Bab 10

87 3 1
                                    

Keputusan dokter adit yang membuat semua orang terkejut. Bagaimana mungkin seorang dokter bedah anak dan ahli virologi harus mengikuti prosedur operasi jantung yang sangat beresiko. Keputusan ini bahkan membuat Liana juga mengelus dada menghadapi kawan seperjuangannya tersebut.

Adit menatap wajah kesal Liana dengan senyum. Ya, seperti itulah persahabatan mereka. Liana yang selalu menjadi korban dari semua keputusan yang diambil oleh Adit. Liana menghampiri lingkaran diskusi tersebut dan duduk di samping Adit.

"Saya menolak prof. Ini bukan keahlian saya. Banyak ahli bedah jantung yang lebih memumpuni untuk mengoperasi Ibu Nayla Prof"jelas Liana tanpa pembukaan atau sedikit pengantar.

"Hei... An... Tenanglah. Kau dan aku pernah bekerja sama sebelumnya saat kita kuliah di Cambridge. Meski kau memilih fokus menjadi bedah anak dan virologi tapi kemampuan mu dalam melakukan operasi bedah jantung tak bisa dianggap sepele?!"sahut Adit menolak dan tetap mempertahankan keputusannya.

"Cambridge? Sejak kapan dokter Liana menjadi lulusan Cambridge university?"tanya Mutia.

"Bukan begitu mut... Aku gak pernah menjadi mahasiswi Cambridge University. Aku hanya peserta sekolah kedokteran yang mendapat kesempatan praktik disana"jelas Liana menatap Adit kesal

"Diam kau?! Saat itu aku adalah dokter bedah umum. Sudah sepatutnya aku paham akan heart surgery. Tapi saat ini aku memfokuskan sebagai bedah umum anak. Sebaiknya kau pikirkan lebih baik dalam mengambil keputusan"jelas Liana tegas kepada Adit hingga semua terdiam melihat sosok wanita yang terlihat begitu berkharisma.

"Liana... Tenanglah... Saya juga tidak mengiyakan apa yang dipinta oleh Adit. Saya akan mencari dokter bedah jantung lainnya untuk membantu operasi istri saya"ucap Prof Husni

"Untuk sementara ini operasi akan dipimpin oleh Dokter Adit dan Dokter Husein yang menjadi asisten pertama. Saya akan mencari dokter bedah jantung lainnya yang akan membantu"ucap Prof Husni kembali memutuskan sesuatu yang membuat semuanya tak mampu mengelak. Liana menunduk merasa bersalah. Jika dia mengiyakan maka semuanya dapat berlangsung dengan segera. Tapi kembali bahwa ini bukan keahliannya.

"Liana... Kau bisa menyerahkan semua hasil pemeriksaan terbaru kepada Dokter Husein"ucap Prof Husni yang dijawab anggukan oleh Liana.

Liana pun izin bersamaan dengan yang lainnya meninggalkan ruangan Prof Husni. Adit mengikuti Liana yang menolak untuk berbicara dengannya.

"An... Ana.... Tunggu... An... Aku mau jelasin dulu"ucap Adit membuat beberapa staff rumah sakit menatap mereka.

Liana tetap diam dan memasuki ruangannya, kemudian menuju toilet untuk berwudhu meredam amarahnya. Setelah sedikit tenang dia keluar dan duduk di kursi kerja nya. Adit pun menyusul duduk dihadapannya. Adit yang merasa bersalah menyodorkan sebungkus cokelat kehadapan Liana.

"Maaf..."lirih Adit membuat Liana menatapnya jengkel.

"Kalau ingin berbicara pikirkan dahulu yang matang. Jangan asal?!"bentak Liana meluapkan amarahnya.

"Iya, aku tau aku salah. Tapi aku sungguh ingin kamu yang jadi asisten pertamaku karena aku memang tau akan potensimu"jelas Adit membuat Liana menundukkan kepalanya di atas meja.

"Aku tau dit. Tapi tentunya kau lebih paham.... Tak semudah itu mendapat keyakinan banyak orang untuk melakukan operasi yang bukan bidangnya. Jika berkaitan dengan persalinan meski bukan keahlianku tetapi masih bersangkutan. Tapi ini benar-benar di luar ranah ku. Pastinya banyak yang akan menentang"ucap Liana menjelaskan perlahan kepada Adit.

"Maaf"

"Sudah lah...Ini berkas pemeriksaan, rekam CT dan hasil lab. Kau harus selesaikan operasi ini dengan baik. Aku sudah menganggap prof Husni sebagai orang yang sangat ku hormati dan keluarganya adalah orang terpenting baginya. Lakukan yang terbaik"ucap Liana menyerahkan map kuning hasil pemeriksaan Ibu Nayla.

The White LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang