Empat Belas

34 1 0
                                    


♡♡♡♡

Dira pulang dengan wajah murung, ia kerap kali diejek oleh teman-temannya mengenai kedua orang tuanya. Ia melihat kearah rumahnya, seseorang berdiri disana sambil tersenyum.

Senyuman Dira pun mengembang, ia berlari dan memeluk orang itu. "Bang Bagaass."

Bagas menggendong Dira. "Adek kecil Abang udah gede ya, makin berat."

"Pokoknya Dira marah sama Bang Bagas." Ucapnya merajuk.

"Dira nggak boleh gitu." Seorang perempuan datang membawa teh hangat untuk Bagas.

Dira melipat kedua tangannya. Ia masih berada diatas pangkuan Bagas.

"Jangan marah dong, nanti Bang Bagas kasih permen mau?" Bujuk Bagas mengeluarkan permen kapas yang ia beli di pinggir jalan tadi.

"Mau."

"Tapi maafin Bang Bagas dulu."

"Iya, Dira maafin Bang Bagas." Bagas menyerahkan permen kapas itu kepada Dira.

Perempuan itu menyerahkan amplop coklat kepada Bagas.

"Apaan nih?" Ucap Bagas.

"Itu cicilan utang gue Gas, lo terlalu banyak bantu gue. Biaya sekolah Dira aja lo yang nanggung, lagian gue udah mulai kerja sekarang."

Bagas tersenyum. "Ra, gue bantu lo itu ikhlas. Gue kan udah bilang nggak usah diganti, lagi pula lo sama Dira udah gue anggap sebagai adek gue. Jadi nggak usah nggak enak gitu."

"Gue nggak tahu kalau nggak ada lo, gue sama Dira masih bisa hidup atau nggak. Gue bersyukur banget ketemu orang baik kayak lo Gas." Ara menangis sambil memeluk Bagas.

"Udah dong jangan nangis, nanti Dira liat bisa ikutan nangis." Bagas mengusap punggung Ara, mencoba menenangkannya.

Waktu itu Bagas tengah bersembunyi dari kejaran para perampok yang hampir saja membunuhnya, ia bersembunyi disebuah gubuk yang sudah tidak layak digunakan lagi. Ia terus saja berjalan masuk, hingga seseorang memukulnya menggunakan sapu.

"Maling ya lo." Ucap perempuan yang sepantaran dengannya.

Bagas mencoba menghindari pukulan itu. "Gue bukan maling."

"Boong."

"Bener gue bukan maling, gue lagi sembunyi dari rampok yang ngejar-ngejar gue." Pukulan itu berhenti.

"Sana lo keluar."

"Kak." Seseorang memanggilnya dari bilik sebelah. Bagas mengekori perempuan itu dari belakang.

"Adek lo sakit?" Perempuan itu terkejut dengan Bagas yang tiba-tiba sudah ada didekatnya, ia memeriksa tubuh anak kecil itu. Panas. "Adek lo panas banget, bawa kerumah sakit ayo."

"Gue nggak punya uang buat biaya rumah sakit."

"Udah lo nggak usah mikirin soal biaya rumah sakit, biar gue yang nanggung." Bagas menghubungi supir untuk menjemputnya disini.

Bagas membawanya kerumah sakit terdekat, dokter pun mulai memeriksa keadaan anak kecil itu.

"Lo nggak usah cemas, adek lo pasti baik-baik aja." Ucap Bagas menenangkan perempuan itu yang nampak khawatir dengan keadaan adiknya.

"Gue Bagas."

"Ara." Ucap Ara. "Makasih ya udah bawa adek gue kesini, nanti kalau gue udah punya uang gue ganti."

"Nggak usah nggak papa. Oh ya nanti rumah lo yang lama jangan ditempati lagi ya."

Ara terkejut, kalau tempat itu tidak ditempati, dimana mereka akan tidur.

HILANG [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang