Jeng jeng jeng !!!
Updet lagi nih.
besok mau updet lagi kagak ?
kalo mau tiap part harus udah 200 vote ya😉
ini belum di edit. jadi kalo ada typo koreksi ya
jangan lupa vote & komen 💋
Happy Reading
Aku telah duduk dengan manis di dalam SUV Pak Radi. Aku juga sudah mengenakan seatbelt.
Pak Radi belum menjalankan mobilnya meskipun sudah menghidupkan mesin. Aku menoleh ke arahnya yang duduk di belakang kemudi.
Dia tengah menatapku lekat-lekat sehingga aku menjadi salah tingkah.
Lalu Pak Radi bergerak melepaskan jas yang melekat di tubuhnya. Dia memberikan jas itu kepadaku.
"Pakai ini buat menutupi bahu kamu. Nanti kamu kedinginan." perintahnya.
"Saya nggak kedinginan kok, Pak." tolakku.
Cuaca lagi panas begini mana ada dingin. Aku malah kepanasan.
"Ck! Udah dipakai aja." ujarnya memaksa.
Aku pun mengenakan jasnya yang kebesaran di tubuhku setelah melepas seatbelt yang telah kupasang. Hidungku mencium aroma parfumnya yang maskulin. Ya ampun Mama adek bisa pingsan ini. Padahal baru parfumnya aja.
Pak Radi memasukkan tangannya ke saku celana yang dipakainya. Ternyata dia mengambil sapu tangan.
Hal tak terduga selanjutnya membuatku terkejut. Pak Radi membuka sapu tangan itu lalu diletakkan di atas pahaku yang terbuka. Sapu tangan yang cukup lebar itu kini menutupi pahaku. Belahan kaki dress yang kupakai memang mencapai paha jadi ketika duduk belahannya pasti lebih naik lagi ke atas.
"Lain kali jangan pakai baju terlalu terbuka." ucapnya dengan lembut.
Aku merasa dress yang kupakai masih batas normal. Tidak terlalu terbuka. Aku hanya mengedikkan bahu enggan membahasnya.
Lagipula terserah aku dong mau pakai baju yang terbuka atau nggak. Pak Radi bukan siapa-siapaku.
Pak Radi pun menjalankan SUVnya mengantarkanku pulang.
Selama di jalan, tak ada yang bicara. Aku hanya diam dan menatap jalanan disampingku. Begitu juga Pak Radi, dia tengah fokus menyetir. Biasanya kami mengobrol topik apapun agar suasana di dalam mobil tidak sepi.
Pak Radi menepikan SUVnya di depan pagar rumahku. Aku memasukkan ponselku ke dalam clutch lalu buru-buru melepas seatbelt. Aku ingin segera masuk ke dalam rumah.
"Terima kasih tumpangannya, Pak." ucapku.
Pak Radi menggenggam lengan kananku saat ingin membuka pintu mobilnya.
Aku pun mengurungkan niatku lalu menatapnya.
"Jangan menjauh. Please." pintanya.
Alisku terangkat bingung mendengar ucapannya.
"Saya ada salah samu kamu ?" tanyanya.
"Nggak ada." jawabku.
"Tapi kamu kayak menghindar jika kita bertemu."
Aku hanya diam.
"Oke kalo kamu nggak mau kasih tahu alasannya. Tapi jangan menghindari saya lagi."
Aku mengangguk ragu agar aku bisa keluar dari mobilnya dan cepat masuk ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titanium (TAMAT)
General FictionTitanium Elaksi Paramesti Menjadi sales executive sebenarnya bukan keinginan Tita. Tapi demi keberlangsungan hidup yang nggak abadi ini Tita rela menjadi sales executive rokok di salah satu perusahaan rokok ternama. Tapi bukan SPG loh ya. Kalau SP...