Tiga bulan berlalu begitu cepat, kasus mengenai virus baru tak pernah terdengar lagi, begitu pula tentang dirinya yang kini entah dimana. Hangatnya mentari bagaikan panasnya api. Dinginnya malam bagaikan belenggu yang membuat tubuhku membeku. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Sesuai dengan rencana buruknya.
"Li... Sarapan dulu ya...."ucap Arin mengelus pucuk kepala ku lembut.
"...."
Aku ingin menjawabnya, aku ingin meresponnya tapi hatiku begitu sakit. Semua berlalu seperti ini. Sebenarnya apa yang diinginkan semua orang terhadapku?. Tidakkah cukup bagi dirinya yang meninggalkan diriku. Aku ingin menangis kembali.... Tapi, air mata seakan enggan meloloskan rasa sedihku.
"Li.... Kau harus makan. Semua akan baik-baik saja. Kakak pasti akan kembali"ucap Arin yang kini menyodorkan sendok berisi sup cream ke mulutku.
"Arin!!"teriak seseorang memasuki kamarku. Ini suara kakak.... Apakah dia sudah kembali? Aku menatap pintu yang kini menampilkan sesosok pria yang terlihat begitu buruk penampilannya.
"Princess...."ucapNya memanggilku begitu lembut. Air mata pun lolos dari kedua mataku. Aku berdiri perlahan menghampiri dirinya. Aku begitu lemas.... Tapi aku ingin menghampiri dirinya.
"Princess!"teriaknya yang langsung menghampiri diriku yang sudah terduduk di lantai.
"Princess...."ucapnya lirih memanggilku.
"Kak...."lirihku memeluknya begitu erat.
Dia membawaku dalam gendongannya dan membaringkan tubuhku kembali ke atas kasur. Dia menyelimuti tubuhku dan mulai menyodorkan sup cream sesendok demi sesendok. Aku menerimanya tanpa bantahan. Mataku tak dapat lepas dari dirinya yang kini tersenyum menatapku lembut. Aku sangat ingin bertanya.... Rasa takut pun kembali membentengi lidahku membuatnya kelu.
"Kakak tau kau penasaran dengan keadaannya. Kakak belum dapat menjawabnya. Tapi kakak akan menemukannya untuk kamu dan arin"
"Bagaimana kakak bisa kembali?"tanya Arin begitu lirih
"Kakak akan ceritakan semuanya kepada kalian. Sekarang Arin harus makan dahulu. Miftah sudah dibawah bersama Dian menunggu kamu. Liana biar kakak yang mengurusnya"ucap pria tersebut begitu berwibawa.
"It's hurt?"tanya ku begitu pelan menyentuh kepala kakak yang diperban cukup tebal.
Rohman pun mengangguk dan kembali menyuapkan sup cream kepadaku. Kakak mengelus pucuk kepalaku lembut dan tak hentinya tersenyum kepadaku.
"Kenapa seperti ini? Princess kakak kuat. Kenapa malah seperti ini? Maafkan kakak...."
Aku menggeleng dan meraih tubuhnya yang tampak lebih kurus dari sebelumnya dalam pelukanku. Aku memeluk tubuhnya erat dan mengelus punggung kakak untuk menenangkannya.
"Liana takut.... Liana sangat takut kak. Mimpi itu terus terngiang di kepala Liana. Wajah kalian berlima yang meminta tolong kepada Liana..."ucap Ku begitu lirih.
"Kami semua baik-baik saja dan begitu baik kala mendengar polisi menemukanmu saat itu. Meski saat itu kakak dan yang lain tak mampu lagi untuk bangun. Tapi, kakak begitu senang ketika mereka mengatakan bahwa mereka telah menepati janji mereka untuk membebaskan dirimu"ucap Rohman menangkup wajah ku menggunakan kedua tangan lebarnya.
"Kau tak perlu khawatir, Husein, Bayu, dan Rian sudah menjalani perawatan segera setelah kami dapat lolos dari ruang penyekapan itu. Arya.... Kondisinya tak lebih baik dari kakak dan yang lain. Dokter masih harus melihat perkembangan dirinya"ucap Kakak menjelaskan begitu detail kepadaku.
"Liana ingin melihat mereka"ucapKu yang langsung mendapat gelengan dari Kakak.
"Dua bulan kau hidup seperti enggan hidup. Pulihkan tubuhmu dan kakak akan mempertemukan kamu dengan yang lain"ucap Kakak yang kembali menyuapkan sesendok sup cream kepadaku. Aku menerimanya dan mengangguk. Aku harus segera pulih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The White Lie
Romance#1Kesehatan #1Rohman #2Mentri #4Pemerintahan # 768kenangan # 11pemerintahan Hati ku tak berani mengatakan yang sebenarnya. Aku takut akan kembali tersakiti -liana Aku hanya seorang manusia biasa. Maaf jika dulu aku menyakiti hati mu. Tak bisakah kau...