Bab 16

884 86 1
                                    

Selamat datang di tempat pijit kami. Ini tempat membaca anjir bukan tempat pijit. Ouh iya, lupa gue, maafkan.

Sedikit info nih gaes. Gue laper gaes, belum makan dari satu jam yang lalu. Tadi abis makan nasi, makan padi yang di masak, beras yang di masak dan lainnya.

Berhubung gue masih laper karen faktor u (uang) akwkwkw. Gak ada gitu yang mau ngasih vote and comment?
Glen: "Hubungannya apaan bangsat!"
Sfx: "nggas lu Glen, mau gue bikin cinta lo bertepuk sebelah tangan terus?"
Glen: "-_-"

Devon: "Gak ada yang kangen gue hah? Gue udah ilang nih dari beberapa bab sebelumnya."

-oOo-

Kantung mata yang menghitam, mata yang bengkak, tubuh yang semakin kecil, dan berjalan lunglai bagai tak ada gairah hidup. Kondisinya cukup parah, sudah seperti tengkorak hidup. Ah, lebih tepatnya orang hidup tanpa jiwa.

Tadi pagi, Sky menjemputnya menggunakan mobil. Meski sudah di larang dan di suruh untuk istirahat, gadis itu tetap memaksa ingin bersekolah.

Sepanjang perjalanan, Lisa tidak mengatakan satu patah katapun. Hanya diam seperti orang bisu. Bahkan setelah turun dari mobil, Sky menggandengnya karena takut anak itu jatuh. Ya, tanpa perduli meski jadi pusat perhatian.

"Harusnya gak usah sekolah dulu," ucap Sky.

Saat ini Lisa sedang duduk di bangkunya, dan Sky duduk di meja yang ada tepat di hadapan Lisa. Mereka duduk berhadapan, namun gadis itu menunduk tanpa melirik pacarnya sedikitpun.

Lisa menggeleng pelan. Dia sangat malas untuk berbicara pada siapa pun saat ini, entah itu pada keluarganya, Sky, atau siapapun. Gadis itu seperti benar-benar kehilangan semangat hidupnya. Dia menyesal, sangat menyesal.

Sedalam itu kah, penyesalannya? Hanya Lisa yang merasakan.

Sky mengacak rambut Lisa pelan, menarik kepalanya pelan dan mencium kening Lisa dengan penuh kasih sayang. Tak memperdulikan orang lain yang memperhatikannya. Tidak biasanya Sky bersikap seromantis itu. Romantis untuk orang seperti Sky.

"Gue titip Lisa," ucap Sky pada Tina.

Sky mengacak kembali rambut Lisa pelan, lalu melenggang pergi meninggalkannya setelah mengusap surai hitam kecoklatannya itu.

Lisa melipat kedua tangannya di atas meja, menundukkan kepalanya tepat di atas kedua tangannya dan memejamkan matanya perlahan.

"Lo kenapa sebenernya, Lis?" Tina memegang bahu temannya itu.

Lisa hanya menggeleng pelan. Dia masih tidak mau berbicara kepada siapa pun untuk saat ini, termasuk pada Tina yang note bane adalah teman sebangkunya.

Tina belum tau semuanya? Jelas saja, hal itu hanya di ketahui oleh beberapa orang terdekat Lisa dan beberapa orang lainnya.

"Yuhuuu sista!"

Mendengar suara teriakan seseorang yang sudah tidak asing lagi baginya, Lisa segera mengangkat kepalanya dan menatap orang yang berteriak itu.

Dengan earphone yang menempel di telinganya, sambil melangkah mendekat, Sakti hanya tersenyum seperti orang yang senantiasa bahagia. Di ekori oleh Glen yang memakai topi hitam polos, dan membawa sebuah kresek warna putih.

"Nih." Glen menyimpan kresek yang di bawanya di meja Lisa.

Lisa mengangkat satu alisnya, menatap dua orang yang datang dengan tiba-tiba tanpa tujuan yang jelas itu. Menatapnya menuntut penjelasan.

Segitiga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang