Bagas memakirkan motornya dibagasi. Ia melihat sebuah mobil yang tidak asing terpakir diperkarangan rumahnya.Bagas berjalan masuk. Seorang wanita pun menyambutnya dengan senyuman mengembang. "Sayang, kok udah pulang, kamu nggak bolos lagikan?"
Bagas ternyum. Ia selalu pulang sore bahkan malam, tak jarang mamahnya berbicara demikian dan heran putranya sudah pulang lebih awal. "Bagas lagi ulangan Mah, jadi pulangnya awal." Senyuman Bagas memudar saat menemukan seorang pria tengah menikmati teh dan duduk diruang tamu rumahnya, seseorang yang sangat Bagas benci. "Untuk apa anda ada disini?" Bagas berucap dingin.
"Bagas nggak boleh ngomong gitu, Mamah nggak pernah ajarin kamu untuk berbicara tidak sopan." Gita memperingati putra sematawayangnya itu. "Papah katanya kangen sama kamu, dia pengen ketemu kamu." Tak ada nada marah yang Gita lontarkan, berbanding terbalik dengan Bagas yang menatap pria itu dengan sorot mata tajam.
Pria itu menaruh gelas saat ia sudah meminumnya setengah. Ia pun berjalan kearah Bagas. "Bagas, kamu tidak merindukan Papah?"
"Papah?" Bagas tersenyum meremehkan. "Papah mana, yang tega ninggalin istri dan anaknya saat istri anda sedang sakit, Papah mana yang hampir membunuh anaknya hanya karena ingin menggagalkan pernikahan anda. Saya pikir anda tidak cocok disebut sebagai seorang Papah." Bagas berucap lirih, ia bahkan mati-matian agar air matanya tidak keluar.
"Bagas, cukup!" Gita berucap. Ada kesalah pahaman yang harus mereka luruskan agar Bagas tidak terus-terusan membenci sosok yang menjadi super heronya itu. Sosok yang sedari kecil Bagas banggakan.
Sorot mata pria itu menampilkan rasa bersalah dan sedih secara bersamaan.
"Kamu belum tahu kejadian sebenarnya sayang?" Gita mencoba menenangkan Bagas. Berbicara pelan-pelan.
"Kebenaran apa Mah, kebenaran bahwa laki-laki ini menghamili tante Iren." Bagas sudah muak dengan drama yang ada dirumahnya itu. Ia pun berjalan pergi dan menghiraukan teriakan Mamahnya.
Bagas membawa sepeda motornya dengan kecepatan penuh, walaupun jalanan kali ini sedikit ramai, namun ia tidak memelankan kendaraannya. Seakan ia sedang melampiaskan amarahnya.
***
Keesok harinya Dini datang kekelas pacarnya itu, bukan untuk bertemu Bobi melainkan ingin berbicara dengan salsa. Bagas dari semalam tidak tahu keberadaanya dimana, bahkan ia juga tidak pulang kerumah. Bagas hanya sekali mengirimi pesan kepadanya bahwa ia baik-baik saja dan tak usah mengkhawatirkannya. Namun Dini masih belum tenang jika ia belum tahu keberadaanya dimana.
Salsa tengah tertawa lepas disana, ia sedang mengobrol dengan teman-temannya. Pandangannya tertuju kepada pacarnya, Bobi, yang hanya melihatnya dari jauh.
"Gue boleh ngomong sama lo Sal?" Tawa mereka pun terhenti, Salsa menoleh kearah sumber suara itu.
Dini menarik tangan Salsa. Salsa pasrah saja ia akan dibawa kemana, ia juga menatap kearah teman-temamnya agar tidak usah mengikutinya.
Mereka pun tiba ditaman belakang sekolah. Dini duduk, membuat Salsa pun duduk disamping Dini. Ia menoleh sebentar kearahnya. "Kenapa?"
"Gue Dini temennya Bagas." Ucap Dini memperkenalkan diri.
"Gue tahu " Salsa sudah tahu siapa dia. Yang Salsa tidak mengerti, untuk apa ia membawanya kesini. Setahunya ia tidak pernah punya urusan dengannya.
Dini menatap Salsa. "Lo tahu dimana Bagas?" Ada sorot ke khawatiran yang Salsa rasakan. Atau mungkin itu hanya perasaannya saja.
Kening Salsa pun berkerut. Ia tidak paham dengan pembicaraan Dini, untuk apa ia menanyai keberadaan Bagas kepadanya?
"Gue nggak tahu." Setahunya Bagas memang tidak masuk hari ini. Entah kenapa, tapi Salsa tak ingin mengetahuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG [Completed]
Novela JuvenilDia yang pernah aku cintai, namun belum sempat aku katakan. Hingga akhirnya dia pergi bahkan tidak tahu kapan akan kembali. Namun kejelasan itu belum sempat aku dapatkan.