Jika kamu lapar, makanlah. Jika kamu haus, minumlah. Jika kamu mengantuk dan lelah, tidurlah. Jangan memaksakan hal yang memang tidak bisa kamu lakukan.
Setelah kejadian dimana dia ditabrak oleh seseorang, Devon tidak ingat dia dibawa kemana dan oleh siapa. Laki-laki itu hanya terbangun dengan badan yang terasa sakit dan pegal-pegal.
Devon terbangun, melirik sekelilingnya yang tidak pernah dia tau itu dimana. Sebuah tempat yang terasa asing baginya, dia merasa tidak pernah ke tempat itu kapanpun.
Memegang kepalanya yang terasa sakit, kemudian Devon bangkit dan mendudukkan tubuhnya. Ditatapnya lekat-lekat tiga orang yang sedang duduk berkumpul di depan sana.
"Kenapa gue di sini?" Devon mengerutkan keningnya sambil melihat sekeliling. "Mana gue tiduran di atas tanah lagi."
Setelah merenggangkan otot-otot tubuhnya dan menguap beberapa kali, Devon bangkit kemudian berjalan menghampiri tiga orang yang dilihatnya sedang berkumpul di depan sana.
Semakin Devon mendekati mereka, kerutan di keningnya semakin jelas. Mereka sudah tidak asing lagi bagi Devon, mereka sangat Devon kenali.
Saat dia sudah tinggal satu langkah lagi untuk menyentuh tiga orang itu, Devon menghentikan langkahnya. Senyuman miris terukir di bibirnya. Hatinya merasa senang namun juga sedih.
Perlahan Devon memejamkan matanya dan menghela nafas. "Rupanya cuma mimpi." Devon berbalik badan dan berniat pergi.
"Mau kemana sayang?"
Suara itu menghentikan Devon yang hendak melangkah. Dia langsung mematung di tempat, terdiam tanpa kata, menahan nafas karena kaget.
Sebisa mungkin Devon menganggap ini hanya mimpi. Ya, hanya mimpi. Namun, meski ini hanya mimpi, Devon tetap tidak bisa membohongi perasaannya jika tiga orang itu dia rindukan.
Tidak membalikkan tubuhnya, justru Devon malah diam. Berusaha menyangkal bahwa mimpinya ini segera berakhir dan dia bisa pulang lagi untuk melihat orang-orang tercintanya.
Namun sebuah tangan lembut yang melingkar di lehernya menggoyahkan keinginan Devon itu. Laki-laki itu merasakan seluruh tubuhnya kehilangan tenaga ketika sebuah dagu mendarat di atas salah satu bahunya.
"Gak kangen sama gue, hah?"
Setelah mendengar suara itu, Devon memejamkan matanya ketika sebuah tangan lain yang tak kalah lembut mengusap kepalanya. Membenarkan rambut hitam acak-acakannya dengan begitu lembut.
Setetes cairan bening meloncat keluar dari sudut mata Devon. Sekuat apapun dia, sehebat apapun menyangkal perasaannya, Devon tetap merindukan mereka, merindukan keluarganya yang sudah pergi satu per satu.
Melepaskan tangan-tangan yang menyentuh tubuhnya itu perlahan. Setelahnya, Devon membalikkan badan, mengusap air matanya, kemudian menatap dua perempuan yang sangat dicintainya.
"Ini dimana?" lirih Devon. "Bunda ...," sambungnya menatap wanita yang tak lain adalah ibunya sendiri.
"Latifah," panggil seorang pria yang menghampiri mereka. Orang yang di panggil menoleh dan menatap suaminya itu. "Maafin aku karena gak bisa bikin anak kita bahagia."
"Papah," gumam Devon tersenyum miris melihat ayahnya yang tak lama ini meninggalkannya.
Mereka berkumpul. Ketiga orang di depannya berjajar menatap Devon dengan mata yang berbinar sekaligus senyum senang yang mengembang di bibir masing-masing.
"Bunda Latifah, Kak Liza, Papah Bimo," ucap Devon melirik satu-persatu orang di hadapannya dengan pedih.
"Iya sayang, ini kita. Keluarga kita." Latifah mendekati Devon dan menangkup kedua rahanng anaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga [END]
Teen FictionSumpah ini cerita pertama gw kek alay bet anjir akwkw. Mana banyak salahnya. Tapi sengaja gak unpub, buat kenang2an. Fiksi Remaja & Percintaan dengan sedikit bumbu humor yang sangat receh. Sebuah cerita dimana seorang remaja bernama Devon Antonio y...