Bab 32

708 60 11
                                    

Jangan terlalu berkorban, egois lah sedikit untuk dirimu sendiri.

Malam itu Devon dan Caca sedang di sebuah bermain di sebuah pasar malam. Mereka menghabiskan waktu bersama, bercanda, tertawa sampai Devon tidak menyadari bahwa raut wajah Caca sejak tadi seperti terlihat murung.

Mereka memainkan beberapa permainan yang tersedia, namun tidak naik satupun wahana yang ada. Hanya main, tapi tidak pernah menang sekalipun. 

Setelah puas bermain, pasangan kekasih itu duduk di parkiran pasar malam tersebut. Lebih tepatnya duduk di atas motor Devon.

"Kamu seneng kesini?" tanya Caca.

Melirik ke arah Caca, kemudian Devon menjawab, "Ini pertama kalinya."

Caca menatap layar ponselnya, menatap foto Devon yang tidak sadar di potret olehnya. Diam-diam Caca tersenyum. Namun senyum yang pedih.

Menyadari bahwa kekasihnya itu tiba-tiba murung, Devon menatap Caca bingung sambil mengerutkan keingnya. Devon menepuk bahunya hingga Caca sedikit terkejut.

"Lapar?" tanya Devon.

Caca menggeleng. "Aku mau ngomong."

"Itu ngomong."

"Serius."

"Gue belum siap."

"Sayang ...," rengek Caca.

"Yaudah apaan?" Devon mengangkat kedua alisnya sambil memegang kedua pipi Caca.

Caca berusaha memantapkan hatinya dan semoga saja apa yang akan di ucapkannya ini adalah pilihan yang benar.

Setelah menghela nafas beberapa kali, Caca tersenyum, kemudian berkata, "Aku mau kita putus."

Sontak saja Devon langsung tercengang mendengar ucapan gadisnya itu. Dia tidak melepaskan tangannya, namun kedua bola matanya terbelalak lebar.

"Kenapa?" tanya Devon mendengus. Dia berusaha bersikap normal.

"Kamu harus sama Lisa."

Mendengar itu Devon langsung memalingkan wajahnya sambil menghela nafas pasrah. Dia mengusap wajahnya frustasi, kemudian melipat kedua tangannya di depan dada.

Kenapa semua orang selalu saja seperti ini baginya. Pertama Julian, dan sekarang Caca yang harus bersikap sama dengannya. Sungguh Devon benci melihat orang-orang sok kuat seperti mereka, termasuk pada dirinya sendiri.

"Tujuan lo berkorban buat apa?" Devon menatap Caca serius.

"Aku ... cuma ... mau kamu bahagia."

"Gue bahagia sama orang yang udah ambil first kiss gue."

Detik kemudian Caca diam membeku di tempat. Entah benar atau tidak, yang pasti mendengar ucapan Devon Caca langsung merona dan berdebar-debar.

"Kenapa lo nyuruh gue sama Lisa kalo awalnya lo masuk dalam hidup gue dan bikin gue cinta sama lo?" Devon mengedikkan dagunya dengan mata malas.

Gadis dengan rambut hitam legamnya itu semakin tak berkutik. Jantungnya semakin berdebar mendengar ungkapan Devon. Seharusnya Caca tidak ada jika akhirnya dia ingin Devon bahagia dengan orang lain.

"Maaf ...," parau Caca. Gadis itu hampir menangis namun berusaha di tahan.

Devon menarik tangan Caca dan menggenggamnya. Dia mendekatkan wajahnya pada gadis itu tanpa memperdulikan sekarang dia sedang di tempat umum.

"Gue cinta sama lo," ucap Devon saat kening dan ujung mereka sudah bersentuhan.

"Aku ...."

Chup

Segitiga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang