di berkati dengan bakat yang sama Mereka memanglah terlahir kembar namun mereka benar-benar...