Bab 38

971 65 19
                                    

Semua kegilaan yang menimpa Lisa telah berakhir? Mungkin. Tapi, apa semuanya berakhir, jika pada akhirnya Lisa harus menderita atas kejadian tragis disaksikan secara langsung olehnya?

Perempuan yang identik dengan rambut lebat sepunggungnya, sudah tiga hari mengunci diri di dalam kamar. Tidak makan, tidak minum, hanya memeluk kaki sambil menangisi semua yang terjadi.

Tok tok tok

Suara ketukan itu sangat keras, namun sepertinya Lisa tak menghiraukannya sedikit pun. Dia menatap kosong ke depan, teringat berulang-ulang kejadian di mana Devon dan Caca yang begitu mengenaskan.

Sedangkan di luar sana beberapa orang tengah berdiri di kamar Lisa, Latifah, Rian, dan ... seseorang yang pastinya Lisa kenali. Mereka saling memandang, bertanya pada diri masing-masing sampai kapan gadis itu mau mengurung diri di kamarnya.

"Lisa, buka pintunya sayang. Bunda mau bicara," panggil Latifah.

"Dek, buka woi! Anoa! Bucin mulu lo! Gak usah galau-galau gini! Kayak anak gila!"

Plak

Julian memukul kepala Rian hingga orang yang dipukul mengaduh pelan. Julian menatap Rian dengan alis yang ditekuk tajam, pertanda dia meminta Rian untuk serius.

"Mamar mertua," panggil Julian. Latifah menoleh. "Boleh aku dobrak pintunya?"

"Pintunya gak masalah meski rusak, tapi apa Lisa bakal mau ikut?" tanya Latifah ragu-ragu.

Bruk

Bruk

Bruk

Bruk

Tanpa mendapat izin, laki-laki dengan perban yang melingkar di kepalanya itu langsung mendobrak pintu, dengan cara menendangnya sebanyak empat kali. Dia tidak bisa lagi untuk membiarkan gadis itu diam di dalam sana tanpa makan apa pun.

Sedangkan Rian dan Latifah hanya melongo. Rian sampai meneguk ludahnya sendiri. Ngeri juga melihat Julian yang ternyata sekasar itu.

Pintu itu langsung rusak. Sang pemilik kamar tak menggubrisnya, dia masih memeluk lutut. Matanya terlihat membengkak, menghitam, wajahnya juga masih basah oleh air mata.

"Ini gimana gua mau lamaran, kalo calon istri gua gila?" tanya Julian pada dirinya sendiri.

Latifah dan Rian hanya geleng-geleng kepala. Mereka berdua tidak pernah bilang akan menikahkan anaknya dengan laki-laki itu, tapi entah kenapa, Julian tiba-tiba langsung mencap dirinya sebagai calon menantu keluarga. Mungkin otaknya sedikit bergeser, akibat benturan keras di kepalanya tiga hari yang lalu.

Julian melangkah, menghampiri Lisa. Dia berdiri sejenak, menatap perempuan di depannya itu dengan sembab, matanya mulai berkaca-kaca.

"Anjir. Kok, gue mau nangis gara-gara elo, ya? Gak nyangka, kalo ternyata gue sebucin ini sama lo," kata Julian seraya mengucek matanya.

Sepertinya Lisa masih tak peduli dengan apa yang diucapkan laki-laki di depannya. Dia bahkan tak bergerak sedikit pun. Tak ada pergerakan dari tubuhnya, kecuali nafas yang keluar masuk dan air mata yang terus saja mengalir.

"AHH!!! GAK MAU!!! GUE GAK MAU!!! TURUNIN GUE!!!"

Julian langsung menarik tubuh gadis itu, menggendongnya ala bridal style. Dia tidak memperdulikan tangis gadis itu, dia hanya terus menggendongnya, bahkan Julian acuh tak acuh saat melewati Rian dan Latifah.

"Mau gak mau, lo harus tetep hidup. Kita jadian mulai sekarang. Gue pacar lo sekarang. Lo makan, minum, mandi, abis itu ntar malem kita ketemu Devon. Devon udah sadar."

Segitiga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang