Liana menatap jalanan malam dibalik kaca mobil. Dia hendak membuka jendela mobil namun mendapat larangan dari sang kakak yang kini asyik berdendang mengikuti alunan musik dari radio. Rohman yang mengerti adiknya tersebut langsung melemparkan sebungkus plastik berisi es krim. Liana yang mendapati hal tersebut menatapnya heran.
"Makanlah... Kau selalu murung setiap kali ketemu dia. Tentu kakak masih ingat hanya es krim yang membuat mood mu kembali"ucap Rohman terus menatap jalan.
"Makasih kak"ucap Liana yang langsung membuka bungkus es krim cup tersebut dan memakannya dengan lahap.
"Hahaha... Kamu masih seperti princess kecil kakak"ucap Rohman mengelus kepala Liana dengan tangan kirinya.
"Kakak nyetir yang bener"
"Hahaha... Siap princess, Minggu ini kau kosong?"tanya Rohman yang mendapat gelengan dari Liana karena masih asyik memasukan es krim ke dalam mulutnya.
"Mau date dengan kakakmu yang tampan ini?!"tawar Rohman dengan mengedipkan sebelah matanya membuat Liana memutar bola matanya jengah.
"Kemana?"tanya Liana
"Dufan?, Nonton? Kita lakukan apapun"ucap Rohman membuat Liana menggeleng heran dengan karakter kakaknya yang sungguh kekanakan jika bersamanya.
"Okay, Dufan fiks"sahut Liana membuat Rohman tersenyum.
"Gimana hari mu di rumah sakit?"
"Semua baik kak, hanya sedikit lebih sibuk aja. Soalnya liana diminta pak Husni untuk bertanggung jawab di poli anak. Padahal adikmu ini sedang ingin fokus di poli rehabilitasi"jawab Liana
"Kok bisa begitu? Kamu gak coba nolak?"
"Udah, tapi pak Husni mau Liana gak kembali berurusan dengan virus. Apa Liana berhenti aja jadi dokter dan Nerima kerjaan di WHO ya kak?"tanya Liana meminta saran kepada sosok yang di hormati ya selain kedua orang tuanya.
"Enggak, kakak lebih senang kamu berurusan dengan pasien anak-anak dan memanfaatkan keahlian bedah mu. Apakah kamu akan membiarkan lisensi bedah anakmu hanya sekedar nama?!"tolak Rohman yang sudah diketahui liana.
"Entahlah kak... Liana senang berkutat dengan virus-virus dan menyelamatkan banyak orang yang terinfeksi. Tapi kakak juga benar mengenai Liana yang tak bersyukur dengan kemampuan bedah anak yang kini liana tekuni"
"Istikharah lah... Kau tentu tau Allah penentu segala takdir manusia"putus Rohman dan tak terasa mobil mereka telah memasuki kediaman.
Mereka memasuki rumah sederhana yang menyimpan banyak kenangan bagi mereka. Biasanya mereka akan disambut dengan omelan dari seorang wanita dan tatapan tajam dari seorang pria.
"Istirahat, kakak masih ada kerjaan. Besok kamu libur?"tanya Rohman yang mendapat jawaban anggukan dari Liana.
"Kita temui Umi dan Abi"
"Hmm"gumam Liana mengiyakan ucapan kakaknya tersebut.
Rahman melihat langkah gontai adiknya yang menaiki tangga menuju kamarnya. Rasa bersalah dan sedih yang terpendam dihatinya selalu tak mampu ditahannya kala melihat adiknya tersebut.
"Kakak harap kamu segera menemukan kebahagiaanmu my princess"ucap Rahman setelah memastikan adiknya masuk ke dalam kamar. Dia pun berjalan menuju ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya.
🦠
Liana menatap dua gundukan tanah bernisan putih yang tergores tinta hitam nama dari kedua orang tuanya. Dia menebarkan bunga ke atas gundukan tersebut kemudian berdoa bersama rohman untuk kedua orang yang sangat dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The White Lie
Romance#1Kesehatan #1Rohman #2Mentri #4Pemerintahan # 768kenangan # 11pemerintahan Hati ku tak berani mengatakan yang sebenarnya. Aku takut akan kembali tersakiti -liana Aku hanya seorang manusia biasa. Maaf jika dulu aku menyakiti hati mu. Tak bisakah kau...