Bab 21

784 76 0
                                    

Nafasnya memburu, jantungnya berdebar begitu kencang, langkah kakinya sangat cepat seolah ini adalah hal yang penting baginya.

Menendang setiap pintu kelas 3, Devon mencari-cari kedua kakak kelasnya yang tidak sengaja membuat Lisa terjatuh dari tangga dan harus masuk ke rumah sakit.

Awalnya, Devon memilih untuk membawa Lisa ke rumah sakit, namun karena ada Sky dia tidak jadi ikut. Namun keselamatan dua orang yang tidak sengaja mencelakai Lisa itu dalam bahaya.

Brak

Devon menendang sebuah pintu kelas untuk yang kesekian kalinya. Di pandangnya semua murid yang mulai ketakutan melihatnya dengan mata yang memerah, urat-urat yang menonjol di lehernya.

Tidak ada disana, kemudian Devon berjalan kembali menyusuri koridor kelas yang ramai dengan murid-murid karena sedang istirahat itu.

Bugh

Bugh

Bguh

Tanpa basa-basi, Devon langsung menendang dan memukuli dua orang yang sedang duduk di bangku, di depan kelas. Dua orang yang dia yakini penyebab Lisa terjatuh dari tangga.

Sempat hendak melawan, namun Devon menginjak-injak kedua orang yang tergeletak itu hingga tak berkutik. Seperti bukan Devon, dia berubah kembali layaknya orang kesetanan.

Semua orang mulai sedikit menjauh, namun tetap menonton kejadian yang mengenaskan itu.

"Udah Von!" Beni dan Tegar berusaha menghentikan Devon yang kesetanan itu, sebelum kedua kakak kelasnya mati konyol disana.

Tenaganya seolah bertambah kuat, membuat Beni dan Tegar kesulitan menahannya yang terus mengamuk.

"Anjing! Sini lo! Biar gua matiin lo berdua babi!" Devon berusaha terus menyerang, namun kedua tangannya di pegangi oleh Beni dan Tegar.

Dugh

Bugh

"Sadar bangsat!"

Sakti yang tiba-tiba datang, kemudian memukul Devon hingga tersungkur, lalu berteriak itu membuat semua perhatian terfokus padanya. Semuanya tercengang melihat Sakti yang tiba-tiba itu.

Nafasnya terengah-engah, Devon mengusap darah yang menetes dari sudut bibirnya, lalu duduk dengan menunduk, seperti menyesali akan sesuatu.

Sakti memberi isyarat pada kedua kakak kelasnya itu untuk pergi, sebelum Devon kembali mengamuk dan berubah kesetanan.

"Makasih Sak." Kedua kakak kelasnya itu langsung pergi, dengan langkah kaki yang tertatih-tatih. Untung saja mereka belum terluka parah.

Tidak lama kemudian, dua gadis kembar dengan seorang laki-laki yang tangan kirinya di gips datang dan menghampiri Devon dan yang lainnya.

"Bubar bangsat! Lo kira ini bioskop apa?!" Julian melempar tong sampah kepada orang-orang yang masih berkumpul disana, kemudian mereka berlarian setelah di usir Julian.

"Devon .... " parau Caca, dengan air mata yang mulai menetes.

Takut, namun juga sedih melihat kekasihnya yang seperti itu. Caca menerjang tubuh Devon dan langsung memeluknya erat.

"Gue..." Devon menelusupkan wajahnya di bahu Caca, "gak bisa diemin orang yang nyakitin Lisa."

Yang lainnya hanya menatap Devon sedih. Ya, mereka sedih, meski ada sedikit rasa takut melihat temannya yang tidak bisa mengontrol emosinya itu.

Diam-diam, Sakti mengeratkan giginya, dan juga meremat kedua tangannya. Dia tau Devon, dia tau bagaimana sahabatnya. Sakti tidak ingin melihat Devon yang seperti ini.

Segitiga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang