#Lisa Pov
Sebagai manusia, tentu kita selalu berharap yang lebih. Seperti halnya aku, yang dulu menginginkan seorang kapten basket tampan di sekolahku, Putra Sky Sadewa, hingga tidak memperdulikan seseorang yang benar-benar mencintaiku dengan tulus.
Kini Devon sudah berkeluarga, sederhana dengan lahirnya anak mereka. Aku tidak tau apa yang terjadi, hingga Devon dan Caca menikah dengan cepatnya. Mungkin, mereka kebablasan. Haha. Entahlah, lupakan soal itu.
Jujur saja, saat acara pernikahan mereka aku tidak datang. Rasanya .... Jika kamu pernah tertusuk sesuatu di bagian mana pun tubuhmu, begitulah rasanya, namun lebih sakit karena menusuknya ke dalam hati.
Aku bukan gadis yang seperti di film-film, yang akan mencoba bunuh diri saat patah hati, kemudian ada seseorang pria yang jauh lebih tampan menolong. Haha. Ayolah, hidup tidak sedramatisir itu untuk mencoba bunuh diri.
Jika kamu berani masuk ke dalam dunia cinta, itu artinya kamu juga sudah menandatangani kontrak untuk menerima semua rasa sakit, yang tersembunyi di balik kata cinta itu.
Aku tidak melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi. Si brengsek Julian itu berbicara pada orang tuaku, melamarku setelah aku lulus dari SMA, kemudian menyuruhku untuk tidak kuliah.
"Gue calon suaminya. Jadi, gue aja yang kuliah. Lo diem aja di rumah, maen sama monyet. Tiga atau empat taun lagi, entar kita nikah." Kurang lebih seperti itu yang diucapkannya.
Sebenarnya aku tidak pernah menerima lamaran Julian, dia memasukkan cincin ke jariku dengan paksa. Bahkan, terjadi adu tangan antara aku dengannya. Sungguh aneh, tapi aku rasa tidak ada salahnya untuk memberikan Julian kesempatan. Dari pada di lain hari aku menyesal lagi, kan?
Hari ini aku sedang bersama Julian, kami mau berkunjung ke rumah Devon. Ya, Devon memberitahuku bahwa anaknya sudah bisa merangkak.
Satu tahun itu terasa seperti kemarin. Rasanya, baru kemarin aku melihat anak itu lahir dan dikerubungi oleh anak-anak SMA yang baru saja merayakan kelulusannya.
"Langsung masuk aja ah."
Itu suara Julian. Baru saja aku hendak mengetuk pintu, laki-laki berbadan besar itu langsung masuk saja ke rumah orang. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana jika anak-anak kami nanti sikapnya seperti Julian semua, kurang ajar.
Saat mengikuti langkah laki-laki yang mengklaim dirinya sebagai tunanganku, tunangan paksa, aku tertegun melihat pemandangan yang membuatku menelan ludah.
Pantas saja mereka menikah cepat. Lihatlah, si suami istri itu tengah berciuman, padahal Caca sedang menyusui anaknya. Dia menyusui anak bernama Oliv itu, menutupinya dengan kain, sedangkan dia asik berciuman.
"Mentang-mentang udah nikah, ciuman terus lo bangsat!" teriak Julian, membuat Devon dan Caca tersadar akan kehadiran kami.
Masih berumur kurang dari 19 tahun dan sudah mempunyai anak, sungguh pemandangan yang ingin membuatku tertawa. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana Devon dan Caca akan bertengkar malam hari, karena anaknya terbangun.
Mereka berdua, DevCa, tertawa canggung, kemudian mempersilahkan kami untuk duduk. Julian melempar kantong kresek putih yang kami bawa, isinya hanya susu formula, popok bayi, dan beberapa susu untuk ibu hamil. Entahlah, aku tidak tahu kenapa Julian memberikan mereka susu bumil.
Memindahkan anaknya kepada suaminya, kemudian Caca bangkit dan membuatkan kami minuman. Kulihat, Devon begitu menyayangi anak itu. Dia terus menciuminya, memeluknya, bahkan tak segan-segan menyedot hidung anaknya, ketika anaknya itu flu. Menjijikan, tapi mungkin karena .... Entahlah, mungkin beberapa orangtua juga begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga [END]
Teen FictionSumpah ini cerita pertama gw kek alay bet anjir akwkw. Mana banyak salahnya. Tapi sengaja gak unpub, buat kenang2an. Fiksi Remaja & Percintaan dengan sedikit bumbu humor yang sangat receh. Sebuah cerita dimana seorang remaja bernama Devon Antonio y...