Tiga Puluh Empat

23 2 0
                                    

Happy reading guys

Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca♡
Ditunggu juga saran dan kritikannya.
Terima kasih..

***
Bobi melihat kesekeliling jalan yang belum pernah ia lewati sebelumnya. Ia tidak tahu akan dibawa kemana, Dini hanya mengatakan ia ingin bertemu dengan Bagas. Bobi pikir ia akan kerumah Bagas, ternyata tidak. Dini hanya membawa dirinya kesebuah rumah yang sangat asing baginya. Dini berhenti, hingga Bobi pun ikut berhenti. Bobi mengenai motor yang tengah terparkir disebuah teras rumah itu, itu motor milik Bagas.

Kenapa Bagas berada dirumah ini, memangnya ia pindah rumah. Pikir Bobi.

Dini mengetuk pintu rumah tersebut, hingga Pintu pun terbuka, menampilkan sosok perempuan berkuncir kuda yang sangat menggemaskan. Tapi tunggu, bukannya Bagas tidak memiliki adik lain selain Dini dan juga Caca. Lalu siapa dia? Bobi terus saja membatin, bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Kak Dini." Matanya membulat terkejut, lalu menghambur kepelukan Dini. Hingga Dini berjongkok menyesuaikan tingginya dengan gadis mungil yang sangat menggemaskan itu.

Sosok perempuan lain pun keluar, menghampiri mereka. Dini berdiri kembali menggendong gadis kecil itu. Bobi berpikir sepertinya gadis itu seumuran dengannya. Pikiran-pikiran negatif pun berkeliaran dikepalanya, atau mungkin Bagas-

"Jangan mikir aneh-aneh." Sahut Dini, seolah tahu apa yang tengah Bobi pikirkan. "Ini Ara, dan yang ini Dira. Mereka itu adeknya Bagas juga." Jelasnya.

Bobi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menyengir malu kearah mereka. Maklum saja, kan ia tidak tahu.

"Nyari Bagas ya, ayo masuk." Ara mempersilahkan mereka masuk kedalam rumah.

Dini celingukan mencari keberadaan Bagas yang belum terlihat. "Bagas dikamar, dia demam." Ucapan Ara. Dini sangat terkejut mendengar berita itu, kenapa Bagas tidak memberitahunya. Sedangkan Bobi diam, ia tahu mungkin Bagas demam akibat ia menerobos hujan tadi malam.

Ara menunjukkan kamar yang ditempati Bagas. Dini membuka pelan-pelan pintu kamar itu. Bagas tengah tertidur dengan selimut yang menutupi sampai dadanya.

"Pantes dia nggak sekolah." Bobi berdiri didekat pintu, memperhatikan Bagas yang tengah berbaring.

"Tadi pagi gue kaget dia ada diteras lagi tidur dikursi dan pakaiannya kayak basah gitu, kayaknya dia dari semalam tidur diluar dengan pakaian basah. Untung aja demamnya nggak tinggi." Jelas Ara.

Dini berjalan menghampiri Bagas. Mengecek suhu tubuhnya. Bagas terusik, ia pun membuka matanya perlahan. "Suka banget sih bikin gue khawatir. Mamah ampe panik lo nggak pulang. Dan gue harus bohong lo lagi nginep dirumah Bobi, biar Mamah nggak panik lagi." Dini langsung tancap Gas mengomeli Bagas. Bagas masih mengumpulkan nyawanya, ia pun menguap. Tak mendengarkan jelas apa yang Dini bicarakan.

"Semalam kenapa ngerokok terus minum kopi lagi. Gue tahu lo paling nggak suka kopi, apalagi rokok." Lanjutnya. "Ini ada sangkut pautnya sama Salsa?" Tuduhnya.

"Kak Salsa?" Sahut Dira, matanya mengerjap-ngerjap lucu. Dira sangat rindu dengan Salsa, ia ingin mendengarkan kisah barbie lagi.

Ara berjongkok menyesuaikan tingginya dengan gadis mungil yang ia sayangi. "Kita main diluar yuk." Ajaknya. Dira mengangguk.

Bagas menghembuskan napasnya. Bobi pasti menceritakan semuanya kepada Dini. Dasar tukang ngadu.

"Dini yang maksa gue buat cerita." Bobi menunjuk kearah Dini, menyalahkannyan. Dini menatap Bobi tajam, sedangkan Bobi menyengir polos kearahnya.

Bagas menatap kearah Dini. "Bukan Salsa, tapi gue sendiri yang salah. Lo nggak perlu ngebenci dia."

"Tapi dia udah buat lo kayak gini." Ucap Dini tak terima.

"Din." Bobi memperingati Dini agar tidak perlu menyalahkan Salsa. Terlebih lagi Bagas yang masih sakit.

Dini menghembuskan napas kasar. Lalu ia menyuruh Bagas untuk beristirahat kembali.

***

Salsa hanya duduk diam didalam kamarnya tanpa melakukan hal apapun. Ia belum keluar dari kamarnya semenjak sepulang sekolah. Sang Ibu terus saja menyuruhnya turun untuk makan, tapi Salsa berkata ia sedang tidak selera makan. Sontak saja membuat Ibunya khawatir, tidak biasanya Anaknya seperti itu.

Ponselnya berdering, Salsa melihat sebentar siapa yang mengirimi pesan untuknya.

Dini
Sal, lo tuh jahat banget sih. Bagas sampe demam gara-gara lo.
Mulai sekarang, lo nggak perlu deketin dia lagi!

"Bagas demam?" Gumannya. Pantes saja ia tidak melihat Bagas tadi. Tapi entah kenapa dirinya juga khawatir. Bagas tak mengirimi pesan apapun kepadanya, padahal hal sekecil apapun ia selalu menceritakannya.

Mungkin benar kata temannya, Bagas kecewa dengan keputusannya. Tapi Salsa juga tidak bisa berbohong kepada hatinya,

Salsa hanya membaca pesan itu saja tanpa membalasnya. Semua orang terus saja menyalahkan dirinya, memang keputusan yang dia ambil salah?

Salsa melemparkan ponselnya asal, ia pun membaringkan tubuhnya. Menutup matanya dan mulai tidur.

***

Esok paginya. Salsa seperti biasa berangkat sekolah dengan motornya. Mungkin ia juga akan menjauhi Bagas seperti perintah Dini tadi malam.

Suasana kali ini cukup berbeda menurutnya, terlebih lagi ia sedang tidak ingin bertemu dengan teman-temannya.

Sesampai disekolah. Salsa tak berjalan kearah kelasnya, melainkan keperpus. Menunggu bel masuk disana.

Suasananya terlihat masih sepi. Lagi pula mana ada orang yang mau datang ketempat ini pagi-pagi sekali, selain penjaga perpus tentunya.

Ia berjalan kearah tempat duduk paling belakang dan mulai membaca buku pemberian Vina yang belum selesai ia baca. Sudah hampir setahun ia belum mendapatkan kabar dari Vina, nomor ponselnya pun dibiarkan tidak aktif, seolah Vina ingin menghilang darinya. Atau mungkin ia sudah membuat salah kepadanya, tapi apa? Ia tidak tahu sama sekali.

Saat bel masuk sudah berbunyi, barulah Salsa berjalan kearah kelasnya. Dikoridor ia berpapasan dengan Azrial yang baru saja datang, kebiasaannya selalu datang telat tak pernah hilang. Ia terus saja berjalan, walaupun Azrial sepertinya melihat kearahnya.

Sesampai dikelas, Salsa duduk ditempat biasa. Tapi, tak ada sapaan darinya untuk Naura yang sering ia ucapkan.

Kelas pun hening, tak ada yang memulai berbicara. Mereka seolah sibuk dengan dunianya sendiri. Hingga guru yang akan mengajar pun datang.

***

Salsa memegang tali tasnya, berjalan menyelusuri koridor yang sudah sepi. Bel pulang adalah waktu yang paling dinanti semua siswa siswi disekolah ini atau mungkin juga sekolah lain.

Bagas tak melihat kearah dirinya, ia hanya meliriknya sebentar lalu pergi. Saat jam istirahat biasanya dia akan mengajaknya kekantin tapi tidak untuk tadi. Mungkin saja memang benar Bagas ingin menjauhinya.

Salsa terus saja berjalan kearah parkiran, mengambil sepeda motornya untuk segera pulang kerumah.

Salsa tak banyak berbicara saat dikelas tadi, waktu istirahat pun ia habiskan membaca buku diperpus, menghabiskan waktu disana.

Hari ini dunianya seolah hampa, seperti ruangan yang kehilangan cahaya.




























☆☆☆☆
Jangan lupa vote dan komen

Tunggu part selanjutnya
Bye bye..

HILANG [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang