Namjoon baru saja mendudukan tubuhnya di kursi meja makan setelah mengecek keadaan Rosé yang semalam tiba-tiba saja terserang demam. Lisa jelas melihat guratan lelah di wajah ayahnya karena semalaman pria itu menjaga Rosé bahkan kantung mata hitam terlihat jelas di bawah matanya. Membuktikan seberapa cemasnya pria itu pada sang kakak sulung. Lisa diam-diam tersenyum miris, apabila ia yang sakit apakah sang ayah akan secemas itu juga padanya?. Atau pria itu malah akan senang dan membiarkannya sekarat?.
Lisa juga sejujurnya sangat mengkhawatirkan keadaan Rosé, apalagi ketika ia pertama kali membuka pintu dan mendapati wajah pucat sang kakak yang tiba-tiba saja pingsan di hadapannya. Untung saja ada Seokjin, sehingga sang paman dapat langsung membopong tubuh ringkih Rosé menuju kamar dan menelepon Namjoon juga dokter pribadi keluarganya. Namun, memori pertengkarannya dengan sang kakak membuat gengsinya jadi melambung tinggi. Ia enggan untuk menginjakkan kaki ke kamar sang kakak, menanyakan kondisinya, memastikan bahwa ia baik-baik saja meski sebenarnya hati kecilnya sangat ingin melakukan hal tersebut.
Lisa melirik Namjoon yang tengah menelepon seseorang untuk izin tak masuk kerja. Lalu, setelah pria itu memutuskan sambungan telepon dan mulai mengambil nasi goreng kimchi yang telah di sediakan, Lisa bersuara—mencicit lebih tepatnya—, "Ayah"
Namjoon berdehem tanpa ada niatan untuk melirik kearah Lisa. Lisa mengigit bibir, saling menautkan tangan, jantungnya sedaritadi sudah berkerja anomali. Apakah ini waktu yang tepat?. Mulutnya terbuka sebelum kembali mengatup rapat, rasa ragu serta takut mendominasi dirinya saat ini.
Namjoon menaikan alis, menghentikan kegiatannya menyuapkan nasi goreng kimchi dan menatap anak bungsunya yang terlihat tak nyaman, "Jika kau ingin mengatakan soal nilaimu yang kembali turun lebih baik tak usah. Ayah malas mendengarnya" ucap Namjoon kembali menyendokkan nasi goreng kimchinya
"Bukan" ucap Lisa tegas, memandang sang ayah tanpa gentar, "Aku, akan mengikuti kompetisi dance ayah"
"Apa?" Namjoon sebenarnya tak tuli untuk mendengar pernyataan dari Lisa. Namun, ia hanya ingin memastikan saja bahwa apa yang di katakan anak bungsunya itu benar.
Lisa mengambil tasnya yang tersampir di kursi dan menyerahkan selembar kertas pada Namjoon, "Aku akan mengikuti kompetisi dance, ayah" ulangnya penuh keyakinan.
Namjoon mengambil selembaran tersebut lantas dengan penuh amarah ia merobek kertas tersebut dan membuangnya tepat di wajah Lisa yang mendadak mematung. Sang ayah bangkit berdiri, mengeberak meja dengan sangat kencang sampai Lisa terlonjak kaget. Lisa tetap memandang sang ayah tanpa gentar, kali ini saja ia ingin terbebas dari kekangan ayahnya. Hanya untuk sekali saja ia ingin membangkang dari sang ayah.
"Bukankah ayah sudah menyuruhmu untuk keluar dari eskul konyolmu itu, Kim Lisa!" bentak Namjoon, wajahnya telah merah padam dengan urat-urat yang menonjol di lehernya membuktikan seberapa marah pria itu saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
D I V E R G E N T
FanfictionTerlahir kembar bukan berarti mereka akan seiras Terlahir kembar bukan berarti afeksi yang di terima akan sama rata Terlahir kembar bukan berarti mereka akan di berkati dengan bakat yang sama Mereka memanglah terlahir kembar namun mereka benar-benar...