"Lo mau kemana Sal?" Tanya Naura saat ia berpapasan dengan Salsa dikoridor. "Kantin yuk?" Ajaknya.
"Gue mau ketaman dulu, nanti gue nyusul ya."
"Oke." Sahut Naura.
Salsa pun berjalan kearah taman. Disana sudah ada Bagas yang menunggunya. Memang Salsa sendiri yang memintanya untuk menemuinya disini, ia ingin mengatakan sesuatu yang terus saja mengusiknya selama ini.
Bagas yang menyadari kehadiran Salsa, menoleh sambil tersenyum dan menyuruhnya duduk disampingnya. "Lo mau ngomong apa Sal?"
Salsa membasahi bibirnya yang kering. "Soal perasaan gue-" Salsa berhenti sebentar, membuat Bagas menatapnya dengan wajah penasaran. "Gue nggak bermaksud buat gantungin perasaan lo gitu aja. Sumpah, gue nggak ada niat buat nyakitin perasaan lo Gas." Alis Bagas saling bertahutan, ia belum paham dengan kalimat yang Salsa lontarkan.
"Kita temenan aja ya." Salsa berucap dengan hati-hati. Bagas diam, membuat Salsa sedikit khawatir, seharusnya ia membicarakannya sedari dulu, iya ini salahnya. Salsa menggigit pipi dalamnya saat Bagas tak juga berbicara.
Bagas berdeham, lalu pandangannya menatap kearah depan. "Gue kira mau bicaraain apa." Ucapnya terkekeh pelan. Padahal ia tengah menyembunyikan rasa kecewanya. Dan untuk pertama kalinya Bagas merasakan patah hati yang benar-benar menurutnya sangat sesak. Satu setengah tahun dirinya menyakinkan Salsa, bahwa dirinya benar-benar mencintainya.
Salsa menatap kearah Bagas, tapi Bagas sepertinya tidak ingin melihatnya. "Lo nggak marahkan?" Harusnya Salsa tahu Bagas pasti kecewa. Tapi kalimat itu terlontar begitu saja.
Bagas tersenyum tipis. "Gue nggak bisa marah sama lo Sal. Kalau pun bisa, gue sama aja nyakitin diri gue sendiri." Salsa menahan napas saat Bagas berucap seperti itu. "Tapi gue terima tawaran lo itu."
"Berarti kita temenan?"
Bagas tersenyum kecil, lalu menganguk. "Nggak ada lagi yang mau lo omonginkan? Kalau gitu gue duluan Sal." Salsa menggigit bibir Bawahnya saat ia melihat Bagas hendak pergi. Bagas berhenti sebentar, lalu mengucapkan sesuatu yang membuat Salsa semakin merasa bersalah. "Oh ya itu gue bawain lo makanan, takutnya lo nggak sempet kekantin." Bagas pun berjalan pergi tanpa melihat ataupun tersenyum kearahnya.
Salsa menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri untuk berpura-pura mencintai Bagas, itu sama saja ia akan menyakiti Bagas lebih dalam lagi. Salsa selalu menyakinkan dirinya, bahwa lambat laun ia pasti jatuh cinta kepadanya dan melupakan perasaannya kepada Azrial. Kata orang cinta akan datang karena terbiasa. Tapi itu sama saja, malah Salsa menganggap Bagas itu seperti Abangnya yang selalu melindunginya.
Kalau jatuh cinta bisa memilih, Salsa lebih baik memilih hatinya Bagas, ketimbang orang yang belum tentu mencintainya juga. Tapi sayangnya itu tidak bisa.
***
"Pacarku emang dekat, lima langkah dari kelas." Suara Bobi yang tengah bernyanyi menyambut kedatangan bagas.
"Emang kelas 12 dua sama 12 empat, lima langkah Bob." Andres bertanya. Salah satu siswa kelas 11 yang hobinya suka bolos dan seringkali terlibat tawauran. Tapi tenang kok, Andres tidak suka tawuran menggunakan senjata seperti kebanyakan siswa sekolah. Ia lebih suka menggunakan tangan kosong, dan lawannya pun setuju dengan pendapatnya. Katanya kehebatan seseorang bukan dengan orang yang sangat lihai bermain senjata tajam, tapi karena kemampuannya yang bisa mengalahkan lawan. Nggak seru kalau pakai senjata tajam cepet kalah dan mati, kan kalau tangan kosong sekalian bisa olah raga. Itu lah ucapannya waktu Bobi bertanya.
Bobi seperti tengah berpikir. "Berapa ya, gue nggak pernah ngitung sih." Bobi menatap kearah Bagas yang berada tidak jauh darinya. "Lo tau nggak Gas?"
Bagas diam tak menyahuti candaan Bobi, ia sedang tidak ingin bercanda.
"Kenapa lo?" Tanya Indra tepat berada didepannya.
Bagas memasang handset ditelinganya, menyandarkan punggungnya disandaran kursi, lalu menutup matanya.
Bobi menyimpan gitarnya didekat Andres. "Biasa, orang jatuh cinta. Galau mungkin." Ledek Bobi diiringi tawa hingga yang lain ikut tertawa kecuali Bagas.
"Ternyata lo bisa galau juga ya." Indra terkekeh pelan.
Bobi bangun dan berjalan kearah Bagas. "Udah bel nih, yok masuk." Ia mencoba membangunkan Bagas dengan cara menggoyangkan tubuh Bagas agar segera bangun. Karena waktu dulu saja, Bobi dimarahi habis-habisan olehnya, lantaran tak membangunkannya saat bel masuk sudah berbunyi.
"Gas bangun! Kalau lo nggak bangun gue siram lo seember." Ancam Bobi.
"Lo aja masuk, gue masih mau disini dulu." Suruhnya tanpa membuka mata.
Bobi mengerutkan kening bingung, pasti ada sesuatu yang tengah terjadi kepadanya. Bagas pernah bilang ia tidak akan bolos lagi, karena Salsa sangat tidak suka dengan cowok yang seperti itu. Ya, hampir satu tahun lebih, Bagas merubah sedikit demi sedikit kebiasaan buruknya itu. Bagas bahkan rela berlama-lama diperpus hanya ingin menemani Salsa disana, walaupun Salsa tidak memintanya.
Tapi hari ini jelas membuat Bobi sedikit penasaran. Ia pun memilih duduk kembali. "Kalian pada masuk sana." Suruhnya kepada beberapa anak kelas 12 dan 11, karena anak kelas satu belum terlihat anak nakalnya. Mungkin masih malu-malu.
Mereka semua pun bubar walaupun dengan berat hati. Mereka tidak mau mengejar ketinggalannya diwaktu libur. Karena menurut Bagas, biar pun anak nakal, tapi otak harus cerdas biar tidak diremehkan orang lain. Seperti 'kalian jago berantem, tapi ngisi soal ginian aja nggak bisa. Percuma kalian sekolah, mending jadi preman aja.' Mereka berkata seolah dirinya yang paling pintar, dan Bagas benci orang seperti itu. Mereka pun setujuh dengan pendapat Bagas itu. Bagas seperti Abang menurutnya, ia sering kali membantu teman-temannya yang sedang kesulitan ataupun butuh bantuan.
Tinggallah Bobi dan Bagas disini. Ah iya, dan Mba Tuti tentunya yang sedang membereskan peralatan masaknya.
"Lo kenapa?" Tanya Bobi.
Bagas menghela napas.
"Cerita sini sama gue. Cowok juga bisa curhat, bukan kaum cewek aja, asal lo tahu." Bobi seolah sedang mengajaknya bercanda, padahal Bagas tidak sama tertarik. "Lo lupa dengan ucapan lo sendiri? Masalah nggak akan selesai kalau lo ngatasinnya seorang diri."
Bagas membuka matanya dan Bangun, melepas handset, lalu duduk bersila diatas kursi yang saat ini ia duduki. "Gue baru ngerasain. Ternyata gini ya rasanya ditolak."
Bobi tertawa, jadi temannya ini sedang patah hati rupanya.
Bagas menatap Bobi. "Kok lo ketawa?"
Bobi berdeham, mencoba meredakan tawanya. "Gue kira apaan. Emang lo abis ditolak siapa sih?" Bobi memicingkan matanya. "Atau, jangan-jangan Salsa." Tawa Bobi pun meledak.
Bagas mendengus sebal, ia salah bercerita kepada orang. Padahal Bagas tengah serius. Bagas pun mencoba tidur kembali, niatnya bercerita sudah tidak ada lagi, mendengar tawa Bobi yang sepertinya tengah mengejeknya.
"Yaelah, baper bangat sih." Bobi melihat Bagas yang sudah menutup matanya kembali dan kali ini ia tak mendengarkan ucapannya sekalipun. "Bercanda Gas." Bujuk Bobi. "Lo ke cewek baperan." Dan melemparkan kacang kearah Bagas.
"Bodo." Sahut Bagas.
Bobi pun membaringkan tubuhnya dikursi. Ia akan membiarkan Bagas tidur sampai jam pulang berbunyi. Ya setidaknya, saat Bagas memintanya untuk dibangunkan.
Jangan lupa vote dan komen
Tunggu kelanjutannya
See you♡

KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG [Completed]
Teen FictionDia yang pernah aku cintai, namun belum sempat aku katakan. Hingga akhirnya dia pergi bahkan tidak tahu kapan akan kembali. Namun kejelasan itu belum sempat aku dapatkan.