Bab 2

1.8K 166 53
                                    

Dingin. Apa yang dingin lebih dari es? Jawabannya, adalah sikap dia. Ia sikap dia yang lebih dingin dari es.

Kamu mungkin keidinginan bila berada di kutub utara. Tapi akan lebih dingin lagi, jika kamu berada di sampingnya.

Sky. Putra Sky Sadewa. Cowok jangkung, dingin, sekaligus ketua klub basket di sekolah sedang duduk di tepi lapangan.

Sky menatap teman-temannya yang sedang bermain basket. Dia diam. Dia duduk sambil memegang satu botol minuman di lengannya, dan menyeka keringatnya karena baru selesai ikut main.

Seseorang menepuk bahu Sky dan duduk di sampingnya. Dia teman Sky. Namanya Rafael. Tidak berbeda jauh dengan Sky, namun Rafael tidak sedingin Sky.

"Lisa tuh." Rafael menunjuk Lisa yang berjalan menghampiri mereka.

Sky melirik ke arah yang di tunjuk temannya, lalu kembali memandang orang-orang yang sedang bermain basket.

"Hai?" sapa Lisa. Lalu duduk di samping Sky.

Lisa tersenyum canggung. Sementara orang yang di senyuminya tak memperdulikannya, bahkan tak menghiraukan keberadaannya.

Seperti Lisa tidak pernah ada. Sky tak meliriknya sedikit pun. Seperti Lisa itu memang bukan kenyataan dunia. Atau mungkin, makhluk halus yang tak terlihat di matanya.

"Aku bawain minum," ujar Lisa, sambil menyodorkan sebotol minuman pada Sky.

Sky melirik ke arah Lisa. Dia mengambil minuman itu dari tangannya. Meski, dengan ekspresi datar dan dinginnya itu.

Senang bukan main. Lisa yang melihatnya merasa ingin berteriak dan memeluk Sky. Tapi dia menahannya, karena tidak mau membuat laki-laki dingin itu jadi tidak suka padanya. Meski memang faktanya Sky tidak suka.

Rafael tertegun, begitu juga dengan Lisa. Mereka berdua tercekat. Apalagi Lisa yang membulatkan bola matanya, ketika melihat minuman yang di berikannya di berikan pada Rafael.

"Apaan?" tanya Rafael.

"Ambil," jawab Sky dingin.

Rafael mengambil minuman itu. Lalu pergi dari sana sambil tak lupa mengucapkan terima kasih.

Lisa yang melihatnya, merasa tak terima. Namun sayang, dia tidak bisa marah pada orang yang selalu di harapkannya dari kelas satu hinggi kini, dia sudah duduk di kelas dua.

Devon yang sedari tadi memandangi mereka berdua, dari lantai dua, hanya mampu menggeleng pelan.

"Sedingin-dinginnya es, dia bisa jadi hangat kalo terus kena cahaya matahari," gumam Devon.

"Ngomong apaan dah?" tanya Glen yang sedang bersamanya disana.

"Jelek."

"Apaan yang jelek?"

"Muka lo," jawab Devon sambil ketawa.

Glen yang mendengar, hanya mampu diam sambil meraba-raba wajanya. Karena khawatir jika ucapan Devon benar.

"Cabut yuk ah," ajak Devon.

"Kemana gan?"

"Belanja gan," jawab Devon asal.

"Wih mantep." Glen mengacungkan jempolnya dua. "Jangan lupa belanja di shopee. Gratis ongkir setiap hari."

-oOo-

Saat itu, terjadi keributan di kantin. Beberapa murid berhamburan lari dari sana, tapi beberapa orang malah menonton disana. Ada juga yang merekam.

Lisa yang melihatnya, langsung menerobos siswa yang ada disana. Melihat ada apa yang terjadi dan—

Disana Lisa melihat seorang anak, maksudnya murid yang sedang di pukuli oleh satu muridnya yang berbadan sangat besar.

Segitiga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang