Bab 24

752 66 2
                                    

Kemaren gak up, ya? Maaf ya.
Aku lagi ada masalah berat, hm. Tapi gassken haiyukk kita update.

Jangan lupa vote and comment, ya. Yang belum follow, follow juga.

Hidup memang bagai drama. Ada yang bermain di depan, ada juga yang bermain di belakang layar.
Bagaimanapun peran itu, semuanya tetap di butuhkan.

-oOo-

Cowok dengan rambut hitamnya yang gelap sekelam malam itu baru selesai mandi. Dia memakai baju seragamnya sembari menatap dirinya sendiri di depan cermin.

Di rasakannya suasana rumah yang sudah lama dia tinggalkan ini. Ternyata semuanya terasa berbeda setelah kebencian di hatinya hilang.

Cklk

Kenop pintunya berputar, kemudian pintu kamarnya terbuka. Terlihat kepala anak kecil yang mengintip di balik pintu. Anak kecil yang imut dan lucu, dengan wajahnya yang sedikit mirip dengan Devon.

"Kak Devon, sarapannya udah siap."

Tak membalas ucapan anak itu, Devon malah melambaikan tangannya, menyuruh adik kecilnya itu untuk menghampirinya. Melambaikan tangan dengan senyum khasnya yang menyejukkan hati.

Devan kecil terlihat sangat senang pagi ini. Setelah kakaknya pulang anak itu selalu terlihat ceria, bahkan sampai kegirangan sendiri. Mungkin Devan sangat merindukan kakak laki-lakinya yang dia sayangi itu.

Berlutut untuk menyamakan tingginya dengan Sang adik, kemudian Devon mencium keningnya tiba-tiba. Mengusap surai hitam adik kecilnya itu dengan lembut sembari tersenyum.

Jika sejak awal Devon bisa menerima ibu sambungnya itu seperti yang di katakan bundanya, mungkin dia tidak akan menderita sendirian karena harus berperang batin. Dia mungkin tetap bisa bahagia bersama dua orang tuanya yang baru itu. Dia bisa bahagia bersama keluarga barunya tanpa merasakan tekanan dan beban yang selama ini ia simpan.

"Hei, mamah tungguin dari tadi."

Suara seseorang itu membuyarkan lamunan Devon yang sedang menatap adiknya. Suara satu-satunya wanita di rumah itu. Suara ibunya yang kini berdiri di ambang pintu dengan senyum manisnya yang mengembang.

Devon tersenyum ke arah ibunya itu tanpa mengucapkan apapun, dia mengikuti ibunya menuruni tangga, melangkah ke dapur, sampai akhirnya duduk di depan meja makan.

"Papah kemana? Kok belum pulang dari kemaren?" tanya Devon.

Devon melihat sekelilingnya, mencari-cari keberadaan sang ayah yang tidak dia lihat. Sejak dia pulang kerumah ini dia belum lagi melihat ayahnya itu. Jujur saja, Devon merindukannya meski hanya sedikit.

Tanpa Devon sadari ekspresi wajah Karin berubah seketika. Matanya mulai sembab, raut mukanya juga terlihat sedih. Namun masih bisa di tutupi dengan senyum yang begitu miris, bahkan sampai dia mengusap matanya yang hampir menangis.

Devon tak menyadarinya sedikitpun.

"Bentar, mamah ambil minum dulu," ucap Karin. Dan Devon menyadari jika ibunya itu sedang mengalihkan pembicaraan, namun tidak sadar dengan yang terjadi pada ibunya itu.

Segitiga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang